Share

Bab 8 Tersesat

Shelia menunduk saat dia melihat Sherkan keluar dari dalam kamar mandi, hanya menggunakan handuk yang melilit pada pinggangnya.

Sherkan berlalu begitu saja masuk kedalam walk in closed tanpa memanggil Shelia untuk melayaninya berganti baju.

Shelia yang melihat itu merasa heran, "Apa dia marah karena kejadian tadi?"

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dia melihat Sherkan keluar dari dalam walk in closed, pria itu sudah memakai piyama lengkap.

Meskipun wajahnya terlihat buruk, tapi Shelia akui tubuh Sherkan sangat menggoda. Andai saja wajah pria itu tidak rusak seperti itu, sepertinya dia akan menjadi pria yang sangat tampan. Tapi sayang wajah pria itu harus rusak seperti itu.

Muncul rasa iba pada hati Shelia saat melihat Sherkan yang berjalan melewatinya begitu saja dan langsung merebahkan tubuhnya diatas ranjang kiz size miliknya.

Shelia yang merasa kalau Sherkan sedang marah padanya pun memberanikan diri untuk menghampiri pria itu dan bertanya.

"Tuan, apa anda marah pada saya?" Tanya Shelia pada Sherkan.

Sherkan hanya diam, dia tidak menjawab atau melihat pada Shelia yang sedang berdiri disamping ranjang miliknya.

Bukan dia marah pada Shelia, hanya saja dia masih menahan gejolak yang tubuhnya rasakan. Gejolak yang sudah lama tidak pernah dia rasakan setelah peristiwa delapan tahun yang lalu.

Dengan menahan sesuatu yang masih saja berontak dibawah sana, Sherkan memilih tidak menghiraukan Shelia, dia membalik tubuhnya membelakangi Shelia yang masih berdiri dibelakangnya.

"Tuan..." Panggil Shelia lagi, "Apa tuan marah?"

Sherkan masih tidak menjawab, membuat Shelia menghela nafas, "Sudah kayak anak perawan saja, pakai ngambek segala! Harusnya dia kan seneng dapat ciuman pertama dari gadis perawan yang belum pernah terjamah oleh zaman." Gumam Shelia dengan suara pelan, tapi tetap saja gumamanya itu ditangkap oleh telinga Sherkan.

Tapi pria itu tidak menghiraukan ocehan Shelia.

Karena tidak mendapat respon dari Sherkan. Shelia memutuskan untuk keluar dari kamar, dia ingin mencari cemilan yang ada di dapur. jujur saja lidahnya tidak cocok dengan makanan yang dimasak oleh chef profesional itu. Makanan yang di mata Shelia hanya cocok untuk pajangan karena penampilannya yang begitu indah, dia saja sampai tak tega untuk memakannya.

Makanan dengan gaya estetik lebih cocok untuk pamer ke sosial media bukan masuk ke dalam perutnya. Tapi sayang ponselnya masih di sita oleh Sherkan, jadi dia tidak bisa pamer pada teman-temannya baik di grup wasap atau integram juga pasbuk.

Padahal semasa pelatihan di yayasan tempat penyalur tenaga kerja. Shelia sudah beberapa kali mencoba memasak makanan yang berasal dari negara ini, juga sudah beberapa kali memakannya, tapi tetap saja lidahnya tidak terbiasa. Dia lebih cocok makan makanan yang berasal dari negaranya sendiri, terlebih dari kampung halamannya.

Sesampainya di dapur Shelia mencari sesuatu yang bisa di makan. Dia membuka lemari pendingin yang besarnya hampir sama dengan lemari baju miliknya dikampung. Mata Shelia mengabsen satu persatu yang ada di dalam lemari pendingin itu, namun dia hanya melihat banyaknya sayuran, daging serta buah-buahan. Tidak ada cemilan yang bisa ia makan. Seperti makanan ringan atau coklat.

"Nona..."

Sebuah panggilan yang berasal dari belakangnya membuat Shelia terkejut. Shelia dengan cepat membalik tubuhnya dan melihat bibi Jane yang berdiri di depannya.

"Apa anda butuh sesuatu, nona? Jika iya, anda bisa panggil pelayan untuk melayani anda."

"Aku hanya ingin makan sesuatu, bibi. Tidak usah memanggil pelayan, aku bisa sendiri." Shelia kembali membuka lemari pendingin dan mengambil beberapa buah untuknya.

"Biar saya kupas kan nona." Pinta bibi Jane saat melihat Shelia mengambil beberapa buah.

"Tidak usah bibi. Aku bisa sendiri, cuma kupas buah dua saja kok." Tolak Shelia.

"Nona, biar saya saja. Nanti kalau tuan melihat, saya bisa kena marah tuan, nona." Bibi Jane mendekati Shelia yang sudah akan mengupas buahnya.

Shelia menghela nafas, dia pun mengalah dan memberikan buahnya untuk di kupas bibi Jane.

Shelia berjalan menuju meja makan lalu duduk disana menunggu buahnya selesai di kupas bibi Jane.

Tidak lama menunggu, bibi Jane menghampiri dirinya dengan satu piring berisi buah-buahan yang tadi ia pilih.

"Silahkan nona. Jika butuh sesuatu lagi, anda bisa memanggil saya." Kata bibi Jane saat dia meletakkan sepiring buah-buahan di depan Shelia.

"Terimakasih bibi. Bibi Jane boleh istirahat." Jawab Shelia.

Tapi sepertinya bibi Jane enggan untuk beranjak dari sana. Wanita berusia kurang lebih empat puluh tahun itu masih setia berdiri di samping Shelia dengan menjaga jarak.

"Saya akan menunggu anda sampai menyelesaikan makan anda, nona." Ucap bibi Jane dengan tersenyum.

Shelia membalas senyuman itu dengan sedikit canggung. Dia belum terbiasa dengan keadaan ini. Dimana dia selalu dilayani, 'Mimpi apa aku sebelum datang ke negara ini? Sampai terlempar ke dalam rumah ini.' Shelia kembali tersenyum pada bibi Jane, "Bibi mau?" Tawar Shelia pada bibi Jane.

Bibi Jane sedikit terkejut dengan sikap Shelia, tapi dengan cepat ia menormalkan keterkejutannya lalu tersenyum, "Tidak nona, terimakasih." Balas bibi Jane.

"Oh... ya sudah, aku makan sendiri." Shelia pun mulai memakan buah yang ada di piringnya.

Bibi jane melihat Shelia dengan senyum di bibirnya, 'Anda sangat baik nona. Semoga tuan bisa menerima anda." Ucapnya dalam hati.

Setelah menyelesaikan makan buahnya, Shelia ingin mengelilingi mansion ini sebentar, karena sejak kemarin dia belum melihat semua ruangan yang ada di mansion ini.

Tapi tentu saja dia tidak bilang pada bibi Jane. Tadi dia bilang akan kembali ke kamar, jadi bibi Jane pamit untuk istirahat di kamarnya. Shelia ingin melihat-lihat mansion ini sendiri, tanpa di temani bibi Jane atau pelayan lainnya.

Shelia berjalan menyusuri satu persatu ruangan yang ada di mansion bak istana ini. Matanya berbinar kagum saat melihat betapa besar serta luasnya mansion milik suaminya, juga barang-barang mewah serta mahal yang ada di Mansion itu membuat Shelia berdecak kagum, "Ternyata dia sangat kaya, aku tidak menyangka akan menjadi istri dari orang sekaya ini, kalau ponsel ku sudah kembali pada ku, aku akan pamer sama si Ratna, biar dia kepanasan." Shelia tergelak sendiri saat mengatakan itu, tapi tawanya hilang saat mengingat sikap Sherkan padanya, juga wajah pria itu yang datar serta dingin.

Shelia bergidik bukan karena wajah Sherkan tapi karena sikap dingin serta kejam pria itu. Sepertinya Shelia sudah mulai terbiasa dengan wajah buruk suaminya.

Saat sudah puas mengelilingi mansion mewah itu, Shelia memutuskan untuk kembali ke kamar suaminya. Tapi saat dia berjalan sudah agak jauh, Shelia baru menyadari jika ia lupa jalan kembali ke kamar suaminya, sejak tadi dia hanya memasuki ruangan yang berbeda tapi tidak juga menemukan ruang makan. Karena jika sudah berada di ruang makan dia akan tau kemana arah kamar suaminya karena di ruang makan sudah ada lift untuk membawanya ke kamar suaminya.

"Aduh... Arahnya kemana ya? ke kiri atau ke kanan? atau malah lurus ke depan? kalau ke belakang tidak mungkin, tadi aku baru dari arah sana." Shelia tampak berpikir untuk memilih jalan mana yang akan dia pilih, "Ah.. ke kanan aja lah!" Putusnya.

Tapi lagi-lagi dia tidak menemukan jalan untuk kembali ke kamar suaminya, "Huaa... Aku tersesat!!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status