Suasana rumah duka tampak ramai didatangi oleh pelayat dari berbagai kalangan. Terbalut dalam pakaian hitamnya Eleanor menerima kehadiran orang-orang yang tidak dikenalinya, memberi mereka izin untuk berdoa.Ditengah ramainya orang-orang, suasana ruangan begitu sepi dan dingin, mengosongkan separuh jiwa Shanie yang baru saja hidup sebagai Eleanor Roven.Setiap kali Eleanor memandangi peti jenazah tempat Hardy beristirahat, dadanya sangat sesak dan sakit. Terkurung deja vu yang mengingat dirinya pada suasana kematian dirinya sendiri, Shanie Spancer.Dihari Shanie akan dikuburkan, dia dihujani tangis orang-orang yang tulus peduli padanya, namun dia juga dihujani tawa bahagia dari orang-orang yang menunggu waktu dirinya hancur dengan kematian.Ternyata, hal yang sama telah terjadi pada Hardy..Pandangan Eleanor mengedar dan berhenti pada sosok Sonya yang kini menangis paling kencang hingga membuat orang-orang pelayat datang padanya mengucapkan bela sungkawa, berpikir Sonya tengah hancur
Hardy memejamkan matanya dengan erat, air mata terus beruraian dengan suara napasnya yang dalam tersengal-sengal, menangis dalam pelukan hangat putrinya, menikmati usapan lembut tangannya yang menyentuh wajah, membawa ketenangan ditengah badai gelombang otaknya yang kini saling meledak-ledak mulai melumpuhkan penglihatan, pendengarannya.Tubuh Eleanor gemetar hebat, berkali-kali mengusap air mata Hardy dengan senyuman getirnya.Baru kemarin mereka berbicara, kini Eleanor harus memeluknya yang tengah sekarat. “Ayah..” panggil Eleanor dengan suara bergetar, berusaha keras untuk tidak menangis dan menunjukan kelemahan yang akan membuat Hardy semakin bersedih dan terluka.Shanie jarang sekali menangis, pantang untuknya menunjukan kesedihan, namun saat melihat Hardy yang kini terbaring tidak berdaya, jiwa Shanie terguncang begitu hebat.Sulit untuknya tetap bersikap tenang sambil menegakan wajahnya.Memang, Shanie baru mengenal Hardy kurang dari satu bulan lamanya, namun disetiap kali per
Dipenghujung pagi, Hardy yang telah lama tidak sadarkan diri akhirnya bisa membuka matanya, seluruh tubuhnya dingin tidak berdaya, tidak memiliki banyak kekuatan untuk bergerak.Hardy berkedip lemah, melalui sudut matanya ia memandang keluar jendela untuk melihat langit kebiruan menandakan bahwa sebentar lagi pagi akan segera tiba.Hardy sadar bahwa kini dia sedang berada di rumah sakit dalam keadaan yang lebih parah dari sebelumnya. Disetiap tarikan napasnya ada sakit dan perih menghimpit dada.Pandangan Hardy berpindah pada pintu, dalam hatinya ia bertanya-tanya apakah Eleanor akan pulang untuk menemuinya? Hardy teramat ingin melihat wajah putrinya, Hardy sadar bahwa waktunya pada kematian semakin mendekat, tubuhnya sudah mulai terkunci dan diserang berbagai mimpi.Mimpi yang tidak biasa..Setelah hampir dua puluh tahun Kristal meninggal, untuk pertama kalinya dia datang ke dalam mimpi Hardy dengan menunjukan wajahnya, berdiri di bawah pohon yew memanggil Hardy.Anehnya, ditempat it
“Apa yang terjadi?” tanya Killian menyadari ada sesuatu yang tidak beres pada Eleanor usai menerima panggilan telephone.Eleanor menelan salivanya dengan kesulitan, jantungnya mulai berdebar kencang ditelusupi oleh sebuah firasat buruk yang begitu kuat. Pagi ini Eleanor dan Hardy bertemu, mereka juga sempat bicara bersama. Meski tubuh Hardy lemah, keadaannya masih sangat baik dan bisa beraktifitas normal. Tapi mengapa kini tiba-tiba Hardy sakit? Apa Hardy jatuh ataukah telah terjadi sesuatu yang telah memicu sakitnya?Eleanor tidak bisa menunda, dia harus segera menemui Hardy dan memastikan langsung keadaannya.Situasi Hardy dan Eleanor mungkin terlihat baik-baik saja, namun jiwa Shanie sangat sadar bahwa tengah terjadi suatu gejolak bahaya yang mengintai. Meski Hardy tinggal di rumahnya sendiri, namun keadaannya membuat dia tampak seperti seekor kelinci di antara dua srigala.Sonya dan Thomas..“Eleanor, ada apa?” tanya Killian menyentak lamunan Eleanor. “Kita harus pulang sekarang
Suara desahan halus terdengar bersahutan, Eleanor berpegangan pada belakang kursi ditengah guncangan tubuhnya yang berada dalam pelukan dan saling menyatu. “Cukup.. Killian...” rintih Eleanor putus asa tidak diberi jeda sedikitpun untuk beristirahat.Tempat sempit itu semakin menguarkan panas dari pergumulan yang terus berlanjut.Dibawah kegelapan, wajah Killian memerah masih berselimut gairah, dia meraih wajah Eleanor dan menggigit tengkuknya, sementara tangan satunya lagi memberikan stimulasi pada daging kecil milik Eleanor yang kini telah basah.Kaki Eleanor bereaksi mengejang, suara rengekan halusnya ikut terdengar kala menerima cubitan halus dari jari Killian."Kau yakin ingin berhenti?" tanya Killian menggesek milik Eleanor ditengah hentakannya yang keluar masuk dengan kuat, pria itu menggigit daun telinga Eleanor dan mengulumnya.Eleanor mengerang pelan, tubuhnya menegang dibawah godaan yang membuat seluruh syarafnya menari dalam gelombang hasrat.Tatapan Killian membara, sema
“Lantas, apa hubungannya perempuan itu denganku sekarang?” tanya Eleanor, menguji akan sampai sejauh mana Killian berani bicara jujur tentang Shanie, perempuan yang Killian ceritakan tanpa ia sebutkan namnya.Dan, tanpa Killian tahu, perempuan itu kini berada di hadapannya…Killian menelan salivanya dengan kesulitan, pria itu bergerak tidak nyaman, tampak ragu untuk berbicara lebih jauh karena kemungkinan akan menimbulkan boomerang dalam hubungan mereka.Disisi lain, Killian tersadar bahwa dia sudah terlanjur bercerita tentang masa lalunya, rasanya sudah tidak perlu lagi untuk berbohong.Killian tidak ingin terjatuh ditempat yang sama, lebih baik dia berbicara jujur dan menerima sakitnya sekarang dibandingkan hancur diakhir.Killian menarik napasnya dalam-dalam, sampai akhirnya dia pun berkata, “Aku melihat, ada dirinya didalam dirimu Eleanor. Aku tidak bermaksud menganggapmu seperti mantan kekasihku, semuanya terjadi diluar rencanaku karena sebelumnya aku tidak melihatmu dengan car