Lastri begitu kesepian, hidup sebatang kara tanpa sanak saudara. Hingga kini bahkan dirinya masih tak tahu kemana perginya Selly putrinya, rasanya anaknya itu sudah hilang bersama waktu.
Tak hanya tak kunjung menemukan Selly putrinya, ia juga kesulitan menemui putrinya yang hingga kini masih dalam keadaan koma. Nio begitu ketat menjaga putrinya, ia bahkan menempatkan penjaga khusus untuk memantau siapa saja yang bisa menengok putri kecilnya.
Merasa bosan, Lastri memutuskan untuk pergi keluar sekedar menghirup udara segar. Menggunakan mobil Lastri terus berjalan hingga ia tiba dimana ia sama sekali belum pernah mengunjungi tempat tersebut.
Saat ia membuka jendela mobil, sosok seorang pengemis begitu menarik perhatiannya. Sempat mengira jika itu adalah putrinya. Namun saat matanya menatap wajah rusak itu keyakinan itu menguap begitu saja dari dalam diri Lastri.
"Sudah gila aku ini, mana mungkin putriku sejelek itu," gumamnya meninggalkan tempat itu.
Nio marah dengan keadaan putrinya saat ini, semua kenangan bersama Sasa terputar begitu saja dalam ingatannya. Semua penjelasan Marshel kala itu kembali berdengung ditelinganya. Ia menatap sang istri yang tengah menangis dalam pelukan maminya, matanya berkabut dengan kekalutannya.Pelahan ia bangkit dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan, Alex berusaha mencegah tuannya agar tak salah berlaku kepada istrinya. Nyatanya kini Nio sudah dikuasai emosinya, ia tak bisa mendengar apapun selain fikirannya sendiri."Ini semua gara-gara kamu, kamu menyiksa anakku! Kamu egosi."Semua orang tercengang mendengar teriakan Nio kala itu, hati Sabrina berdetak begitu cepat mendengar itu. Egois? Apa benar itu, hingga membuat Sabrina menatap suaminya dalam diam."Nio, jaga bicara kamu ini.""Papi nggak usah ikut campur, dia memang sangat egois yang hanya memikirkan perasaannya sendiri."Nio semakin diliputi rasa marahnya, ia kehilangan kendali diri hingg
Bulan memegangi tangan cucunya, ia mengadu tentang apa yang telah papanya lakukan terhadap mamanya hingga malam ini dirinya harus sendiri tanpa dampingan sang mama. Sasa memang tak bisa merespon apapun yang terjadi di sekitarnya, namun ia bisa mendengar semua hal yang terjadi disekitarnya.Sasa menitikan air matanya mendengar apa yang Bulan sampaikan, gadis kecil itu ingin segera membuka matanya dan melihat kembali mamanya namun mengapa sangat sulit baginya."Mi, sebaiknya pulang dulu aja. Mami juga butuh istirahat," ajak Darma pada istrinya.Bulan melepas tangan Darma yang ada dibahunya, ia menolak. Ia menolak untuk berjauhan dengan cucunya walau sebentar saja, ia masih sangat ingin berada disamping cucunya menggantikan Sabrina."Mami juga butuh istirahat, kita akan kembali lagi esok pagi.""Nggak, papi pulang aja ajak juga anak bodohmu itu.""Mii—"Jangan pernah memanggilku mami! Aku tidak pernah melahirkan laki-laki bod
Pagi ini Selly memutuskan untuk pergi ke rumah sakit dengan sisa uang yang dimilikinya, ia yakin kali ini bisa menghubungi mamanya dan tak akan kebingungan lagi dengan uang. Selesai memeriksakan wajahnya, Selly terlihat mendatangi sebuah telepon umum.Lastri masih tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya, putrinya yang menghilang tiba-tiba menghubunginya. Ia sangat senang namun bersamaan juga merasa sangat ketakutan, ia bimbang apakah ia harus mendatangi putrinya itu atau tidak."Bagaimana kalau mereka mengikutiku, bisa ketahuan Selly nanti," cemasnya.Tak ada pilihan lagi, Lastri meyakinkan dirinya dan pergi menemui putrinya. Tak lupa ia membawa banyak bekal makanan juga beberapa lembar uang tunai.Di taman mata Lastri tak kuasa menahan tangisnya, setelah sekian lama akhirnya ia dapat kembali berjumpa dengan putrinya namun keadaan wajah Selly nampak begitu mengerikan baginya.Selly yang melihat mamanya segera menarik Lastri ke tempat
Berita kematian Sasa sudah menyebar, banyak orang yang datang dan ikut berkabung termasuk Lastri yang terlihat datang dengan derai air matanya. Ia berjalan mendekat, kali ini ia hanya ingin datang sebagai nenek dari Sasa.Nio mengijinkannya mendekat dan melihat Sasa untuk yang terakhri kalinya. Lastri begitu hancur melihat wajah pucat itu, rasa bersalah terselip begitu besar menghubus jantungnya. Ia tahu jika semua ini adalah akibat dari perbuatan putrinya hingga rasanya tak adil jika ia memohon ampun untuk Selly atas perbuatannya ini.Terlihat juga disana keluarga Rizal yang berusaha menguatkan Nio, terutaman Rizal yang tak pernah meninggalkan Nio seorang diri dalam kekosongannya. Kejadian lalu memang sempat membuatnya marah, bahkan membuat keluarganya marah namun mereka berusaha mengerti dengan keadaan Nio.Nio bangkit, ia berjalan masuk ke dalam salah satu kamar yang menjadi ruang bermain bagi putrinya itu. Disana ia memeluk boneka teddy kesayangan Sasa, meng
Merasa ada yang sedang mengikutinya Lastri mencoba melihat dari balik spion mobil, benar saja ada sebuah mobil yang sedang mengikutinya."Pasti laki-laki itu curiga terhadapku, itu sebabnya ia meminta orang mengikuti.""Nggak bisa, belum saatnya Selly ketahuan. Aku harus mengalihkan mereka," lanjutnya lalu kembali fokus pada kemundinya.Lastri memutar arahnya, ia mengambil jalur lain untuk mengecoh. Dalam perjalananya ia merasa apa yang ia lakukan saat ini salah, ia merasa telah mengkhianati cucunya sendiri. Lastri merasa telah menjadi pembunuh sekaligus penjahat bagi cucu kandungnya."Maafkan nenek Sasa, bukan maksud nenek menyembunyikan putri nenek. Beri nenek waktu, tolong jangan salahkan nenek," gumamnya berderai air mata.Sedang saat semua orang sedang banjir dengan air mata, terlihat Selly sedang menikmati harinya yang indah. Tak lagi kelaparan dan tak lagi hidup dirumah kumuh benar-benar membuat moodnya selalu ceria, berbeda dengan har
Selly terlihat tengah bersiap disebuah ruangan, rencananya hari ini ia akan melakukan perawatan pada luka bakar diwajahnya. Lastri sengaja mencari dokter kulit yang jauh dari kota agar tak membuat curiga Nio juga anak buahnya."Bagaimana dok wajah putri saya," tanya Lastri pada dokter."Butuh waktu agak lama untuk mengembalikan kondisinya seperti semula, namun seperti yang saya katakan sebelumnya jika ini tidak bisa menyembuhkan secara 100%," ucap dokter kepada Lastri."Aku hanya ingin luka ini segera menghilang dari wajahku dok. Luka ini sesekali terasa begitu sakit dan sangat menyiksa," seru Selly."Terang saja sakit, itu diakibatkan karena anda tidak baik-baik merawatnya saat itu masih luka baru."Gimana mau merawatnya, uang saja tak punya waktu itu," lirihnya bergumam.Perlahan dokter mulai mengobati luka bakar Selly, sesekali pula Selly akan berteriak kesakitan kala dokter malakukan tindakan."Tahan Selly, ini demi wa
Suasana malam ini seakan berbeda dengan malam-malam sebelumnya, jika dulu disetiap malam akan ada rasa dingin yang membalut dua insan kesepian kini semua terbayar dengan kehangatan yang sedang membakar keduanya.Nio mendekap Sabrina dengan begitu rindu, dekapan yang tak mampu lagi memeluk erat perut istrinya. Kondisi kehamilan Sabrina memang sudah sangat besar, bahkan tak jarang Sabrina merasa sedikit kesusahan bernafas ketika terlalu banyak berjalan.Pagi yang begitu indah ketika kedua mata yang baru saja terbuka langsung disuguhi keindahan ciptaan Tuhan, Nio hanya bisa terdiam menatap indah wajah istrinya. Ada rasa bersalah ketika ia mengingat kembali kejadian dulu, kejadian dimana ia begitu kejam kepada istrinya."Maaf," lirihnya membelai pipi chuby istrinya.Belaian itu perlahan turun dari wajah hingga tubuh istrinya, Nio merasa sangat merindukan istrinya. Rasanya tak cukup jika ia hanya satu kali, hingga akhirnya ia memaksa Sabrina yang sedang
Sudah hampir satu minggu keduanya menikmati masa-masa berduanya di vila, jauh dari keramaian dan penuh keromantisan. Nio benar-benar memanfaatkan waktunya untuk memperbaiki hubungan dengan Sabrina, manjadikan hubungan yang sedingin es menjadi sepanas bara api."Sudah siap yank," tanya Nio yang datang sembari mengancingkan lengannya.Sabrina tak menyahutinya, wanita itu malah sedang merapatkan dirinya dengan tubuh sang suami."Mau apa," tanya Nio memicingkan matanya."Nggak, nggak ada kok," membelai lembur dada suaminya."Jangan nakal ya tangannya ini."Sabrina tersenyum jahil ketika melihat telinga suaminya sudah berubah warna menjadi merah, itu pertanda jika rangsangannya bekerja dengan sangat baik pada tubuh suaminya. Dengan masih tertawa Sabrina melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar.Nio hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah sang istri, sungguh menggemaskan dan menjengkalkan dalam waktu bersaan. "Jahil banget ja