Di sisi lain Jakarta
Apartemen sewaan di Cipete. Gita sedang menyusun katalog karya seni untuk portofolionya. Dia membuka email dari Visa Center Korea dan langsung menyipitkan mata karena satu kalimat yang melompat seperti jin keluar dari botol: Permohonan visa Anda ditolak. Alasan: Status sipil Anda tidak sesuai dengan dokumen pernyataan lajang. Dia membaca ulang. Sekali. Dua kali. Lalu tiga kali. “Ha?!” Matanya melebar seperti orang baru sadar lensa kontak dipakai terbalik. Ia membuka dokumen terlampir. Status: Menikah. Nama Suami: Raka Dirgantara. “Apa ini ... prank?!” Ia menengok ke kiri dan kanan mencari kamera tersembunyi di balik tanaman monstera di sudut ruangan. “Gak lucu! Siapa itu Raka?! Kapan gue nikah?!” *** Kembali ke Raka. Dia membuka berkas. Memeriksa Akta, KTP, dan ... SK terbaru dari kantor catatan sipil. Semua resmi. Ada stempel hologram dan tanda tangan petugas. "Pernikahan Sah Dinyatakan di Jakarta Selatan, antara Raka Dirgantara dan Tara Gita Sanjana ...." Raka menutup laptop keras-keras. Kepalanya bergemuruh. Dia mencoba mengingat kemarin. Antrean. Loket. Perempuan di sebelahnya. Namanya Gita ...? “Ya ampun! Itu orang di sebelah gue di loket!” Ia bangkit dan mulai panik. Mencoba menelpon kantor catatan sipil. Nada sambung ... lalu mati. Ia coba W******p nomor resmi. Cuma centang satu. I*******m kantor mereka posting meme kucing jadi PNS. Raka mendengus. “Jadi, sementara ini gue kawin sama stranger?!” *** Di tempat lain, Gita juga sudah menghubungi kantor yang sama. Petugas menjawab lewat email: "Data Anda sudah masuk sistem nasional. Untuk pembatalan status pernikahan, silakan datang berdua dengan pasangan Anda dan bawa dokumen resmi. Kami tidak menerima aduan via email." “BERDUA?! Mana gue kenal dia!” Gita membuka sosial media, mengetik cepat, untung-untungan mencari akun: Raka Dirgantara. Dan benar saja, muncul seorang pria dengan kemeja biru muda di foto profil. Orang yang sempat duduk di sebelahnya kemarin! “Astaga ... Itu dia! Gue cuma ngelucu sama dia dua menit, dan negara malah nganggap kita soulmate?” Gita menatap foto itu seperti melihat musuh bebuyutan, padahal tidak kenal sama sekali. *** Sore hari yang sama sekali jauh dari suasana romantis. Raka akhirnya menemukan akun I*******m Gita dan melihat hasil karya seni yang dipasang apik di akun tersebut. Dia memberanikan diri kirim DM. “Hai, Maaf banget kalau ini aneh, tapi kayaknya kita ... baru saja ... menikah ... kemarin? Bisa ngobrol? Penting!” Gita yang saat itu sedang makan tahu gejrot langsung melotot ke layar. “APAAN SIH INI CREEP!” Tapi sebelum bisa blok, sebuah notifikasi email baru, muncul. Dari Kantor Catatan Sipil: “Reminder: Jadwal validasi data pernikahan pasangan Raka Dirgantara dan Tara Gita Sanjana akan dilakukan 2 hari lagi. Kehadiran Wajib. Bawa fotokopi KK dan bukti tinggal serumah.” “Serumah?! Aturan gila apa lagi ini?!” *** Sore itu, Langit Jakarta masih sama: mendung dengan sedikit ancaman drama. Di apartemen Raka, bel berdentang tak sabar. Dia membuka pintu. Di sana berdiri seorang wanita dengan wajah masam, sambil mengacungkan gulungan email print out ke depan wajahnya seperti mengayunkan pedang, penuh emosi. “Aku Gita, dan kita harus bicara!” Raka berdiri terpaku di depan pintu. Gita, perempuan yang secara administratif adalah istrinya, sedang berdiri dengan ekspresi “aku bisa meledak kapan saja,” dan tangan yang memegang print-an email seperti senjata mematikan. “Jadi … kamu Raka?” tanya Gita memastikan, suaranya datar. Raka mengangguk pelan, “Kamu Gita?” “Ya.” Dia mengacungkan kertasnya. “Kita … menikah?!” Raka menelan ludah. “Aku juga baru tahu. Sumpah. Aku kira kamu pengunjung random waktu itu.” “Dan aku kira kamu tukang fotokopi yang nyasar ke loket 3,” balasnya cepat. Keduanya diam sejenak, kebingungan dalam mencerna apa yang baru saja terjadi. Lalu .… “Apa yang sebenarnya terjadi?!” Mereka berteriak bersamaan. Sejenak, burung-burung di pohon mangga depan apartemen bubar. Lima belas menit kemudian. Mereka duduk di meja makan kecil milik Raka yang entah takdir atau bukan, cuma punya dua kursi . Masing-masing membawa setumpuk dokumen: email, akta, dan sisa-sisa kewarasan. Gita menunjuk surat dari kantor sipil. “Di sini jelas tertulis: kita sudah menikah secara sah. Tertanggal kemarin. Jam 10.42 pagi!” Raka menatap SK digital dengan lesu. Gita, menyedot es kopi yang sudah cair, yang dibawanya sendiri dari warung dekat situ. Raka memegang kepalanya. “Gimana bisa? Apa ini error sistem?” “Mungkin,” kata Gita. “Atau ... kita masuk ke dalam semacam eksperimen sosial super absurd tanpa sadar.” Keduanya menatap satu sama lain dengan aneh. Hening. Lalu .… “HAHAHAHA!” Tawa pecah serempak. Keduanya tertawa seperti dua orang stres yang akhirnya menemukan teman sepenanggungan. “Gini deh,” kata Raka, setelah tawa reda. “Kita harus selesaikan ini. Besok kita ke kantor catatan sipil. Jelaskan bahwa ini kekeliruan. Kita bukan pasangan. Kita bahkan nggak follow satu sama lain di I*******m!” “Gue setuju. Tapi ...,” kata Gita sambil menunjukkan layar ponselnya, “kenapa hari ini kamu tiba-tiba follow aku duluan?” Raka melongo. “Itu karena ... ya masa iya kita nikah, terus nggak kenalan di sosmed?” “Wah, romantis banget. Suami ideal banget,” sindir Gita sarkas. Mereka tertawa lagi, kali ini lebih lepas. Setengah jam kemudian. Gita hendak pamit. “Thanks udah nerima gue datang mendadak. Gue pikir tadi kamu bakal pasang jebakan tikus atau pasang CCTV kayak film thriller Korea.” “Percaya deh, dibanding itu, pernikahan ini jauh lebih menyeramkan.” Saat Gita membuka pintu ingin pulang, matanya menatap selembar surat yang diselipkan ke bawah pintu. Dia memungutnya, membaca cepat, dan langsung pucat. “Apa itu?” tanya Raka. Gita menoleh pelan. “Kamu nggak akan percaya .…” Ia menyerahkan surat itu pada Raka. Raka membaca keras-keras: “Kepada: Pasangan Baru Bapak Raka Dirgantara dan Ibu Tara Gita Sanjana. Sebagai bagian dari verifikasi status, mohon datang Lusa pukul 09.00 ke Kantor Catatan Sipil beserta barang bukti bahwa Anda telah tinggal bersama sebagai pasangan sah. Jika tidak, status pernikahan dianggap batal demi hukum, dan proses pembatalan akan diproses lewat jalur litigasi.” Keduanya saling tatap. “Tinggal bersama?!” teriak mereka bersamaan. Raka menganga. “Maksudnya ... kamu harus pindah ke sini malam ini?!” Gita tampak shock. “Apa ini sinetron kejar tayang?!” Keduanya langsung merasa canggung atas kejutan demi kejutan dari system pernikahan negara ini. Di layar ponsel Raka, masuk satu notifikasi email baru lainnya. Dari HRD Singapura: Final Confirmation: Please ensure documentation is aligned. We will be conducting a video call to meet you and your spouse within 48 hours. Wajahnya memucat. Terlalu banyak kejutan yang diterimanya hari ini.Gita terbangun dengan rasa asing yang tidak bisa dijelaskan. Bukan karena suara alarm, tapi karena … ada suara panci jatuh dari dapur.Dapur?Refleks dia duduk di ranjang dan melirik sekeliling keheranan. Oh iya. Bukan kamarnya sendiri. Ini … apartemennya Raka. Lebih tepatnya, apartemen mereka berdua sekarang.“Astaga,” desahnya sambil memegangi dahi. “Kenapa rasanya seperti tinggal di reality show murahan?”Ia bangkit dan menyeret kaki ke luar kamar. Begitu melongok ke dapur, ia langsung ingin balik lagi ke kasur dan pura-pura tak melihat.Raka, yang entah kenapa sudah lengkap dengan celemek bergambar ayam pakai dasi, sedang bergulat dengan wajan teflon dan telur.“Apa yang kau lakukan?” tanya Gita sinis, menyipitkan mata sambil menguap lebar.“Jangan begitu dong. Aku berbaik hati untuk membuatkan sarapan perdana kita sebagai ... yah, pasangan eksperimen,” jawab Raka, tanpa menoleh. Dia sedang sangat serius. “Kau mau omelet atau telur setengah matang?”“Aku mau kamu jauh dari dapur!”
“Sebuah pesan masuk ke ponsel Gita petang itu saat dia asik mengelus daun monstera dengan selembar tissue basah.“Kita harus bicarakan urusan tinggal Bersama ini secara serius!” Begitu pesan pesan Raka, disertai tanda seru besar dan tebal.“Enak aja. Ogah!” Sebuah balasan terkirim, disusul emotikon bibir manyun yang menurut Gita sangat menggemaskan.“Kalau gitu, selamanya kau jadi istriku … dan tidak bisa menikahi orang yang kaucintai nanti!”Sebuah pesan susulan masuk juga dengan cepat. “Pikirkan baik-baik!”“Kau kira aku seharian ini ndlosor di lantai, uring-uringan gini karena hobby? Kepalaku mau pecah mikirin keruwetan ini!” Gita berteriak kasar sambil melempar lembaran tissue yang kini sudah penuh noda debu. Gadis itu jatuh lunglai karena Lelah berpikir sehariaan. Kanvas yang tadi dia pasang di tiang, tak tersentuh sama sekali. Tube-tube cat menunggu sentuhan halus jemari Gita. Diraihnya ponsel dan menulis pesan dengan ketukan jari yang lincah. “Bagiku, semua ini tak sederhana.
“Silakan baca sendiri aturan barunya di lampiran Undang-Undang Pernikahan Negara Pasal 45A. Atau, kalau mau repot, datang saja langsung ke pengadilan untuk tahu syarat-syarat perceraian bagi pasangan baru.”Petugas itu mengucapkannya sambil menghela napas panjang, lalu menutup berkas di depannya seperti baru saja menyampaikan ramalan buruk. Ia tak peduli pada dua orang yang tengah berdebat dengan volume yang bisa membangunkan nenek moyang kantor itu.“Ayo ke pengadilan sekarang!” seru Gita, berdiri dengan semangat seperti baru mendapat misi penyelamatan dunia.“Aku harus masuk kantor! Ini hari pertamaku balik kerja!” sanggah Raka, memegangi jidatnya yang mulai cenut-cenut.“Tidak!” Petugas itu menepuk meja. “Kalian berdua harus menghadiri Pertemuan Verifikasi Pasangan Baru di lantai 3. Dua menit lagi acara dimulai. Lewat dari itu, harus daftar ulang minggu depan!”“Kami nggak butuh omong kosong seperti itu!” jawab Raka dan Gita serempak. Keduanya tampak kaget karena terlalu sering sep
Pagi sekali, Raka sudah menjemput Gita di apartemennya. Mereka harus ke kantor Catatan Sipil untuk membatalkan pernikahan itu. Berharap segalanya masih bisa diperbaiki.Raka buka suara. “Kurasa lebih baik gak usah dibatalkan lagi. Bukankah tidak lucu jika status pernikahanku tiba-tiba harus diubah lagi? Apa yang akan dikatakan Bu Meilin?” “Apakah sekarang itu urusanku? Bukankah aku juga punya hak untuk mencapai impianku ke Seoul!” Gita berkata dengan nada ketus. “Aku harus segera mengkonfirmasi status lajangku jika ingin mendapatkan posisi yang kuincar di Seoul!”Raka menyadari emosi Gita yang sedang naik pagi ini, jadi dia berhenti mendesakkan keinginannya sendiri. Apa pun yang akan terjadi, maka biarkan saja. Mengingat totalitas Gita kemarin saat mendampinginya melewati wawancara dengan HRD Kantor Pusat, rasanya sekarang adalah gilirannya mendukung Gita.“Baiklah … mari kita coba.” Raka menganggguk lalu membuang muka ke luar jendela mobil, mengamati jalanan macet, menyembunyikan ke
Pagi sekali, Gita sudah berdiri di depan apartemen Raka sambil menghela napas panjang, menyembunyikan rasa nelangsa.“Sumpah ... hidup gue berubah drastis dalam 24 jam,” gumamnya. “Dari calon seniman ekspat Seoul ... jadi istri ‘resmi’ cowok yang bahkan gue belum tau golongan darahnya.”Raka membuka pintu dalam kaos oblong dan celana training, wajahnya penuh keraguan. “Kok kamu bawa koper?”Sambil cemberut, Gita menyeret koper kecilnya masuk. “Nggak usah tanya! Auraku harus tetap elegan walau dalam kehancuran!”Apartemen Raka yang biasanya sepi dan berbau kopi sachet, mendadak seperti lokasi syuting sitkom TV. Gita menata ulang apartemen minimalis itu dengan sentuhan tangannya, hingga terlihat seperti rumah sungguhan.Raka sibuk menyetrika kemeja, sementara Gita dengan rambut awut-awutan sehabis berbenah, duduk di meja makan sambil makan roti isi abon dari minimarket.“Lo serius mau pura-pura nikah di depan HRD Singapura?” Gita mengulangi pertanyaan yang sama dengan tadi malam. Itu p
Di sisi lain JakartaApartemen sewaan di Cipete.Gita sedang menyusun katalog karya seni untuk portofolionya. Dia membuka email dari Visa Center Korea dan langsung menyipitkan mata karena satu kalimat yang melompat seperti jin keluar dari botol:Permohonan visa Anda ditolak.Alasan: Status sipil Anda tidak sesuai dengan dokumen pernyataan lajang.Dia membaca ulang. Sekali. Dua kali. Lalu tiga kali.“Ha?!”Matanya melebar seperti orang baru sadar lensa kontak dipakai terbalik.Ia membuka dokumen terlampir.Status: Menikah.Nama Suami: Raka Dirgantara.“Apa ini ... prank?!”Ia menengok ke kiri dan kanan mencari kamera tersembunyi di balik tanaman monstera di sudut ruangan.“Gak lucu! Siapa itu Raka?! Kapan gue nikah?!”***Kembali ke Raka.Dia membuka berkas. Memeriksa Akta, KTP, dan ... SK terbaru dari kantor catatan sipil. Semua resmi. Ada stempel hologram dan tanda tangan petugas."Pernikahan Sah Dinyatakan di Jakarta Selatan, antara Raka Dirgantara dan Tara Gita Sanjana ...."Raka m