Home / Romansa / Mendadak Nikah Karena Salah Berkas / Bab 3. Akting Ciamik di Depan HRD

Share

Bab 3. Akting Ciamik di Depan HRD

Author: Mister Clown
last update Huling Na-update: 2025-05-31 12:01:34

Pagi sekali,

Gita sudah berdiri di depan apartemen Raka sambil menghela napas panjang, menyembunyikan rasa nelangsa.

“Sumpah ... hidup gue berubah drastis dalam 24 jam,” gumamnya. “Dari calon seniman ekspat Seoul ... jadi istri ‘resmi’ cowok yang bahkan gue belum tau golongan darahnya.”

Raka membuka pintu dalam kaos oblong dan celana training, wajahnya penuh keraguan. “Kok kamu bawa koper?”

Sambil cemberut, Gita menyeret koper kecilnya masuk. “Nggak usah tanya! Auraku harus tetap elegan walau dalam kehancuran!”

Apartemen Raka yang biasanya sepi dan berbau kopi sachet, mendadak seperti lokasi syuting sitkom TV. Gita menata ulang apartemen minimalis itu dengan sentuhan tangannya, hingga terlihat seperti rumah sungguhan.

Raka sibuk menyetrika kemeja, sementara Gita dengan rambut awut-awutan sehabis berbenah, duduk di meja makan sambil makan roti isi abon dari minimarket.

“Lo serius mau pura-pura nikah di depan HRD Singapura?” Gita mengulangi pertanyaan yang sama dengan tadi malam. Itu pula yang membuatnya datang ke sini pagi-pagi untuk menyulap apartemen pria itu agar terlihat layak ditempati oleh pasangan suami istri muda.

“Serius. Gue udah kerja keras 5 tahun, dan promosi ini cuma tinggal ... wawancara pasangan. HRD-nya idealis banget. Katanya, kalau mau ditempatkan di luar negeri, harus stabil di kehidupan pribadi juga.”

“Wah ... jadi sekarang lo kayak ... prajurit yang wajib punya pendamping hidup sebelum dikirim ke medan perang?”

“Yup. Dan lo pasangan latihan gue.”

Gita mengangguk dramatis. “Baiklah, Letnan Raka. Gue siap berjuang demi nusa, bangsa, dan ... masa depan gaji lo.”

Pukul 09.00 pagi.

Layar laptop terbuka. Video call HRD Singapura dimulai.

Seorang perempuan berwajah serius muncul di layar. “Mr. Raka Dirgantara and ... Mrs. Tara Gita Sanjana?”

Keduanya saling lirik.

“Iya. Kami hadir,” jawab mereka serempak, dengan senyum canggung yang lebih mirip dua orang yang ketahuan habis nyolong tahu isi di kantin.

“Bagus. Kami hanya akan tanya beberapa hal ringan. Anda berdua sudah menikah sejak ... tiga hari lalu, ya?”

Gita spontan menjawab, “Iya, tiga hari lalu. Tapi rasanya kayak tiga tahun.”

Raka mencubit pahanya sendiri. “Maksudnya ... karena kita intensif belajar saling mengenal. Hehe.”

“Bagus. Kami hanya ingin pastikan bahwa hubungan ini ... genuine.”

“Genuine sekali, Bu. Saya bahkan sudah tahu kalau suami saya ini ...” Gita melirik isi kulkas, “... punya enam botol saus sambal dari tiga merek berbeda.”

Raka menimpali, “Dan saya baru tahu istri saya bisa pakai sheet mask sambil makan kerupuk. Multi-tasking luar biasa.”

HRD mengangguk. “Baiklah. Nanti sore kami akan hubungi kembali untuk wawancara tahap dua. Kali ini, kami akan meminta Anda menunjukkan rumah Anda sebagai tempat tinggal pasangan sah. Kami ingin lihat ... chemistry-nya.”

Setelah panggilan berakhir, keduanya saling menatap, lalu jatuh ke sofa dengan napas tertahan. Lega? Belum!

“Gawat. Mereka bakal datang virtual sore ini.” kata Gita putus asa.

Dia yang semula mengira wawancara HRD itu hanya akan berlangsung sekali dan dalam waktu singkat saja sebagai formalitas., kini harus menelan kecewa.

“Dan kita harus kelihatan ... seperti pasangan bahagia.”

“Jika terus terjebak di apartemenmu, kapan akan mengurus pembatalan pernikahan ini?” tanya Gita sewot.

“Besok pagi kita datang ke sana, bersama,” janji Raka.

“Ada jadwal validasi data pernikahan. Kita harus datang bersama.” Gita mengingatkan.

“Aku akan menjemput ke apartemenmu.” Raka memutuskan dengan segera.

“Jika gagal?” Gita memandang ragu dan skeptis.

“Kita langsung ke Kantor Pengadilan dan mengajukan gugatan pembatalan Nikah!”

Gita merasa sedikit tenang karena Raka dapat mengatur jadwal dengan cepat dan efisien.

***

Lima menit sebelum wawancara kedua HRD Singapura.

Apartemen Raka sudah berubah seperti set sinetron keluarga. Di atas meja: dua gelas teh manis, sepiring pisang goreng hangat (hasil beli di depan gang), dan bingkai foto dadakan berisi selfie mereka berdua yang di-print pagi tadi. Pose: tersenyum kikuk, latar belakang wastafel bocor.

“Kenapa selfie kita kayak iklan pasta gigi yang gagal audisi?” keluh Gita.

Raka menyesap teh. “Karena gigi lo cuma keliatan setengah, dan gue terlalu tegang kayak orang ditodong debt collector.”

***

Video call dimulai.

Wajah tegas Bu Meilin dari HRD Singapura muncul di layar.

"Selamat sore, Mr. Raka dan Mrs. Gita. Kami akan melakukan sesi observasi ringan. Anggap saja seperti ... home visit virtual."

Gita langsung berdiri dengan ekspresi ala presenter kuliner.

"Selamat datang di rumah kami! Ini ruang tamu ... tempat kami berdiskusi, berdebat soal menu makan malam, dan nonton drama Korea bareng, meskipun suami saya sering ketiduran."

Raka nyengir. "Soalnya dramanya 16 episode, dan 15 episodenya isinya orang saling mandang doang."

HRD Meilin tertawa kecil. "Terdengar natural. Lanjutkan."

Mereka mengarahkan kamera ke dapur. Di kulkas, tempel-tempelan magnet dengan tulisan:

"I Love My Spouse (Even When They Steal My Fries)"

Gita mendesis, “Serius, Raka? Magnet ini lo beli tadi pagi, ya?”

“Investasi masa depan,” bisik Raka. “Biar kita bisa dapat cuti pasangan ke Bali.”

Pukul 16.08 - Sesi pertanyaan dimulai.

"Mrs. Gita, apa kebiasaan paling aneh suami Anda?"

Gita tersenyum manis. “Hmm … Dia suka nyanyi di kamar mandi, tapi lagunya selalu … jingle iklan toko elektronik.”

Raka mendongak. “Hah?! Itu lagu ‘Diskon Heboh Hari Rabu’? Itu catchy, tahu!”

Gita melengos mendengar jawaban spontan Raka.

"Mr. Raka, apa makanan favorit istri Anda?"

Raka menatap Gita lalu menjawab cepat, “Cokelat. Tapi bukan yang murah. Yang Belgia. Harus pahit sedikit, manisnya elegan. Kayak dia.”

Gita tercekat sebentar. Sial. Jawaban itu terdengar tulus banget. Padahal dia tahu Raka bukan aktor. Atau jangan-jangan ...?

***

Sesi wawancara selesai.

Bu Meilin mengangguk puas. “Saya akan laporkan ke atasan saya bahwa Anda berdua terlihat ... cocok. Kami akan lanjutkan prosesnya. Terima kasih untuk waktu Anda.”

Begitu layar laptop mati, keduanya saling menatap, kelelahan, tapi juga ... entah. Ada rasa canggung menggantung di udara.

“Wah, kita hebat juga ya. Gagal dalam administrasi, sukses dalam akting,” kata Gita.

Raka mengangguk. “Kita beneran ... lumayan bagus jadi pasangan bohongan.”

Mereka tertawa sebentar .... lalu hening. Canggung.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 25. Retreat Pasangan Hari Kedua

    Pagi sekali setelah sarapan, semua pasangan diarahkan ke tempat pertemuan di tengah taman indah yang dikelilingi pepohonan. Suasana sangat mendukung bagi pasangan-pasangan baru untuk menemukan chemistry di antara mereka. Gita dan Raka duduk di baris kedua dan memperhatikan panitia yang masih sibuk menyiapkaan perlengkapan di depan sana. “Lo yakin ini tempat retreat pasangan? Bukan ... sekte?” bisik Gita.“Lo pikir gue ngerti? Mereka ngasih kita jadwal padat banget. ‘Sesi keintiman pagi’? ‘Menanam harapan bersama’? Kayak ikut pelatihan MLM,” sahut Raka sambil menunjukkan brosur yang dibagikan panitia.Di sisi lain, pasangan-pasangan muda lainnya duduk rapi. Seperti juga Gita dan Raka, mereka mengenakan seragam kaus putih bertuliskan: Cinta Butuh Bukti. Beberapa terlihat semangat, yang lain tampak mengantuk dan lesu karena olah raga malam.Gita berbisik, “Mereka ... kayak ... benar-benar ikhlas ikut ini.”“Dan kita? Total bohong,” gumam Raka.Seorang wanita muda berpakaian kasual sewar

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 24. Antara Bali dan Kelengkapan Dokumen

    “Raka, Retreat kebangsaan dijadwal minggu depan.”“Trus kenapa?” tanya Raka yang heran dengan ekspresi bingung Gita.“Aku pikir ... itu masih dua minggu lagi. Bukan ... barengan dengan rencana ke Bali!”Raka terkejut. Suasana pagi yang awalnya tenang dan santai berubah jadi arena debat kecil.“Git, kita gak bisa batalkan retreat itu. Itu salah satu persyaratan wajib. Kalau gak ikut, nanti proses pencatatan pernikahan kita bisa macet.”Gita mendesis frustrasi. “Dan kalau gak ke Bali, Mama Papamu bisa ngambek tujuh turunan! Mereka udah pesan hotel di Seminyak, tiket pesawat juga! Masa cuma dianggurin begitu aja?”“Pilihannya cuma dua,” Raka mendudukkan diri di sebelahnya. “Batalin Bali atau batalin ... legalitas pernikahan.”Gita mengerang. “Bisa gak sih negara ini bikin aturan yang lebih manusiawi? Orang baru nikah disuruh ikut Retreat Wawasan Kebangsaan! Itu acara pasangan apa pelatihan bela negara sih?”Keduanya terdiam bingung. Mereka memang tak punya pilihan lain. Bali, surga yang

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 23. Ancaman Rangga

    “Jadi, kau yang melakukan hal kotor seperti ini?” Maya menatap Rangga tajam, menahan kemarahan yang siap meledak.Rangga menjatuhkan rokoknya ke paving block dan menginjaknya sekalian dengan ujung sepatu. “Kurasa ini cara yang paling cepat mendapatkan perhatianmu!”“Apa kau gila? Urusan kita berdua, tak ada hubungannya dengan Raka!” Suara Maya memekik karena emosi. Dia sudah tak tahan dengan sikap Rangga yang sama sekali tak peduli jika harus menyakiti orang lain, asal tujuannya tercapai.“Aku tak suka diabaikan!” Rangga menatap Maya tajam.“Baik!” Maya berusaha meredakan emosi dengan menghela napas panjang. Beberapa orang di sana memperhatikan mereka berdua. Dia tak ingin muncul lagi berita skandal tentang dirinya, yang mungkin berimbas pada Tessa Nadira.“Kita sudah bertemu. Jadi, apa maumu sekarang?” Suaranya yang kembali tegas karena pengendalian diri, membuat Rangga menyipitkan mata tak suka. Tangannya mencengkeran siku Maya dan berbisik mengancam, “Kalau kau mau berita viral it

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 22. Luka dan Penyesalan

    Maya menatap kosong ke cermin besar di ruang ganti. Bayangan dirinya dalam balutan blazer mahal dan wajah sempurna hasil sapuan kuas make-up tak bisa menutupi kehampaan yang menyelinap di balik matanya. Cermin itu memantulkan sosok yang tampak tenang, padahal dalam dirinya, sesuatu tengah berantakan.Pikiran Maya belum bisa lepas dari kejadian di mall semalam. Dari cara Gita meledak di depan mantan kekasihnya, hingga bagaimana Raka dengan sabar menenangkan gadis itu seperti suami yang benar-benar peduli. Bukan sandiwara. Bukan pura-pura. Bukan seperti masa lalu mereka.Tiba-tiba ponselnya bergetar di meja rias. Nama “Rangga” muncul di layar. Napas Maya tertahan sejenak, tapi ia tetap mengangkatnya.“Aku sibuk,” katanya dingin.Suara dari seberang terdengar berat, penuh dominasi. “Kamu ke mana semalam? Kenapa nggak balas pesan?”“Karena aku memang nggak mau membalas,” sahut Maya tegas.“Jangan main-main, Maya. Aku bisa datang sekarang juga ke kantormu.”“Kau pikir itu akan menakutiku?”

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 21. Pertemuan Tak Terduga

    “Aku beneran harus ikut?” tanya Gita dengan tatapan sayu dari balik bantal. Rambut acak-acakan dan piyama lusuh, membuatnya tampak seperti anak kost yang malas bangun di akhir pekan.“Ya,” jawab Raka mantap, sambil menggoyangkan remote tv di tangan sebagai ancaman. “Apartemen kita kekeringan logistik. Kulkas cuma isi es batu yang menggumpal dan saus sambal yang expired dua minggu lalu.”Gita mengerang. “Tapi hari ini tuh, hari rebahan nasional!”“Peringkat kedua setelah ‘Hari Pencucian Baju Global’. Tapi sayangnya, hari ini kita masuk agenda: belanja bulanan dan ngisi lemari es. Jadi tolong, bangun dan ganti baju. Jangan sampai ada yang ngira gue nyulik anak sekolahan.” Raka mematikan televisi untuk menunjukkan keseriusannya.Gita mendengus, tapi tetap bangun. Dua puluh menit kemudian, dia muncul dengan hoodie biru dan celana jeans, lengkap dengan tote bag besar yang tampak seperti siap menyelundupkan 20 liter minyak goreng ilegal.“Siap.” Gita menyeringai.Sesampainya di supermarket

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 20. Nasionalisme Rumah Tangga

    “Kamu yakin semua dokumen sudah lengkap?” tanya Gita sambil melipat selembar kertas foto keluarga yang sudah dicetak tadi malam. Tiga lembar foto: satu Gita bersama ayah dan ibunya, satu Gita bersama Raka dan kedua orang tuanya, dan satu lagi yang sedikit diedit agar terlihat formal dan bahagia.Raka merapikan kemejanya di depan cermin. “Sudah. Aku cek dua kali semalam. Yang belum lengkap cuma kesabaran kita.”Mereka berdua tertawa pelan, seolah ingin menyemangati diri. Meski begitu, Gita belum bisa menyingkirkan perasaan tidak enak yang mengganjal sejak pagi. Kantor Pencatatan Pernikahan bukan tempat menyenangkan, apalagi jika kamu harus bolak-balik melengkapi berkas pasangan baru agar mereka bisa mendaftarkan perceraian secepat mungkin. Sesuatu yang terasa tragis, jika dipikirkan oleh kacamata awam.Di kantor itu, mereka kembali duduk di ruang tunggu dengan wajah pasrah. Petugas yang sempat mereka temui sbelumnya, menyapa, “Selamat pagi. Kalian pasangan yang … kemarin, ya?”“Ya,” s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status