Home / Romansa / Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin / Bab 7 Hari Pertama di Tempat yang Sunyi

Share

Bab 7 Hari Pertama di Tempat yang Sunyi

Author: Sigma Rain
last update Last Updated: 2025-06-22 22:57:08

Debbie menelan ludah dengan sukar, lidahnya mendadak menjadi kelu. Ia merasa menjadi semakin gugup dengan kedekatan antara dirinya dan Eric. “Mengapa kamu mempermainkanku, seperti ini? Apakah kamu pikir aku ini wanita yang tidak mempunyai perasaann?”

Eric menjentikan jarinya tepat di depan wajah Debbie. “Sadarlah! Jangan bermimpi aku akan menyukai wanita sepertimu, karena kau bukan wanita yang bisa memikat hatiku. Mungkin tubuhmu bisa membuatku luluh, karena kita berada di tempat yang tidak ada wanita lainnya.”

Debbie yang tadinya merasa terpengaruh dengan kedekatan Eric. Berubah menjadi amarah. Dengan nada suara yang bergetar, karena emosi. Ia mengatakan kepada Eric dirinya tidak sudi menjadi obyek seksualitas pria itu.

Entah mendapatkan keberanian dari mana Debbie mengulurkan tangan mendorong kasar tubuh Eric. Dan pria itu hanya memberikan tatapan mengejek saja kepadanya. Ia juga membiarkan Debbie berlalu pergi begitu saja dari hadapan pria itu.

Dengan langkah kaki cepat Debbie menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampai di kamar ia langsug merebahkan badan di atas tempat tidur. Namun, karena fikirannya yang tidak tenang membuat ia tidak dapat memejamkan mata.

Bangkit dari berbaringnya Debbie melangkahkan kaki menuju balkon. Berdiri di dekat pagar pembatas balkon dilihatnya langit yang bersinar cerah dengan udara malam yang terasa segar dan dingin menusuk, karena ia hanya memakai gaun tidurnya saja.

Dialihkannya tatapan ke arah jauh ia melihat ada sebuah danau. Yang tampak berkilau terkena pantulan cahaya bulan.

‘Mengapa Eric mengajak istrinya pergi ke tempat seperti ini? Sungguh bukan pilihan yang romantis untuk pergi berlibur. Dasar pria kaku dan dingin,’ gumam Debbie.

“Dan aku tidak memerlukan pendapat dari wanita frigid, seperti dirimu! Siapa kamu yang beraninya berkata seperti itu tentangku!” bisik Eric tepat di telinga Debbie.

Tubuh Debbie menjadi kaku, ia tidak berani bergerak. Badannya yang tadinya terasa dingin sekarang tidak lagi, karena pelukan erat tangan Eric di tubuhnya. Ia merasakan embusan hangat nafas Eric di lehernya. Yang membuat ia merasakan denyir hangat di perut.

“Ma-maaf, saya tidak bermaksud mencela Anda. Hanya saja ini bukanlah tempat yang romantis untuk berlibur dengan wanita yang Anda cintai,” lirih Debbie.

Dengan gerakan pelan Eric memutar tubuh Debbie mengadap dirinya. Ia bahkan dengan sengaja membuat tubuh mereka bergesekan lembut.

Tangan Eric terulur untuk mengusap lembut pipi Debbie dan bergerak ke bibirnya. Jari Eric menekan bibir merah alami Debbie, hingga terbuka.

“Apa yang kau pikirkan? Apa kau mengharap bibirku menggantikan jariku? Dan kenapa detak jantungmu terdengar nyaring? Kau tidak dapat berbohong kepadaku, kalau kedekatan kita mempengaruhimu,” bisik Eric dengan nada suara mengejek.

Debbie menelan ludah dengan sukar, ia benci harus mengakui apa yang dikatakan Eric memang benar. Dan ia  lebih memilih untuk berbohong saja.

Dibasahinya bibir yang terasa kering dengan lidah. Walau ia tau tindakannya itu bisa disalah artikan Eric hendak menggoda pria itu. “Kau salah! Aku hanya merasa takut kita berada di tempat yang terpencil ini hanya berdua saja. Siapa yang akan membantuku, kalau mencelakaiku?”

Eric merendahkan kepalanya, ia menggigit lembut telinga Debbie. Satu tangannya bermain di perut Debbie. Mengusapnya dengan lembut sengaja menggoda wanita itu.

“Kau membuatku terluka dengan pandanganmu kepada diriku begitu kejamnya. Aku tidak akan menyakiti wanita, kalau mereka tidak membuatku marah atau kecewa. Aku akan memberikan kesenangan dan kenikmatan kepada wanita yang tepat.” Eric secara mendadak mendorong Debbie sampai wanita itu terjatuh ke lantai.

Mata Debbie dan Eric bertemu. Mata Debbie menyiratkan rasa terkejut bercampur marah. “Kau memang pria yang kejam! Yang merasa senang mempermainkan perasaan wanita, seolah kau mengganggapnya hanyalah boneka tanpa perasaan.

Eric mengangkat satu alisnya, kemudian berbalik pergi berjalan menuju balkon bagian kamarnya berada. Lalu menghilang di balik pintu kamarnya yang tertutup rapat.

Bangkit dari terduduknya Debbie menyesalkan dirinya. Yang sudah ke balkon, hingga ia harus bertemu dengan Eric lagi.

‘Aku harus menghindari Eric. Pria itu tidak baik untuk kesehatan jantungku,’ batin Debbie.

Dengan langkah pelan ia memasuki kamarnya kembali ia membaringkan badan di atas kasur. Bunyi binatang malam terdengar memecah keheningan. Membuat bulu kuduk Debbie berdiri. Ada rasa takut di hatinya. Karena ia wanita yang lahir dan dibesarkan di kota.

‘Apakah Eric bersedia mengantarkanku ke tempat yang jauh lebih beradab daripada tempat yang sunyi ini?’ batin Debbie.

Berulang kali ia menghela nafas dengan kasar. Tidak tau apa yang akan terjadi dengan esok. Hidupnya yang terbiasa teratur dengan jadwal yang jelas. Sekarang ia harus menebak-nebak apa yang akan terjadi dengan esok,

Lama kelamaan kantuk menyerangnya jua. Hingga ia terlelap dan terbangun oleh suara ketukan di pintu kamarnya.

“Bangunlah, Pemalas! Kau yang harus menyiapkan sarapan untuk kita berdua,” tegur suara dengan nada bariton.

Debbie membuka matanya dan ia menjadi terkejut. Saat melihat jam dinding yang menunjukan waktu sudah pukul 10 pagi. ‘Astaga! Bagaimana bisa aku bangun kesiangan?’

“Tunggu sebentar! Saya akan cuci muka dahulu,” sahut Debbie dengan suara serak.

Beberapa menit berselang Debbie sudah berada di dapur. Namun, ia tidak melihat keberadaan Eric. Ia hanya melihat cangkir bekas kopi, serta piring bekas sarapan.

‘Syukurlah! Eric sudah sarapan aku tidak perlu menyiapkan sarapan untuknya,’ gumam Debbie.

Dibuatnya sarapan untuk dirinya sendiri, kemudian ia langsung menyantapnya di dapur. Ia tidak merasa perlu makan di ruang makan.

Selesai sarapan Debbie memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah tersebut. Karena ia tidak memiliki ide apa yang harus dilakukannya di tempat yang terpencil tersebut.

“Apakah kau berani berenang tanpa memakai pakaian denganku?” tanya sebuah suara tiba-tiba saja yang mengejutkan Debbie.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Badai

    Debbie membalikan badan dan sontak saja rasa takut, serta terkejutnya berubah menjadi emosi. “Lepaskan saya! Saya mau pergi dari tempat terasing ini. Kamu tidak berhak menahanku di sini dan aku akan melaporkanmu kepada polisi!”Bukannya menuruti pemintaan Debbie, Erick justru menurunkan wanita itu secara perlahan menemel badan Eric. Hingga Debbie dapat merasakan panasya badan Erick, walaupun tengah diguyur hujan deras.Erick menempelkan bibirnya tepat di telinga Debbie. “Kenapa kau terlihat terkejut? Pria mana yang tidak akan menjadi bergairah melihat penampilanmu saat ini. Rambut yang berantakan dan pakaian yang tipis menempel ketat memperlihatkan lekuk tubuh.”Dada Debbie naik turun deru nafasnya terdengar cepat. Ia menggigit pundak Erick, agar pria itu melepaskan pegangan di pinggangnya. Karena sentuhan pria itu mulai mempengaruhiya di mana ia seharusnya membenci pria itu.“Kau pria yang kejam! Apa maumu dengan meninggalkanku terkurung di tempat yang terpencil ini? Apakah kau ingin

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Kembali Ditinggal

    Keterpukauan Debbie berubah menjadi emosi dengan galak ia berkata, “TIDAK!”Erick mengangkat pundaknya, kemudian berlalu pergi dari kamar mandi, sambil bersiul. Begitu sudah berada di luar Erick menarik nafas lega. Ia berhasil mencegah dirinya untuk tidak menarik Debbie mengajak sekrretarisnya itu. Bercinta untuk kesekian kalinya.‘Ada apa dengan diriku? Mengapa aku dengan mudah tergoda kepada wanita itu dan melupakan istriku?’ gumam Eric.Ia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampai di kamar Erick melempar handuk yang dipakainya ke atas tempat tidur. Berjalan menuju walking closet. Diambilnya kaos pas badan, serta celana kain. Selesai berpakaian Erick keluar dari kamarnya.Pada saat berada di tengah tangga Erick berpapasan dengan Debbie. Selama sesaat yang singkat keduanya terdiam. Hanya saling pandang dengan tatapan yang tidak dapat dibaca.Debbielah yang lebih dahulu tersadar. Dibasahinya bibir yang terasa kering dengan lidahnya. Ia tidak mau Erick salah menduga dirinya. De

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Kamar Mandi

    Wajah Debbie bersemu merrah, dengan nada suara kesal ia berkata, “Dalam keadaan sedang mabuk saja kamu masih menyebalkan seperti ini.”Sambil mengentakan kaki Debbie berjalan keluar dari kamar mandi tersebut. Namun, baru beberapa langkah ia mendengar suara berdebum benda jatuh dengan keras disertai umpatan nyaring.Debbie bergegas kembali ke kamar mandi ia menjadi ragu hendak mendekat ke arah Eric, yang jatuh tersandar pada dinding kamar mandi dengan luka berdarah di pelipisnya.Suara erangan sakit yang keluar dari bibir Eric membuat Debbie maju mendekat untuk menolong Eric. Berlutut di hadapan Eric yang bertelanjang dada hanya memakai celana dalam. Yang membuat penampilan Eric begitu menggoda mendebarkan jantung Debbie.“Brengsek, kau Debbie! Apakah kau hanya akan diam saja memandangi tubuhku? Dengan matamu yang berseri, gaun tidurmu yang basah, hingga aku dapat melihat dengan jelas isi di balik gaun itu!” ejek Eric.Debbie mengepalkan kedua tangan untuk mengatasi rasa malu, karena

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Mabuk

    “Biarkan saja ia sendirian di sini!” tandas Eric.Eric berjalan keluar dari rumah itu tanpa menoleh ke belakang. Diikuti oleh pegawainya yang juga menjadi sopir pribadinya selama ia berada di pulau tersebut.Mobil yang dikemudikan sopir Eric berhenti di depan sebuah bar yang ada di kota. Jauh dari rumahnya di mana pada saat ini. Turun dari mobil Eric memasuki bar tersebut dan duduk di depan meja bartender.“Buatkan aku minuman paling keras!” perintah Eric kepada bartender.Bartender dengan kepala pelontos itu menatap Eric dengan senyum lebar di wajahnya. Memperlihatkan giginya yang rapi dan putih bersih.“Jadi sudah berapa lama kau berada di pulau ini, Bos? Aku tidak mendengar kedatanganmu kali ini. Apakah kau akan lama berada di pulau ini?” tanya bartender tersebut, sambil meracik minuman untuk Eric.Eric melayangkan tatapan tajam menusuk kepada bartender tersebut. “Kau menjadi cerewet sejak terakhir kita bertemu. Aku tidak perlu menjelaskan apa pun juga kepadamu!”Bukannya marah men

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   BAB 10 Kegelisahan Debbie

    M 3Wajah Debbie menjadi merah seperti kepiting rebus. Ia mengacungkan kepalan tangannya ke arah Eric. “Silakan saja berpuas diri, tetapi saya tidak akan mau mengakui apa pun juga!”Dengan langkah cepat Debbie berjalan meninggalkan Eric. Sesampai di rumah ia langsung masuk kamar dan mengunci pintunya.Berada dalam kamar mandi Debbie menatap pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Pantulan matanya terlihat berbinar dengan rona bahagia. Tangan Debbie terulur mengusap pipinya yang terlihat merona.‘Apa yang terjadi denganku? Aku tidak boleh merasa tertarik sedikit pun juga kepada Eric. Ia sudah menikah. Menyukainya hanya akan membuatku menderita saja,’ batin Debbie.Ia menggeleng berulang kali coba mengusir bayangan percintaannya dengan Eric. Suara desahan terlontar dari bibir Debbie. Dipejamkannya mata, sambil menggigit bibir. Ia merasa benci kepada dirinya yang begitu lemah hingga dengan mudahnya terkena pesona bosnya itu.Beranjak dari depan cermin wastafel Debbie menuju bathub dan

  • Mendadak Menjadi Milik CEO Dingin   Bab 9 Bercinta

    Menggunakan kakinya Debbie menendang lutut Eric. Hingga dirinya berhasil terbebas dari Eric. Dengan nafas yang memburu dan mata menyala karena emosi Debbie menatap tajam Eric. “Simpan jauh-jauh fikiran itu dari kepalamu! Aku tidak akan pernah secara suka rela bersedia kau sentuh.”Eric mengerucutkan bibirnya, ia memandang Debbie dengan santai ia berkata, “Mengapa tidak? Kau begitu menyedihkan hingga membuatku merasa kasian kepadamu. Sekarang berhentilah berpura-pura kau tidak menyukainya.”Wajah Debbie berubah menjadi merah rasa marah dan malu bercampur menjadi satu. Ia tidak mengerti mengapa begitu lihainya Eric bermain kata. Akan tetapi, mengapa juga ia harus merasa heran? Bukankah bosnya itu memiliki sifat yang tidak mudah ditebaknya. Hal itu baru diketahuinya hanya beberapa jam setelah mereka berada di pulau terpencil ini.Jentikan jari Eric tepat di depan wajah menyadarkan Debbie dari lamunannya. Ia menggembungkan pipi dan mengempiskannya kembali. “Saya tidak akan mendebatnya kar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status