共有

Bab 2

last update 最終更新日: 2021-09-05 23:47:34

Sabrina kebingungan entah dia harus kemana malam ini, tak ada uang juga tak ada tempat yang dia tuju.

Ia hanya bisa duduk dibangku taman yang sepi pengunjung, menangis meluapkan rasa sedihnya. Namun semakin ia berfikir semakin ia tak menemukan jawaban apapun atas masalahnya.

Namun disaat rasa bimbang dan sedihnya itu datanglah seorang anak kecil yang memegang tangan serta menghapus air matanya.

"Are you oke mama?" tanyanya sambil menghapus air mata Sabrina.

Sabrina hanya diam memandangi gadis kecil didepannya, malaikat kecil yang tiba-tiba hadir disaat dunianya mulai menggelap.

"Sayang, kamu sama siapa kesini?" tanya Sabrina.  

Dipeluknya tubuh si kecil sambil melihat sekelilingnya. Namun Sabrina tak menemukan siapapun ditaman tersebut.

"Sayang, kamu datang dari mana tadi?" tanyanya kembali memastikan asal dari anak kecil yang tengah berdiri dihadapannya. 

"Tentu aja dari jalan itu dong ma," menunjuk jalan didepannya. 

"Ya terus kamu sama siapa kesininya?" bingung Sabrina saat tak ada satu orangpun kecuali dirinya.

"Sama oma aku."

"Terus mana omanya."

"Aku tinggalin mah, habis oma lama." 

Gadis kecil itu sungguh menggemaskan dengan ekspresi wajah kesal yang dibuatnya, Sabrina yang tadinya menangisi hidupnya kini tersenyum melihat gadis kecil dalam pangkuannya.

"Sayang, nama kamu siapa?" gemasnya melihat gadis dalam pangkuannya.

"Aku? Sasa." 

Marisha Septa Dirojo atau lebih akrab disapa Sasa, ia adalah cucu tunggal dari keluarga Dirojo. Kakeknya bernama Darma Dirojo, seorang pengusaha ternama dengan yang disegani oleh semua orang dikotanya. 

Sedangkan neneknya adalah Bulan Dirojo, walaupun diusianya yang makin tua namun tak mengurangi kecantikannya. Keduanya adalah pasangan harmonis yang hampir tak pernah mengalami krisis rumah tangga. 

"Mama namanya siapa?" tanya Sasa gemas.

"Gimana sih, masa nama mamanya nggak tahu," tawa Sabrina menggoda Sasa.

"Iya juga ya mah," ucap Sasa dengan gayanya sok berfikir.

"Aduh kamu gemesin banget sih sayang, nama tante Sabrina," memeluk erat tubuh si kecil. 

"No!! Bukan tante, tapi mama."

"Sasaa," teriak seorang wanita dari kejauhan.

Wanita itu berlari menghampiri keduanya dengan raut wajah khawatirnya. Ia segera mendekap tubuh kecil itu, memastikan jika tak ada luka yang dideritanya.

"Oma, kenalin ini mama aku." 

Bulan begitu terkejut saat mendengar cucunya memperkenalkan seorang wanita yang baru ditemuinya. Lebih terkejut lagi saat Sasa yang sulit berbaur dan dekat dengan orang lain malah lengket dengan Sabrina.

"Sabrina tante," mengulurkan tangannya.

"Bulan, saya oma nya Sasa. Apa Sasa merepotkan nak?" tanya Bulan begitu halus.

"Tentu saja tidak, saya seneng ketika dia tiba-tiba mendatangi saya," tawanya sambil memegang pipi Sasa dengan gemas. 

"Mama ayo kita pulang," ajak Sasa. 

"Ehm, tante-

"Bukan tante tapi mama," potong Sasa pada ucapan Sabrina.

"Sasa, no! Nggak boleh gitu ya. Kasian tantenya mau pulang udah malam juga," bujuk Bulan.

"Bukan tante tapi mama Sasa."

"Iya, mama Sasa. Mama biar pulang ya kasian udah malam loh," bujuk Bulan pada cucunya yang terlihat kesal.

"Nggak mau, aku mau pulang sama mama aja," ngeyel Sasa memeluk erat kaki Sabrina.

"Nak, maafkan cucu saya ya. Saya juga nggak tau kenapa dia begini," canggung Bulan pada tingkah cucunya.

"Gpp tante," ramah Sabrina.

"Sayang, ini kan udah malam sebaiknya anak mama yang cantik ini pulang sama oma ya," bujuk Sabrina sambil berjongkok mensejajarkan diri dengan Sasa.

"Nggak mau, pokoknya sama mama."

"Maaf nak, kamu mau kemana ya malam-malam begini," tanya Bulan.

"Saya ehm, saya mau cari kontrakan disekitar sini tante," jawab Sabrina malu-malu.

"Kontrakan? Kamu nggak ada tempat tinggal?" heboh Bulan yang menarik tangan Sabrina duduk kembali dibangku. 

"Iya tante, saya lagi cari kontrakan yang biasa saja."

"Ehmm," pikir Bulan.

"Mama tidur sama Sasa aja kalau gitu," seru Sasa tiba-tiba.

"Lucu banget sih sayang," menjepit wajah Sasa dengan kedua tangannya.

"Kamu mau kerja sama saya nggak nak?" tanya Bulan tiba-tiba.

"Maksud tante ?" tanya Sabrina begitu heran.

"Jadi pengasuh Sasa, kamu juga bisa tinggal dirumah kami." 

Sabrina tak langsung menjawab tawaran Bulan, ia masih terlihat ragu dan tak bisa percaya begitu saja.

"Saya Bulan Dirojo nak, istri sah dari pengusaha ternama dikota ini Darma Dirojo!" Menunjukkan ktp nya saat melihat keraguan pada wajah Sabrina.

"Ayo mah kita pulang, Sasa udah ngantuk banget," Rengeknya menarik tangan Sabrina.

"Kami sudah menyewa puluhan pengasuh, tapi Sasa juga berpuluh kali membuat semuanya kabur dengan tingkah jahilnya."

"Baiklah tante, saya terima tawarannya."

"Hore! Tidur sama mama. Hore," girang Sasa memeluk serta mencium kedua pipi Sabrina.

Ketiganya bersama meninggalkan taman, dan tak lama tiba didepan sebuah rumah dengan pagar menjulang tinggi menutupi bangunan rumahnya. 

Jalan masuk yang lumayan jauh membuat Sabrina menatap begitu takjub. Ia bukan kagum akan kemewahannya, karena ia juga pernah tinggal dirumah mewah namun dia hanya kagum dengan model bangunan serta banyaknya pepohonan. 

"Yuk turun," ajak Bulan.

"Ayo mama kita turun," tarik Sasa pada kedua tangan Sabrina.

Saat masuk kedalam rumah, Darma sudah menyambut ketiganya. Namun saat ia memeluk si mungil Sasa, pandangannya menatap heran wanita didepannya saat ini. 

"Kamu siapa ya?" tanyanya.

"Opa, dia mama aku. Namanya Sabrina," kenal Sasa.

"Ha!"

"Biasa aja pah kagetnya, ini Sabrina dia adalah pengasuh baru cucumu yang rewel ini," jelas Bulan.

"Tapi ," sanggah Darman.

"Mama ayo kekamar Sasa udah ngantuk," rengeknya.

"Pergilah, malam ini kamu bisa tidur dulu sama Sasa ya," sahut Bulan. 

"Baik, makasih tante om saya permisi," pamit Sabrina sopan.

"Ma, jelasin."

"Kita kekamar aja jelasinnya. Capek habis main india-indiaan sama cucumu itu."

***

Dan pagi yang cerah ini diawali dengan suara riang Sasa yang sedang bermain dengan Sabrina diruang tv. Bahkan Sasa tak pernah tertawa selepas itu selama ini, dan suara itu membuat Darma juga Bulan bahagia hingga menitikan air matanya.

"Akhirnya pah ya, kita bisa denger Sasa ketawa kek dulu lagi, " sedih Bulan.

 

"Papa harus berterima kasih dengan Sabrina ma, dia sudah mengembalikan Sasa kita yang dulu."

"Bener pah, kita bertahun-tahun mencobanya tapi gagal. Dan sekarang Sabrina hanya butuh waktu satu hari saja. "

"Mungkin itu yang membuat Sasa nyaman dekat dengannya sampai memanggilnya mama."

"Opa omaa, " teriak Sasa berlari menghampiri keduanya. 

"Oh cucu opa udah cantik aja nih. "

"Udah dong, kan udah didandani sama mama."

"Pinternya," gemas Bulan.

"Aku udah cantik kayak mama belum opa?" tanyanya dengan mengedipkan kedua matanya yang terlihat imut. 

"Ahh mah, tolong. Papa kena sindrom Sasa ini."

"Sindrom apa pah?" bingung Bulan pada suaminya.

"Sindrom pemuja kecantikan Sasa, " gombal Darma membuat semuanya tertawa.

Ketiganya tertawa bahagia, membuat Sabrina juga ikut tertawa didekat mereka. 

"Tuan, nyonya selamat pagi," sapa Sabrina kepada keduanya. 

"Aduh duh, jangan manggil gitu nak," seru Bulan buru-buru.

"Hm?" heran Sabrina saat mendengar penolakan Bulan dengan panggilannya.

"Panggil kita papa sama mama aja nak," usul Darma.

"Haa?" kagetnya.

"Betul, kan kamu mamanya Sasa jadi panggil kita papa mama juga."

"Tapi, " 

"Kalau nggak mau kita pasti sedih ya pah, ditolak buat punya anak gadis," pura-pura sedih, Bulan mencoba memaksa Sabrina.

"Baiklah, sebaiknya papa sama mama sarapan dulu ya." 

Darman tersenyum menatap Sabrina. Ia merasa jika Sabrina ini akan bersama dengan mereka dalam waktu lama, dan entah mengapa ia sudah menerima kehadirannya.

Darma, anaknya juga Sasa adalah orang yang susah sekali menerima orang baru dalam kehidupan pribadinya. Namun entah dengan Sabrina, keduanya merasa menemukan kecocokan.

"Woww, ini nggak mungkin si bibi yang masak kan?" takjub Bulan saat melihat meja makan.

"Ini siapa yang masak?" tanya Darma menatap isi meja makannya.

"Saya om, eh pah."

"Ini apa?"

"Ini sayur asem pah mah, terus lauknya ada tahu tempe sama ayam goreng. Ada sambal juga sebagai pelengkapnya," jelas Sabrina.

"Kita makan sekarang, kayaknya enak."

Darma juga Bulan mulai menyantap makanannya, sedangkan Sabrina tengah sibuk menyuapi Sasa yang begitu manja kepadanya. 

"Lagi mamaa." 

"Duh pinternya deh." 

"Brina, ini bener-bener enak banget," puji Bulan.

"Mulai besok mau nggak kamu memasak untuk kita semua," pinta Darma berharap.

"Tentu saja," senyumnya tulus kepada kedua orang didepannya. 

Sabrina kini merasa dihargai dengan semua masakannya. Dulu, apapun yang ia masak akan ada saja hinaan didalamnya. Menyakitkan itu pasti, namun dulu Sabrina harus bisa bertahan.

"Oh iya ma, maaf tapi apa boleh saya nanti ijin sebentar?" tanyanya memberanikan diri. 

"Mau kemana?" tanya balik Bulan. 

"Saya ada kelas kuliah siang ini, jadi saya harus ke kampus."

"Kamu kuliah?" tanya Darma terkejut.

"Iya pah." 

"Yaudah pergi aja, biar Sasa sama mama."

"Nggak mau, Sasa maunya sama mama aja," memeluk erat pinggang Sabrina.

"Gpp ma, nanti biar aku aja yang jelasin sama Sasa." 

Dan pagi hari ini diakhiri dengan tawa riang serta canda tawa dari tingkah lucu Sasa yang begitu menggemaskan.

Namun Sabrina tak tahu akan ada hal besar yang sedang menantinya. Rencana mereka akan menjadi kejutan untuk Sabrina.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
コメント (7)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
sabrina orang baik...mendapat pertolongan pada saat kesulitan
goodnovel comment avatar
carsun18106
oma bulan dan opa darma gemoy sekali interaksinya ^_^
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
jsjskaksjsnsnsbsjsz
すべてのコメントを表示

最新チャプター

  • Mendadak jadi Ibu   Teruntuk para Readers tersayang,

    chapter I Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya. Sah.. Sah.. Sah.. Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya. Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya. Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. "Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan. chapter II Tanpa menjawab

  • Mendadak jadi Ibu   Bab 190

    Matius terkejut dengan penolakan dari Selly, ia tak menyangka jika rasa marahnya begitu besar melebihi rasa rindunya. Matius tahu apa kesalahannya, ia juga menerima semua yang Selly lakukan padanya.Matius hanya ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun sebelum itu ia harus menebus semua kesalahannya, ia harus menyelesaikan semua masa lalunya yang begitu kelam itu."Maaf," lirih Matius mencoba meraih tangan Selly di depannya.Selly murka, ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini juga. Ia mengamuk, memukul Matius bahkan juga menghancurkan semua barang yang ada di ruangan tersebut."Bodoh kamu, kamu pergi dari sini. Pergi temui istrimu itu, jangan pernah muncul lagi di depanku!" teriaknya dengan begitu kencang."Tolong dengerin dulu, sebentar saja." mohonnya.Selly terus mengamuk, mengabaikan semua ucapan Matius yang ingin berbicara dengannya. Hingga Matius begitu geram d

  • Mendadak jadi Ibu   Bab 189

    Matahari hari ini bersinar dengan begitu teriknya, Sabrina yang awalnya ingin berkeliling dengan si kembar ke taman pada akhirnya mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih bersantai di dalam rumah sembari menikmati buah-buahan yang Bulan sediakan."Anak cantik mama lagi apa ini, kenapa jarinya di emut-emut gitu?" tanyanya dengan begitu gemas."Aduh, ini si ganteng malah kakinya yang di emut-emut." menepuk keningnya dengan seulas senyumannya.Hari ini semua orang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, para laki-laki sibuk bekerja sedang Bulan sedang menemani Lena mengatur acara pernikahan anak-anaknya. Sedang Ica hari ini meminta ijin untuk kembali ke Jogja, awalnya Marshel melarangnya dengan berbagai alasannya namun Ica yang keras kepala pada akhirnya memenangkan pertempuran itu.Ica sedang ada di dalam kendaraannya menuju rumahnya, ia di jemput dengan anak buahnya yang selalu setia mengawalnya kemanapun perginya. Namun tiba-tiba Ica mengubah tujuan

  • Mendadak jadi Ibu   Bab 188

    Stevan segera mendapat penanganan dari dokter, wajahnya yang semakin pucat membuat Sabrina juga Nio menjadi semakin pucat. Sedang Stevi terlihat dengan pulas tertidur dalam gendongan sang papa."Gimana ini hubby, kenapa dokter lama banget di dalam?""Sabar, kita tunggu aja di sini."Dan tak lama dokter keluar. Sabrina segera saja memberondong dokter tersebut dengan berbagai pertanyaannya, hingga tanpa sadar dokter tersebut menyunggingkan senyum manisnya."Dokter lagi godain istri saya ya?" ketus Nio melihat dokter laki-laki itu tersenyum menatap istrinya."Oh maafkan saya pak, bukan maksud saya ingin menggoda istri anda. Namun saya hanya tersenyum ketika tahu ternyata saya sedang berhadapan dengan ibu baru," jelasnya dengan begitu ramah.Plakk,"Hubby apaan sih, bisa-bisanya cemburu saat kayak gini," kesalnya."Lalu gimana anak saya dok?""Gpp, hanya demam karena perubahan cuaca saja. Hari ini juga bisa langsung di

  • Mendadak jadi Ibu   Bab 187

    Mata Ica terbuka dengan tiba-tiba, posisi yang begitu kurang nyaman bagi keduanya saat ini. Wajah Marshel begitu dekat dengan wajah Ica, sangat dekat hingga Ica dapat merasakan deru nafas Marshel yang menerpa wajahnya."Ehm, udah bangun ya." canggungnya membuka suara."Iya. Ini kayaknya terlalu dekat deh kita," sahut Ica dengan wajah memerahnya menahan malu.Dengan cepat Marshel menegakkan tubuhnya, berdiri membuang muka ke sembarang arah. Sedang Ica kini juga bangkit membenarkan posisinya, wajahnya sudah sangat merah seperti udang rebus."Loe ngapain di sini?" tanya Ica menutupi rasa canggungnya."Heh, aku kamu. Kenapa jadi loe gue lagi sih," omel Marshel."Iya, iya. Kamu kenapa di sini? Bukannya tadi lagi kerja ya?""Pulang, di suruh sama bunda. Kamu kenapa, tidur sambil nangis?"Ica belum siap membuka kembali lukanya, ia masih tertutup rapat bahkan tak pernah membukanya. Kini ia hanya ingin hidup seperti pada normalnya

  • Mendadak jadi Ibu   Bab 186

    Hari ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan acara pertunangan Ica dengan Marshel, semua nampak antusias menjelang acara bahagia tersebut. Sabrina yang tak bisa bergerak leluasa bertugas merangkai bunga bersama kedua buah hatinya, sedang yang lainnya mengawasi petugas dekornya."Sebelah sini ya mas, tolong agak di penuhi lagi jadi biar nggak lubang." seru Bulan."Sebelah sini aja mas bagus, iya itu nanti taruh di sana aja biar bisa buat duduk." sibuk Lena mengarahkan orang-orang.Semua nampak begitu sibuk, sedang Ica sedang berada di kamarnya menikmati spa yang di sediakan Sabrina khusus untuk dirinya. Tak ada para lelaki yang menemani, hanya ada para wanita tangguh sebab laki-laki sedang bertugas mencari nafkahnya."Bun, ini taruh di mana ya?""Wah bagus banget sayang kamu ngerangkai bunganya," takjubnya dengan hasil rangkaian sang putri."Bisa aja, udah ini taruh mana? Berat tau," keluhnya."Sini, biar bunda aja yang bawa ya. Kam

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status