“Ayo naik!” perintah Kazuya setelah menepikan motor sportnya di sisi jalan, tak jauh dari keberadaan Clay yang terlihat berjalan tergesa-gesa.
“Tidak perlu! Aku bisa naik ojek. Kamu pulang saja!” pinta Clay kembali memacu langkah melewati Kazuya dan motornya. Namun lagi-lagi pemuda itu menahan langkahnya dengan cara mencekal pergelangan tangan Clay. “Lepaskan tanganku, Kaz!” tegas Clay dengan sorot mata tajam, berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Kazuya. “Seingat aku, tadi kamu bilang mau kenalin aku ke calon suamimu. Dan aku mau dikenalin nya sekarang!” “Ta-tapi..” “Sudahlah Clay, ayo naik! Keburu malam nanti!” perintah Kazuya kembali. Dia seakan lupa dengan status Clay sebagai pembimbing belajar yang harus disegani. Clay melihat pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir jam enam sore. Dia pun belum sempat memesan ojek online. Jika harus mencari taksi, maka membutuhkan waktu cukup lama untuk mencapai jalan raya utama. Pandangan Clay beralih pada langit sore yang tampak mendung. Bisa dipastikan jika tak lama lagi, hujan akan turun. Kazuya seakan mengerti kemana arah pikiran wanita itu. Segera dia mengambil inisiatif untuk menarik tangan Clay. “Ayolah, sebelum hujan turun! Kamu harus cepat sampai rumah!” tegasnya memaksa. Meski masih ragu, akhirnya Clay menuruti permintaan pemuda itu. Memposisikan dirinya duduk di belakang Kazuya dengan sengaja membuat jarak. Kazuya kembali memacu kuda besinya dengan kecepatan sedang. Dia sengaja mengulur-ulur waktu agar momen berdua dengan wanita pujaannya semakin lama. “Apa biasanya kau mengemudi seperti ini? Rugi memiliki motor mewah jika kau mengemudikannya dengan sangat pelan, huh!” ujar Clay disertai desah panjang. Kazuya tersenyum lebar seraya menoleh ke arah spion. Melihat raut kesal di wajah Clay, justru membuat hatinya bahagia. Seutas senyum tipis tersungging di bibirnya. “Kamu sih gak mau pegangan, gimana caranya aku ngebut. Yang ada nanti kamu jatuh di jalanan.” “Hah? Jangan harap kamu bisa mencuri kesempatan, karena aku akan jaga diri ngadepin pemuda kurang ajar sepertimu!” Senyum di bibir Kazuya semakin melebar. Entah mengapa, menggoda Clay sudah menjadi kebiasaan yang selalu ingin dilakukan. Andai Kazuya memiliki kekuatan untuk bisa menghentikan waktu, mungkin saja dia akan melakukannya sekarang. Sehingga saat-saat menyakitkan yang mungkin saja akan dihadapinya nanti, ketika wanita pujaannya itu mengenalkan calon suaminya dan berharap itu tak akan terjadi. Jujur Kazuya pun sebenarnya enggan untuk bertemu dengan lelaki yang disebut-sebut sebagai calon suami dari wanita kesayangannya. Saat tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri, tetes-tetes hujan mulai turun. “Kaz, hujannya turun. Kalau bisa tambah kecepatan motornya!” perintah Clay terlihat mulai panik. Jarak menuju rumah masih beberapa kilo lagi, membutuhkan waktu kira-kira hingga tiga puluh menit untuk bisa sampai ke rumahnya. Clay tak ingin berlama-lama di jalanan bersama pemuda badung yang ingin dia hindari selama ini. “Kamu bisa pegangan kalau ingin aku cepetin laju motornya!” ucap Kazuya sengaja mengajukan syarat. Clay terdiam, berpikir sejenak apakah harus menuruti kemauan Kazuya? Belum sempat mendengar jawaban dari bibir Clay, Kazuya yang memiliki kesabaran setipis tisu segera meraih tangan wanita itu dan menaruh di pinggang. Dengan menggunakan satu tangan, Kazuya pun mempercepat laju kendaraannya. Clay memekik terkejut. Baru kali ini dia menaiki motor sport yang melaju dengan kecepatan tinggi. Rasa takut membuat pendiriannya pun tergoyahkan. Tanpa sadar, Clay menautkan kedua tangannya mengelilingi perut Kazuya dengan mata terpejam. “Kaz, bisa pelanin sedikit motornya?” tanya Clay yang suaranya tersapu dengan hembusan angin kencang. “Bukannya tadi kamu sendiri yang minta buat dicepetin?” “Tapi ini terlalu kencang, Kaz! Aku takut!” Kazuya bisa merasakan betapa kuatnya tangan yang mengelilingi tubuhnya. Bahkan dia bisa merasakan hangatnya tubuh Clay yang menekan punggungnya. Kazuya sedikit mengurangi kecepatan, menuruti permintaan wanita itu. Namun sebelum tangan wanita itu kembali terlepas, segera Kazuya menahannya dengan menggenggam tangan kanan Clay agar tetap di posisi sekarang. Kali ini Kazuya tak lagi mendengar penolakan dari mulut Clay. “Clay, kenapa sih gak mau terima cintaku? Padahal aku bisa bahagiain kamu,” ucap Kazuya yang tanpa disadari Clay, sudah memperlambat laju motornya. Wanita itu terdiam, bukan karena dia tak mendengar ucapan pemuda gigih itu. Melainkan karena dia tengah mencari alasan yang mungkin saja bisa diterima. “Aku sudah memiliki calon suami. Itu alasan pertamaku. Yang kedua karena perbedaan usia. Aku yakin, pemuda tampan dan kaya sepertimu tak akan sulit mendapatkan pacar cantik. Bukankah banyak teman-teman perempuanmu yang bisa kau jadikan pacar, hum?” jelas Clay berusaha mempengaruhi pemikiran Kazuya. “Aku gak mau yang lain! Aku hanya ingin Clay Margaux jadi pacarku!” Astaga, entah apa yang membuat pemuda itu bisa menyukai wanita sepertinya, yang mungkin lebih cocok jika dijadikan kakak. Suasana kembali hening. Clay merasakan waktu berjalan sangat lambat. Jalanan yang biasa dilaluinya pun terasa sangat panjang. Beda halnya dengan Kazuya yang merasa waktu begitu cepat berlalu. Dia masih berusaha memikirkan cara agar bisa memiliki hati sang wanita pujaannya. Andai saja memang benar Clay sudah memiliki kekasih, maka dia akan bekerja lebih keras lagi untuk bisa memutuskan hubungan itu. Ya, setidaknya kali ini Kazuya harus tahu wajah dari lelaki yang sudah berhasil mencuri hati Clay Margaux. Selanjutnya dia akan memikirkan lagi cara untuk memisahkan mereka. Gerimis kecil mengiringi perjalanan mereka hingga menuju sebuah rumah yang cukup sederhana dan terlihat sangat sepi. Kazuya menghentikan motor tepat di depan pintu gerbang. Pandangannya tertuju pada sebuah mobil warna merah yang terparkir di halaman rumah. Apakah itu mobil milik Clay? Tapi mengapa Kazuya tidak pernah melihat Clay menggunakan mobil itu ketika di kampus? Tanpa kata, Clay melepaskan tangannya dari genggaman Kazuya. Bergerak menuruni motor. “Rafael? Kok dia gak hubungi aku kalau mau main ke rumah?” gumam Clay dengan suara kecil. Namun masih bisa tertangkap di pendengaran Kazuya. Rafael? Apa itu nama calon suami Clay? Kazuya segera membuka helm dan bergegas menuruni motor. Niatnya kali ini hanya ingin melihat langsung wajah lelaki yang telah berhasil memiliki hati sang wanita. Kazuya membuntuti langkah Clay dari belakang. Sengaja memberi jarak, hanya untuk bisa mempersiapkan mentalnya sebelum menghadapi hal menyakitkan di depan mata. “Mama.. Pevita?” panggil Clay sembari mengetuk pintu ketika langkahnya tiba di ambang pintu utama. Namun tak ada sahutan dari dalam rumah. Apakah mama dan adik tirinya itu sedang tidak berada di rumah? Lalu mengapa ada mobil milik Rafael di sana? Sudah cukup lama Rafael tidak mengunjungi rumahnya. Bahkan komunikasi yang terjalin beberapa bulan terakhir ini, membuat Clay meragukan keseriusan hati sang kekasih. Dengan alasan pekerjaan, Rafael selalu saja menolak untuk bertemu. Bahkan sengaja melakukan dinas ke luar kota, hanya agar Clay tidak datang menemuinya di kantor. Clay meraih gagang pintu, berusaha membukanya. Namun sepertinya pintu dikunci dari dalam. Tak kehilangan akal, Clay pun melangkah menyusuri sisi rumah. Jika pintu depan tertutup, maka dia yakin pintu belakang pasti terbuka. Clay sudah tak sabar ingin memastikan jika Rafael memang sedang berkunjung ke rumahnya. Langkah Clay terhenti saat dirinya berhasil masuk lewat pintu belakang. Sayup-sayup terdengar suara desahan seorang wanita. “Ahhh.. ahhh.. lebih cepat baby! Yeahhhh.. mas Rafael lebih dalam lagi!” suara seorang wanita yang sangat Clay kenal. Tidak lain adalah Pevita, adik tirinya. Apa yang dibuat Pevita hingga dirinya mendesah seperti itu? Lalu, Rafael? Apa Clay tidak salah dengar jika adik tirinya itu menyebut nama sang kekasih? Hati Clay serasa diremas begitu kuat. Mendadak sendi-sendi di pergelangan kakinya terasa sangat lemas, hingga tak mampu menahan bobot tubuhnya sendiri. Namun sebuah tangan menangkap tubuhnya dari belakang, sebelum tubuh Clay jatuh ke permukaan lantai yang dingin. ***“M-mas Rafael?” Clay segera menepis tangan itu dari tubuhnya. Seketika rasa jijik menyelimuti hati Clay. Rafael Jester, dulu menjadi sosok pria sempurna yang begitu dicintai dan sangat Clay kagumi, namun kini justru sosok pemuda itu terlihat sangat mengganggu. Tangan yang dulunya menjadi tempat ternyaman untuk Clay genggam, kini terlihat sangat menjijikkan. “Apa kabar, Clay? Sendirian?” Rafael mengedarkan pandangan ke seluruh sudut bus. Mencari keberadaan pemuda yang telah dinikahi oleh mantan kekasihnya ini. Meskipun Rafael hanya mengingat samar wajah dari pemuda itu, namun dia hanya ingin memastikan keberadaannya. Clay sengaja tak menjawab, melangkah maju untuk memberi jarak. “Apa setelah menikah, suamimu itu tak bisa memberikan kehidupan yang layak?” sindir Rafael yang masih merasa ingin tahu dengan kehidupan mantan kekasihnya itu. “Dia tidak seperti apa yang kamu pikirkan!” jawab Clay dengan nada ketus. “Oh, ya? Lalu apa yang sebenarnya, katakan! Aku hanya ingin membantu, ji
‘Plaaakkk!!’ Tangan kanan Clay mendarat di pipi Kazuya. Membuat pipi kiri pemuda itu memerah. Rasa perih akibat tamparan yang cukup keras, tak membuat Kazuya terpancing amarah. Justru mengulas senyum tipis dan mengabaikan rasa sakit itu. “Kita memang sudah menikah. Tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya melakukan hal di luar dari keinginanku!” elak Clay seraya mengusap permukaan bibir dengan punggung tangannya lalu membuang pandangannya ke samping. Suasana mendadak hening. Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Kazuya. Bahkan pemuda itu tak juga berpindah posisi. Mengungkung sang istri dengan meletakkan kedua tangan di sisi tubuh Clay. Dalam posisi sedekat ini, Clay bisa merasakan hembusan nafas Kazuya dengan aroma alkohol yang begitu kental. Sontak kembali mengalihkan tatapannya ke arah pemuda itu. “Apa kau minum alkohol?” Pertanyaan yang tak memerlukan jawaban, namun Clay hanya ingin memastikan. Kazuya tak menjawab, justru semakin intens memandang wajah cantik sang istri denga
Didesak oleh pertanyaan-pertanyaan dari Meghan juga Rafael, pada akhirnya Clay memilih menikahi Kazuya. Pemuda yang sudah membantunya terlepas dari keluarga toxic. Pernikahan dilangsungkan di catatan sipil setelah melangsungkan pemberkatan nikah di sebuah gereja kecil. Itu semua sesuai dengan permintaan Clay yang tak menginginkan resepsi besar-besaran. Pernikahan rahasia yang harus dilakukan serapat mungkin, agar pihak kampus maupun rekannya yang lain tidak mengetahui jika dirinya telah menikah dengan berondong. Awalnya Martin bersikeras menolak keinginan putranya, namun terpaksa dia menyetujuinya hanya agar Kazuya bisa lebih bersemangat dalam belajar. Karena nantinya Kazuya yang akan menggantikan posisi Martin sekarang. Putranya itu harus dididik secara intensif, sebelum nantinya menjadi pemimpin Mrtz Corporation yang kompeten. Dan Martin yakin jika Clay adalah orang yang tepat untuk dimanfaatkan. Meskipun awalnya ragu karena melihat perbedaan usia yang dimiliki putra dan me
Belum sempat hilang rasa terkejutnya setelah mendengar permintaan tulus dari pemuda yang sudah berulang kali mengungkapkan perasaannya itu, terdengar bunyi pintu terbuka. Dua wanita berbeda usia, berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang tak kalah terkejutnya. “Ternyata benar yang Pevi bilang, apa kalian akan menikah?” ucap Meghan dengan raut penasaran. Bahkan baru kali ini dia melihat seorang laki-laki berada di kamar anak tirinya. “Apa anda mamanya Clay?” Kazuya yang pertama kali menyahut ucapan Meghan. Hanya sekali melihat pun dia paham akan sosok wanita paruh baya di hadapannya. Apalagi wanita muda tak tahu malu yang Kazuya ingat tak lain adalah adik dari Clay. Kedua wanita itu memiliki wajah yang hampir sama, hanya berbeda usia saja. Bisa dipastikan jika watak mereka pun sama. “Apa kamu lelaki yang akan menikahi, Clay? Siapa kamu? Dari mana asalmu?” ucap Meghan dengan tatapan menelisik. Wajah tampan dengan kulit putih bersih, namun penampilan Kazuya terlihat sedikit
“Aku mau kita akhiri hubungan ini!” tegas Clay yang berusaha menahan diri agar tidak menangis. Menghadapi kenyataan pahit jika kekasihnya justru menjalin hubungan gelap dengan wanita lain, membuat hatinya hancur. Sangat hancur! “Ok, gak masalah! Sebenarnya sudah lama juga aku ingin putus!” jawab Rafael tanpa rasa bersalah sedikitpun. Matanya menatap pada wanita yang sudah dua tahun ini menjadi kekasihnya, lalu beralih pada pemuda jangkung yang berdiri di belakang Clay. Mendengar jawaban Rafael, semakin membuat jantung Clay terkoyak, dadanya terasa sesak. Bahkan pria itu tak merasa bersalah sedikitpun telah menjalin hubungan dengan adik tirinya sendiri. Tatapan Clay beralih pada wanita berusia dua puluh tahun yang duduk di depannya. “Pevi, apa kau tidak ingin mengatakan sesuatu? Apa salahku sama kamu, hingga kamu tega mengambil pacar kakakmu ini, hah?!” Amarah Clay semakin memuncak ketika melihat adiknya itu justru bersikap santai. Bahkan sengaja menggulung rambut panjangnya
“Ayo naik!” perintah Kazuya setelah menepikan motor sportnya di sisi jalan, tak jauh dari keberadaan Clay yang terlihat berjalan tergesa-gesa. “Tidak perlu! Aku bisa naik ojek. Kamu pulang saja!” pinta Clay kembali memacu langkah melewati Kazuya dan motornya. Namun lagi-lagi pemuda itu menahan langkahnya dengan cara mencekal pergelangan tangan Clay. “Lepaskan tanganku, Kaz!” tegas Clay dengan sorot mata tajam, berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Kazuya. “Seingat aku, tadi kamu bilang mau kenalin aku ke calon suamimu. Dan aku mau dikenalin nya sekarang!” “Ta-tapi..” “Sudahlah Clay, ayo naik! Keburu malam nanti!” perintah Kazuya kembali. Dia seakan lupa dengan status Clay sebagai pembimbing belajar yang harus disegani. Clay melihat pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir jam enam sore. Dia pun belum sempat memesan ojek online. Jika harus mencari taksi, maka membutuhkan waktu cukup lama untuk mencapai jalan raya utama. Pandangan Clay berali