Home / Romansa / Mendadak Nikah Karena Salah Berkas / Bab 6. Kontrak Tinggal Bersama

Share

Bab 6. Kontrak Tinggal Bersama

Author: Mister Clown
last update Last Updated: 2025-06-03 23:12:32

“Sebuah pesan masuk ke ponsel Gita petang itu saat dia asik mengelus daun monstera dengan selembar tissue basah.

“Kita harus bicarakan urusan tinggal Bersama ini secara serius!” Begitu pesan pesan Raka, disertai tanda seru besar dan tebal.

“Enak aja. Ogah!” Sebuah balasan terkirim, disusul emotikon bibir manyun yang menurut Gita sangat menggemaskan.

“Kalau gitu, selamanya kau jadi istriku … dan tidak bisa menikahi orang yang kaucintai nanti!”

Sebuah pesan susulan masuk juga dengan cepat. “Pikirkan baik-baik!”

“Kau kira aku seharian ini ndlosor di lantai, uring-uringan gini karena hobby? Kepalaku mau pecah mikirin keruwetan ini!”

Gita berteriak kasar sambil melempar lembaran tissue yang kini sudah penuh noda debu. Gadis itu jatuh lunglai karena Lelah berpikir sehariaan. Kanvas yang tadi dia pasang di tiang, tak tersentuh sama sekali. Tube-tube cat menunggu sentuhan halus jemari Gita.

Diraihnya ponsel dan menulis pesan dengan ketukan jari yang lincah. “Bagiku, semua ini tak sederhana. Ada impactnya untuk keluargaku. Jujur saja, makin kupikirkan caranyaa, makin sakit kepala!”

Lama dipandanginya ponsel, menunggu balasan pesan dari Raka. Hingga dia kesal dan pergi ke balkon untuk menikmati sisa senja di langit yang mulai menggelap.

“Kau sudah makan malam?” Pesan Raka masuk satu jam kemudian.

“Apa kau mau mentraktirku?” balas Gita cepat. Dia sedang malas melakukan apa pun.

“Turunlah! Kutunggu di lobby!”

“Hah?!” Gita duduk di tepi tempat tidurnya. Matanya menatap ponsel tak percaya.

“Kau sudah di bawah?” tanyanya tak percaya.

“5 Menit tak kelihatan, aku pergi!”

Sebuah pesan balasan yang dingin.

“Aku turun!” Balas Gita cepat. Secepat dia meraih tas selempang rajut kecil dan memenuhinya dengan dompet serta ponsel. Kemudian lari menuju lift lobby.

Lift berdenting pelan. Gita nyaris menabrak seorang ibu hamil yang sedang ingin keluar lift.

“Maaf, Bu!” katanya sambil menahan pintu agar si ibu bisa keluar dengan aman sebelum dia masuk untuk turun ke lobby. Begitu pintu tertutup lagi, Gita menarik napas dalam.

“Astaga, kenapa seperti ini hidup gue sekarang ya? Disuruh turun dadakan sama cowok yang bahkan nggak gue pilih buat jadi suami?!” gerutunya, sambil memperbaiki posisi tas di bahu.

Sesampainya di lobby, mata Gita langsung mencari sosok jangkung itu. Raka berdiri seperti papan pengumuman: tinggi, tegap, dengan raut wajah yang sok serius seperti mahasiswa mau sidang skripsi.

“Cepet juga turunnya,” ujar Raka, suaranya datar.

“Apa lu pikir gue gak kepingin ngebatalin pernikahan konyol ini?” balas Gita nyolot. “Ini menyangkut harkat dan martabat gue sebagai wanita!”

Raka tersenyum miring. “Makanya, kita bicarain ini baik-baik. Gue udah pesen tempat di atas.”

“Atas?” Gita menunjuk ke langit-langit dengan ekspresi jengkel karena merasa dikerjai. “Kalau memang di atas, kenapa nyuruh gue turun segala? Kan gue bisa nyusul ke atas tanpa harus turun ke lobby!”

Raka hanya tersenyum sumbang sambil melangkah ke lift dan masuk lebih dulu tanpa mengindahkan Gita sama sekali.

Tempat yang dimaksud ternyata rooftop café di lantai 20, dengan pemandangan lampu kota yang cantik dan harga kopi yang nggak manusiawi. Tapi Gita memutuskan untuk tidak protes. Setidaknya dia nggak masak malam ini.

“Nih,” ujar Raka sambil mengeluarkan selembar kertas dari map hitamnya. “Draft perjanjian tinggal bersama. Supaya nggak salah paham dan semua sesuai syarat negara.”

Gita mendecak sambal menganggukkan kepala seirama musik. “Buset, beneran? Kayak drama Korea banget gak sih.”

“Gue bukan mau ngajak lu jatuh cinta, Git. Ini cuma soal kelangsungan hidup. Kalau nggak tinggal bareng, kita nggak bisa ngajuin pembatalan nikah. Kalau nggak bisa ngebatalin, lu nggak bisa nikah sama siapa pun. Gue juga sama.”

Gita mengambil kertas itu dan mulai membaca keras-keras.

“Pasal satu. Para pihak sepakat untuk tinggal bersama selama jangka waktu minimal enam bulan terhitung sejak tanggal penandatanganan perjanjian ini .…”

“Pasal dua. Para pihak tidak berkewajiban untuk melakukan hubungan suami istri .…”

“Pasal tiga. Segala bentuk urusan pribadi tetap menjadi tanggung jawab masing-masing ….”

“Wah, pasal dua nih yang gue suka,” ujar Gita sambil mengacungkan jempol.

Raka nyengir. “Santai, gue juga ogah nyentuh lu. Kita ini dua orang asing yang dicomblangi sistem negara gara-gara berkas tertukar.”

“Lu yakin nggak salah universe?”

“Gue juga curiga. Tapi ya udah kejadian.”

Gita menghela napas panjang. “Jadi … kita tinggal di mana? Di tempatmu, atau tempatku?”

Raka menatap Gita serius. “Apartemen lu berapa luas?”

“Itu apartemen sewa type studio. Tadinya gue mau tinggal di apartemen temen, tapi dia justru sedang di luar kota. Jadi, mendadak nyari apartemen studio untuk sebulan ini, nunggu urusan visa selesai.” Gita cemberut membayangkan kerumitan jalan hidupnya kini.

Raka mengangguk cepat. “Apartemen gue kamarnya dua. Jadi lu bisa pindah ke sana. Kita nggak akan tidur sekasur, tenang aja. Gue punya kamar sendiri. Dan lu juga.”

“Wah, pinter juga milih kata-katanya. Gue jadi kayak tamu di kosan orang.” Gita tertawa getir.

“Gue sih mikirnya kayak lu main reality show: nikah dadakan bareng orang asing, tinggal bareng, dan saling bertahan sampai episode final.”

Gita tertawa lemas. “Gue bukan artis FTV, Raka.”

“Tapi hidup kita lebih drama dari FTV,” sahut Raka cepat. “Jadi gimana? Lu mau tanda tangan sekarang?”

“Gue mau tambahin pasal-pasal penting!” ujar Gita cepat.

“Apa?” Raka menatapnya penuh kecurigaan.

“Gue nggak nyuci celana dalem kamu.”

Raka angkat alis. “Oke... noted.”

“Dan jangan pernah ngelirik, waktu gue cuci muka. Itu momen sakral.”

“Got it.”

“Dan jangan asal-nyetel playlist kamu. Gue trauma denger orang yang nyetel lagu sambil mandi. Itu selalu menandakan psikopat.”

Raka menyeringai. “Berarti aku harus uninstall playlist dangdut remix?”

“Bakar sekalian.”

Mereka akhirnya tertawa kecil, walau senyum mereka masih menyimpan 1% kecurigaan dan 99% kejanggalan.

Raka memperhatikan Gita yang menuliskan syarat-syaratnya sendiri. Pria mud aitu tersenyum begitu saja tanpa sadar.

Gita memutar mata. “Lu bawa pulpen warna biru?”

“Selalu.” Raka menyodorkan pulpen metalik dengan inisial 'R.D.' terukir di badan pulpen. Serius amat, pikir Gita.

Dia ragu sejenak, lalu menandatangani perjanjian itu. Raka juga melakukan hal yang sama.

“Kita resmi tinggal bareng. Secara administratif.”

“Dan secara psikologis, kita tetap dua orang yang saling ilfeel,” sahut Gita cepat.

***

Dua jam berikutnya, Gita kembali berdiri di depan unit apartemen milik Raka. Gita memandangi interior yang bersih dan rapi setelah ditinggalkannya dua hari lalu. Terlalu rapi untuk ukuran cowok lajang. Di atas rak sepatu, sekarang ada tanaman lidah mertua yang tampak segar.

“Apa lu selalu begini?” tanya Gita sambil menyeret kopornya masuk. Raka ikut menarik tas lain yang lumayan berat.

“Kenapa? Nggak cukup berantakan buat cowok?”

“Justru itu. Terlalu beres. Jangan-jangan elu psycho.”

“Gue OCD,” sahut Raka datar.

“Oh. Oke.”

“Lu bisa pake kamar sebelah kanan. Ada lemari, meja kerja, AC. Tapi jangan ubah posisi furnitur. Gue udah ukur semua pake penggaris.”

Gita menatap Raka tajam. “Gue punya hak hidup layak sebagai manusia loh.”

“Dan gue punya hak untuk tidak kehilangan akal sehat karena lemari tiba-tiba pindah 10 cm dari posisi semula.”

“Huh!” Gita menggerutu dan mulai menyesal kenapa dia yang pindah ke sini.

***

Malam itu, Gita akhirnya mendarat di kasur empuk di kamar barunya. Dia memandangi plafon dan berpikir, hidupnya benar-benar jungkir balik dalam beberapa hari saja.

Dari calon seniman bebas, jadi istri sah seseorang yang bahkan belum pernah ngajak dia nonton bioskop.

Saat hendak memejamkan mata, notifikasi ponsel berbunyi. Sebuah pesan dari Raka.

“Besok kita harus foto bareng. Buat syarat verifikasi tinggal bersama. Bikin kelihatan mesra ya.”

Gita membalas cepat:

“Oke. Tapi abis itu gue bebas lempar remote kalau lu ngorok ya.”

Balasan Raka muncul dalam dua detik:

“Ngorok? Gue tidur pake earplug, justru lu yang harusnya waspada kalau suka nyanyi waktu tidur.”

Gita menahan tawa. “Gila nih orang,” gumamnya.

Tepat saat dia meletakkan ponsel, ada suara ketukan pelan di dinding pembatas kamarnya. Suara dari arah kamar Raka.

“Git,” terdengar suara Raka memanggil.

“Apa lagi? Udah hampir tengah malem!” sahut Gita malas.

“Lu ... beneran bisa masak, kan?”

“Hah?!”

“Karena gua baru inget, gua nggak bisa makan mi instan terus selama enam bulan ke depan .…”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Seruling Emas
wkwkwkk.. akhirnya tinggal bersama jg ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 7. Pagi Pertama di "Rumah Tangga"

    Gita terbangun dengan rasa asing yang tidak bisa dijelaskan. Bukan karena suara alarm, tapi karena … ada suara panci jatuh dari dapur.Dapur?Refleks dia duduk di ranjang dan melirik sekeliling keheranan. Oh iya. Bukan kamarnya sendiri. Ini … apartemennya Raka. Lebih tepatnya, apartemen mereka berdua sekarang.“Astaga,” desahnya sambil memegangi dahi. “Kenapa rasanya seperti tinggal di reality show murahan?”Ia bangkit dan menyeret kaki ke luar kamar. Begitu melongok ke dapur, ia langsung ingin balik lagi ke kasur dan pura-pura tak melihat.Raka, yang entah kenapa sudah lengkap dengan celemek bergambar ayam pakai dasi, sedang bergulat dengan wajan teflon dan telur.“Apa yang kau lakukan?” tanya Gita sinis, menyipitkan mata sambil menguap lebar.“Jangan begitu dong. Aku berbaik hati untuk membuatkan sarapan perdana kita sebagai ... yah, pasangan eksperimen,” jawab Raka, tanpa menoleh. Dia sedang sangat serius. “Kau mau omelet atau telur setengah matang?”“Aku mau kamu jauh dari dapur!”

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 6. Kontrak Tinggal Bersama

    “Sebuah pesan masuk ke ponsel Gita petang itu saat dia asik mengelus daun monstera dengan selembar tissue basah.“Kita harus bicarakan urusan tinggal Bersama ini secara serius!” Begitu pesan pesan Raka, disertai tanda seru besar dan tebal.“Enak aja. Ogah!” Sebuah balasan terkirim, disusul emotikon bibir manyun yang menurut Gita sangat menggemaskan.“Kalau gitu, selamanya kau jadi istriku … dan tidak bisa menikahi orang yang kaucintai nanti!”Sebuah pesan susulan masuk juga dengan cepat. “Pikirkan baik-baik!”“Kau kira aku seharian ini ndlosor di lantai, uring-uringan gini karena hobby? Kepalaku mau pecah mikirin keruwetan ini!” Gita berteriak kasar sambil melempar lembaran tissue yang kini sudah penuh noda debu. Gadis itu jatuh lunglai karena Lelah berpikir sehariaan. Kanvas yang tadi dia pasang di tiang, tak tersentuh sama sekali. Tube-tube cat menunggu sentuhan halus jemari Gita. Diraihnya ponsel dan menulis pesan dengan ketukan jari yang lincah. “Bagiku, semua ini tak sederhana.

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 5. Pertemuan Pasangan Baru

    “Silakan baca sendiri aturan barunya di lampiran Undang-Undang Pernikahan Negara Pasal 45A. Atau, kalau mau repot, datang saja langsung ke pengadilan untuk tahu syarat-syarat perceraian bagi pasangan baru.”Petugas itu mengucapkannya sambil menghela napas panjang, lalu menutup berkas di depannya seperti baru saja menyampaikan ramalan buruk. Ia tak peduli pada dua orang yang tengah berdebat dengan volume yang bisa membangunkan nenek moyang kantor itu.“Ayo ke pengadilan sekarang!” seru Gita, berdiri dengan semangat seperti baru mendapat misi penyelamatan dunia.“Aku harus masuk kantor! Ini hari pertamaku balik kerja!” sanggah Raka, memegangi jidatnya yang mulai cenut-cenut.“Tidak!” Petugas itu menepuk meja. “Kalian berdua harus menghadiri Pertemuan Verifikasi Pasangan Baru di lantai 3. Dua menit lagi acara dimulai. Lewat dari itu, harus daftar ulang minggu depan!”“Kami nggak butuh omong kosong seperti itu!” jawab Raka dan Gita serempak. Keduanya tampak kaget karena terlalu sering sep

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 4. Pembatalan Pernikahan

    Pagi sekali, Raka sudah menjemput Gita di apartemennya. Mereka harus ke kantor Catatan Sipil untuk membatalkan pernikahan itu. Berharap segalanya masih bisa diperbaiki.Raka buka suara. “Kurasa lebih baik gak usah dibatalkan lagi. Bukankah tidak lucu jika status pernikahanku tiba-tiba harus diubah lagi? Apa yang akan dikatakan Bu Meilin?” “Apakah sekarang itu urusanku? Bukankah aku juga punya hak untuk mencapai impianku ke Seoul!” Gita berkata dengan nada ketus. “Aku harus segera mengkonfirmasi status lajangku jika ingin mendapatkan posisi yang kuincar di Seoul!”Raka menyadari emosi Gita yang sedang naik pagi ini, jadi dia berhenti mendesakkan keinginannya sendiri. Apa pun yang akan terjadi, maka biarkan saja. Mengingat totalitas Gita kemarin saat mendampinginya melewati wawancara dengan HRD Kantor Pusat, rasanya sekarang adalah gilirannya mendukung Gita.“Baiklah … mari kita coba.” Raka menganggguk lalu membuang muka ke luar jendela mobil, mengamati jalanan macet, menyembunyikan ke

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 3. Akting Ciamik di Depan HRD

    Pagi sekali, Gita sudah berdiri di depan apartemen Raka sambil menghela napas panjang, menyembunyikan rasa nelangsa.“Sumpah ... hidup gue berubah drastis dalam 24 jam,” gumamnya. “Dari calon seniman ekspat Seoul ... jadi istri ‘resmi’ cowok yang bahkan gue belum tau golongan darahnya.”Raka membuka pintu dalam kaos oblong dan celana training, wajahnya penuh keraguan. “Kok kamu bawa koper?”Sambil cemberut, Gita menyeret koper kecilnya masuk. “Nggak usah tanya! Auraku harus tetap elegan walau dalam kehancuran!”Apartemen Raka yang biasanya sepi dan berbau kopi sachet, mendadak seperti lokasi syuting sitkom TV. Gita menata ulang apartemen minimalis itu dengan sentuhan tangannya, hingga terlihat seperti rumah sungguhan.Raka sibuk menyetrika kemeja, sementara Gita dengan rambut awut-awutan sehabis berbenah, duduk di meja makan sambil makan roti isi abon dari minimarket.“Lo serius mau pura-pura nikah di depan HRD Singapura?” Gita mengulangi pertanyaan yang sama dengan tadi malam. Itu p

  • Mendadak Nikah Karena Salah Berkas   Bab 2. Suami Istri Dadakan

    Di sisi lain JakartaApartemen sewaan di Cipete.Gita sedang menyusun katalog karya seni untuk portofolionya. Dia membuka email dari Visa Center Korea dan langsung menyipitkan mata karena satu kalimat yang melompat seperti jin keluar dari botol:Permohonan visa Anda ditolak.Alasan: Status sipil Anda tidak sesuai dengan dokumen pernyataan lajang.Dia membaca ulang. Sekali. Dua kali. Lalu tiga kali.“Ha?!”Matanya melebar seperti orang baru sadar lensa kontak dipakai terbalik.Ia membuka dokumen terlampir.Status: Menikah.Nama Suami: Raka Dirgantara.“Apa ini ... prank?!”Ia menengok ke kiri dan kanan mencari kamera tersembunyi di balik tanaman monstera di sudut ruangan.“Gak lucu! Siapa itu Raka?! Kapan gue nikah?!”***Kembali ke Raka.Dia membuka berkas. Memeriksa Akta, KTP, dan ... SK terbaru dari kantor catatan sipil. Semua resmi. Ada stempel hologram dan tanda tangan petugas."Pernikahan Sah Dinyatakan di Jakarta Selatan, antara Raka Dirgantara dan Tara Gita Sanjana ...."Raka m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status