Share

Bab 2

Author: Linda Malik
last update Last Updated: 2025-05-05 22:09:14

“Ayo naik!” perintah Kazuya setelah menepikan motor sportnya di sisi jalan, tak jauh dari keberadaan Clay yang terlihat berjalan tergesa-gesa.

“Tidak perlu! Aku bisa naik ojek. Kamu pulang saja!” pinta Clay kembali memacu langkah melewati Kazuya dan motornya.

Namun lagi-lagi pemuda itu menahan langkahnya dengan cara mencekal pergelangan tangan Clay.

“Lepaskan tanganku, Kaz!” tegas Clay dengan sorot mata tajam, berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Kazuya.

“Seingat aku, tadi kamu bilang mau kenalin aku ke calon suamimu. Dan aku mau dikenalin nya sekarang!”

“Ta-tapi..”

“Sudahlah Clay, ayo naik! Keburu malam nanti!” perintah Kazuya kembali. Dia seakan lupa dengan status Clay sebagai pembimbing belajar yang harus disegani.

Clay melihat pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir jam enam sore. Dia pun belum sempat memesan ojek online. Jika harus mencari taksi, maka membutuhkan waktu cukup lama untuk mencapai jalan raya utama.

Pandangan Clay beralih pada langit sore yang tampak mendung. Bisa dipastikan jika tak lama lagi, hujan akan turun.

Kazuya seakan mengerti kemana arah pikiran wanita itu. Segera dia mengambil inisiatif untuk menarik tangan Clay.

“Ayolah, sebelum hujan turun! Kamu harus cepat sampai rumah!” tegasnya memaksa.

Meski masih ragu, akhirnya Clay menuruti permintaan pemuda itu. Memposisikan dirinya duduk di belakang Kazuya dengan sengaja membuat jarak.

Kazuya kembali memacu kuda besinya dengan kecepatan sedang. Dia sengaja mengulur-ulur waktu agar momen berdua dengan wanita pujaannya semakin lama.

“Apa biasanya kau mengemudi seperti ini? Rugi memiliki motor mewah jika kau mengemudikannya dengan sangat pelan, huh!” ujar Clay disertai desah panjang.

Kazuya tersenyum lebar seraya menoleh ke arah spion. Melihat raut kesal di wajah Clay, justru membuat hatinya bahagia. Seutas senyum tipis tersungging di bibirnya.

“Kamu sih gak mau pegangan, gimana caranya aku ngebut. Yang ada nanti kamu jatuh di jalanan.”

“Hah? Jangan harap kamu bisa mencuri kesempatan, karena aku akan jaga diri ngadepin pemuda kurang ajar sepertimu!”

Senyum di bibir Kazuya semakin melebar. Entah mengapa, menggoda Clay sudah menjadi kebiasaan yang selalu ingin dilakukan.

Andai Kazuya memiliki kekuatan untuk bisa menghentikan waktu, mungkin saja dia akan melakukannya sekarang. Sehingga saat-saat menyakitkan yang mungkin saja akan dihadapinya nanti, ketika wanita pujaannya itu mengenalkan calon suaminya dan berharap itu tak akan terjadi.

Jujur Kazuya pun sebenarnya enggan untuk bertemu dengan lelaki yang disebut-sebut sebagai calon suami dari wanita kesayangannya.

Saat tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri, tetes-tetes hujan mulai turun.

“Kaz, hujannya turun. Kalau bisa tambah kecepatan motornya!” perintah Clay terlihat mulai panik.

Jarak menuju rumah masih beberapa kilo lagi, membutuhkan waktu kira-kira hingga tiga puluh menit untuk bisa sampai ke rumahnya. Clay tak ingin berlama-lama di jalanan bersama pemuda badung yang ingin dia hindari selama ini.

“Kamu bisa pegangan kalau ingin aku cepetin laju motornya!” ucap Kazuya sengaja mengajukan syarat.

Clay terdiam, berpikir sejenak apakah harus menuruti kemauan Kazuya?

Belum sempat mendengar jawaban dari bibir Clay, Kazuya yang memiliki kesabaran setipis tisu segera meraih tangan wanita itu dan menaruh di pinggang.

Dengan menggunakan satu tangan, Kazuya pun mempercepat laju kendaraannya.

Clay memekik terkejut. Baru kali ini dia menaiki motor sport yang melaju dengan kecepatan tinggi.

Rasa takut membuat pendiriannya pun tergoyahkan. Tanpa sadar, Clay menautkan kedua tangannya mengelilingi perut Kazuya dengan mata terpejam.

“Kaz, bisa pelanin sedikit motornya?” tanya Clay yang suaranya tersapu dengan hembusan angin kencang.

“Bukannya tadi kamu sendiri yang minta buat dicepetin?”

“Tapi ini terlalu kencang, Kaz! Aku takut!”

Kazuya bisa merasakan betapa kuatnya tangan yang mengelilingi tubuhnya. Bahkan dia bisa merasakan hangatnya tubuh Clay yang menekan punggungnya.

Kazuya sedikit mengurangi kecepatan, menuruti permintaan wanita itu. Namun sebelum tangan wanita itu kembali terlepas, segera Kazuya menahannya dengan menggenggam tangan kanan Clay agar tetap di posisi sekarang.

Kali ini Kazuya tak lagi mendengar penolakan dari mulut Clay.

“Clay, kenapa sih gak mau terima cintaku? Padahal aku bisa bahagiain kamu,” ucap Kazuya yang tanpa disadari Clay, sudah memperlambat laju motornya.

Wanita itu terdiam, bukan karena dia tak mendengar ucapan pemuda gigih itu. Melainkan karena dia tengah mencari alasan yang mungkin saja bisa diterima.

“Aku sudah memiliki calon suami. Itu alasan pertamaku. Yang kedua karena perbedaan usia. Aku yakin, pemuda tampan dan kaya sepertimu tak akan sulit mendapatkan pacar cantik. Bukankah banyak teman-teman perempuanmu yang bisa kau jadikan pacar, hum?” jelas Clay berusaha mempengaruhi pemikiran Kazuya.

“Aku gak mau yang lain! Aku hanya ingin Clay Margaux jadi pacarku!”

Astaga, entah apa yang membuat pemuda itu bisa menyukai wanita sepertinya, yang mungkin lebih cocok jika dijadikan kakak.

Suasana kembali hening. Clay merasakan waktu berjalan sangat lambat. Jalanan yang biasa dilaluinya pun terasa sangat panjang.

Beda halnya dengan Kazuya yang merasa waktu begitu cepat berlalu. Dia masih berusaha memikirkan cara agar bisa memiliki hati sang wanita pujaannya.

Andai saja memang benar Clay sudah memiliki kekasih, maka dia akan bekerja lebih keras lagi untuk bisa memutuskan hubungan itu. Ya, setidaknya kali ini Kazuya harus tahu wajah dari lelaki yang sudah berhasil mencuri hati Clay Margaux. Selanjutnya dia akan memikirkan lagi cara untuk memisahkan mereka.

Gerimis kecil mengiringi perjalanan mereka hingga menuju sebuah rumah yang cukup sederhana dan terlihat sangat sepi.

Kazuya menghentikan motor tepat di depan pintu gerbang. Pandangannya tertuju pada sebuah mobil warna merah yang terparkir di halaman rumah.

Apakah itu mobil milik Clay? Tapi mengapa Kazuya tidak pernah melihat Clay menggunakan mobil itu ketika di kampus?

Tanpa kata, Clay melepaskan tangannya dari genggaman Kazuya. Bergerak menuruni motor.

“Rafael? Kok dia gak hubungi aku kalau mau main ke rumah?” gumam Clay dengan suara kecil. Namun masih bisa tertangkap di pendengaran Kazuya.

Rafael? Apa itu nama calon suami Clay?

Kazuya segera membuka helm dan bergegas menuruni motor. Niatnya kali ini hanya ingin melihat langsung wajah lelaki yang telah berhasil memiliki hati sang wanita.

Kazuya membuntuti langkah Clay dari belakang. Sengaja memberi jarak, hanya untuk bisa mempersiapkan mentalnya sebelum menghadapi hal menyakitkan di depan mata.

“Mama.. Pevita?” panggil Clay sembari mengetuk pintu ketika langkahnya tiba di ambang pintu utama. Namun tak ada sahutan dari dalam rumah.

Apakah mama dan adik tirinya itu sedang tidak berada di rumah? Lalu mengapa ada mobil milik Rafael di sana?

Sudah cukup lama Rafael tidak mengunjungi rumahnya. Bahkan komunikasi yang terjalin beberapa bulan terakhir ini, membuat Clay meragukan keseriusan hati sang kekasih.

Dengan alasan pekerjaan, Rafael selalu saja menolak untuk bertemu. Bahkan sengaja melakukan dinas ke luar kota, hanya agar Clay tidak datang menemuinya di kantor.

Clay meraih gagang pintu, berusaha membukanya. Namun sepertinya pintu dikunci dari dalam.

Tak kehilangan akal, Clay pun melangkah menyusuri sisi rumah. Jika pintu depan tertutup, maka dia yakin pintu belakang pasti terbuka.

Clay sudah tak sabar ingin memastikan jika Rafael memang sedang berkunjung ke rumahnya.

Langkah Clay terhenti saat dirinya berhasil masuk lewat pintu belakang. Sayup-sayup terdengar suara desahan seorang wanita.

“Ahhh.. ahhh.. lebih cepat baby! Yeahhhh.. mas Rafael lebih dalam lagi!” suara seorang wanita yang sangat Clay kenal. Tidak lain adalah Pevita, adik tirinya.

Apa yang dibuat Pevita hingga dirinya mendesah seperti itu? Lalu, Rafael? Apa Clay tidak salah dengar jika adik tirinya itu menyebut nama sang kekasih?

Hati Clay serasa diremas begitu kuat. Mendadak sendi-sendi di pergelangan kakinya terasa sangat lemas, hingga tak mampu menahan bobot tubuhnya sendiri.

Namun sebuah tangan menangkap tubuhnya dari belakang, sebelum tubuh Clay jatuh ke permukaan lantai yang dingin.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 100

    “Kau bicara apa tadi?” tanya Martin memastikan. Meski suara Kazuya terdengar lirih, namun telinganya mampu menangkap.Kazuya kembali menoleh ke belakang.“Apa papa ingat Helena, atasanku?”Martin langsung mengangguk, “apa yang dia lakukan? Kenapa kau menduga dialah orangnya, Kazuya?”Kazuya menghela nafas panjang. Sebenarnya dia enggan membicarakan hal ini pada Martin, namun tak memungkinkan lagi dirinya untuk menyembunyikan permasalahan itu. Kazuya harus mengungkap alasan yang kuat di balik dugaannya.Dari semua kemungkinan, hanya Helena yang paling masuk akal. Dialah satu-satunya orang yang memiliki alasan juga keberanian melakukan hal sekeji itu. “Aku bermasalah dengannya. Dari awal bekerja di pabrik itu, aku melihat sikapnya berbeda,” ucap Kazuya mengawali penjelasan.Salah satu alis Martin terangkat, “apa maksudmu atasanmu itu menyukaimu?” tebak Martin.“Aku tidak tahu, Pa. Hanya saja dia menunjukkan perhatian lebih.”“Apa dia sakit hati karena ternyata kau sudah memiliki istri?

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 99

    “Ikut aku! Aku butuh bantuanmu untuk mencarinya!” perintah Kazuya seraya memacu langkahnya.Bastian mengambil kembali ponselnya dari tangan Felicia. Tanpa berucap, segera melangkah membuntuti Kazuya.“Hei, tunggu!” panggil Felicia, namun Bastian tak menoleh sedikitpun.Hingga langkah Kazuya tiba di depan pintu gerbang, matanya menangkap keberadaan mobil mewah milik Martin yang terparkir tak jauh dari sana.Kondisi langit sudah gelap. Minimnya penerangan jalan, tak menghalangi Kazuya untuk tidak mengenali mobil itu. Apalagi wajah seorang pria paruh baya yang terlihat dari sisi jendela setengah terbuka.“Tuan Kazuya, tunggu sebentar. Aku akan menghubungi orang yang saya tugaskan menjaga. Kemungkinan dia tahu tentang keberadaan Nona..”Ucapan Bastian terhenti kala tangan Kazuya terulur ke depan, sebagai isyarat untuk diam.Perlahan kakinya melangkah mendekat ke sisi mobil. Martin tadinya sibuk dengan ponselnya, ketika mendengar langkah kaki mendekat sontak mengalihkan tatapannya keluar j

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 98

    Langkah Kazuya terhenti di ambang pintu kamar. Kondisi pintu yang tak sepenuhnya tertutup, memantik rasa curiga di hatinya. Jantungnya berdegup lebih cepat, ada firasat yang tak bisa dijelaskan. “Sayang..” panggil Kazuya seraya mendorong daun pintu perlahan. Pandangannya langsung menyapu ke dalam kamar. Kasur dalam kondisi kosong, selimut terlipat rapi dan kipas angin pun masih menyala. “Clay, sayang..” Kazuya masih terus memanggil, memacu langkahnya menuju kamar mandi. “Sayang, kamu di dalam?” ucapnya, berharap Clay berada di dalam. Namun tak ada jawaban. Tanpa mengulur waktu lagi, Kazuya meraih gagang kamar mandi lalu mendorongnya hingga terbuka. Menyalakan lampu penerangan. Tak ada Clay di sana. Hening menyelimuti keadaan sekitar. Kazuya bergerak mundur, meraih ponsel dari saku celana. Mencari kontak sang istri dan berusaha menghubunginya. Dering telepon terdengar dari dalam laci meja. Kazuya tersentak, pandangannya langsung tertuju ke arah meja di sisi ranjang. Perlahan t

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 97

    Langkah-langkah mereka bergema di lorong pabrik yang panjang. Suara mesin berdengung, bercampur dengan aroma logam yang panas dan serat kain yang khas, memenuhi udara sekitar.Kazuya melangkah paling depan, suaranya terdengar tenang saat menjelaskan setiap area yang mereka lalui.“Ini tempat produksi utama,” ucapnya singkat tanpa ada niat untuk menjelaskan secara detail.Martin hanya diam, tak menjawab. Bukannya memperhatikan proses produksi yang berlangsung, Martin justru menatap punggung tegap Kazuya. Rasa sesal itu kembali menyeruak, menusuk dadanya. Dalam hitungan hari, hubungan yang dulunya begitu erat kini seolah terputus. Putra yang dulu begitu dia jaga, kini terlihat seperti orang asing. Sementara itu, Bastian yang berjalan paling belakang turut merasakan kecanggungan itu, namun memilih untuk diam.Hingga langkah mereka berakhir di bagian gudang pengepakan barang.“Ini tempat terakhir. Semua hasil produksi akan di simpan di sini, sebelum nantinya didistribusikan,” ucap Kazuy

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 96

    “Papa..” panggil Kazuya lirih hampir tak terdengar. Melihat kembali wajah pria yang selama ini dianggap ayahnya, cukup membuat hatinya mencelos.Di sisi lain, Martin tampak mematung untuk sesaat. Namun dalam hitungan detik raut wajahnya kembali dingin, segera mengalihkan pandangannya ke depan.“Maaf nyonya Helena, Tuan Martin,” sapa sang kepala gudang seraya menunduk hormat. “Maaf kami mengganggu waktu anda, saya hanya..”“Gery, duduklah! Ajak Kazuya masuk dan.. tutup pintunya!” perintah Helena yang langsung dituruti oleh kepala gudang.Kini Kazuya terjebak dalam situasi yang tak diinginkan. Dari awal ingin menghindar, namun justru orang yang dihindari telah muncul di hadapannya.Kazuya duduk di sofa memanjang di sudut ruangan, sementara Martin duduk di kursi depan meja kerja Helena, dengan Bastian yang berdiri di belakangnya.“Maaf obrolan kita terjeda Tuan Martin,” ucap Helena kembali duduk di kursi. Tangannya mulai bergerak di atas papan keyboard. “Sejak tiga bulan terakhir, produk

  • Mendadak Nikah : Tawanan Hati Berondong Tajir   Bab 95

    “Maaf Nyonya Helena, saya rasa itu tidak mungkin. Saya tahu betul seperti apa suami saya. Dia tidak mungkin..” “Kau pikir suamimu itu lurus-lurus aja?” Helena memotong ucapan Clay, tersenyum remeh. “Sudahlah, kita itu harus hidup sesuai realita. Tak ada lelaki jujur di dunia ini, kita harus terima itu.” Clay mengulas senyum tipis, berusaha menunjukkan sikap setenang mungkin meski dadanya berdebar tak menentu. Meski hatinya berusaha menyangkal ucapan Helena tidaklah benar, namun tetap saja pikiran negatif kembali meracuni. “Saya tetap percaya sama suami saya. Kebetulan anda datang kemari, saya bermaksud ingin mengembalikan paket yang anda kirim tadi pagi,” ucap Clay seraya melangkah menuju pintu kamarnya. Namun saat hendak meraih gagang pintu, Helena kembali memanggilnya. “Hei tunggu!” Helena melangkah menghampiri. “Maksud kedatanganku kali ini ingin memberi tawaran kerja untuk suamimu. Tentunya dengan gaji yang lebih besar.” Clay terdiam untuk sesaat, sebelum akhirnya memut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status