"Dia anak saya!"
Ucapan Selly menekankan status dirinya bagi Sasa, semua guru hanya bisa menatap mereka bedua. Tak satupun dari mereka yang berani melerai saat melihat sorot membunuh dari Selly pada Sabrina.
"Anda salah orang, Sasa adalah anak saya! Lepaskan tangan anda dari saya," balas Sabrina.
Selly tak menghiraukan ucapan Sabrina, ia malah dengan sengaka mengeratkan cengkramannya hingga Laisa memekik kesakitan. Sasa marah melihat mamanya diperlakukan kasar.
"Lepaskan mama aku," teriaknya sambil memukuli tangan Selly.
"Saya mama kamu, bukan dia," bentak Selly.
"Jangan berani membentak anak saya, anda hanya beruntung saja bisa melahirkan dia," lirihnya namun menekan setiap katanya.
"Akhhhhh," teriak Selly saat Sasa menggigit tangannya.
"Tolong perketat penjagaan sekolah ini, saya hanya tidak ingin suami saya memindahkan anak saya ke sekolah lain," pesannya sebelum membawa Sasa keluar.
"Nyonya Sabrina kalau marah serem
Selly terdiam dan hanya menuruti kemana mereka ingin membawanya, pisau itu masih sangat nyaman berada dipinggangnya."Stop," seru laki-laki tersebut.Selly menghentikan mobilnya, ia bahkan tak bisa menggerakan kepalanya karena rasa takutnya. Tubuhnya bergetar hebat, namun ia terus menahannya agar tak terlalu terlihat."Siapa kalian ini, apa yang kalian mau dari saya?""Cukup mudah. Jangan pernah mengusik nona kami. Perhatikan sikap anda, jangan sampai kita bertemu lagi.""Siapa nona kalian, apa hak dia melarang saya," kesalnya yang tersulut emosi.Laki-laki itu menusukkan ujung pisaunya hingga membuat Selly mendesis kesakitan. Tangannya mencengkeram kuat kemudinya, matanya terpejam untuk mereda rasa sakit yang kini dirasakannya."Baik, baik. Saya tidak akan menganggu nona kalian lagi.""Ingat kata-kata anda ini.""Iya, saya tahu.""Kita pergi sekarang," serunya yang diikuti oleh para anak buahnya kelua
Mata Marshel memicing menatap Sabrina yang sedang berdiri dihadapannya, dengan cepat Sabrina memberikan isyarat untuk tidak membahas hal itu dimuka umum ."Yaudah kita ketemu nenek gimana," ajak Marshel."Hore, Sasa ketemu nenek," girang bocah kecil tersebut.Marshel membawa keduanya kembali kerumah, Lena juga Rizal begitu tak sabar menunggu kedatangan mereka. Suara klakson berbunyi membuat Lena segera berlari meninggalkan dapurnya menuju halaman depan."Nenek," teriak Sasa saat melihat Lena ada didepan pintu menyambutnya."Aduh cucunya nenek, udah makan belum ini?""Belum, Sasa laper banget ini nek," menyentuk perutnya dengan ekspresi yang begitu menggemaskan.Lena mengajak semuanya masuk, Marshen sendiri menuntun sang adik untuk masuk kedalam rumah miliknya. Dan benar saja, baru saja masuk Sabrina sudah disuguhi dengan foto keluarga Marshel yang terpajang begitu besarnya."Akhh, kepalaku," rintihnya menghentikan langkah
Hari sudah mulai gelap saat Antonio tiba dirumah Rizal, ia merasa bersalah dengan istri juga anaknya karena terlalu lama menjemputnya. Pekerjaan hari ini benar-benar membuat ia menjadi sibuk."Maaf ya ayah, Nio terlalu lama meninggalkan istri juga anak Nio," sesalnya yang tak enak hati."Ngomong apasih, Sabrina juga anak ayah. Terima kasih karena kamu sudah memberi kami waktu bersama," ucap Rizal sambil menepuk bahu menantunya tersebut."Perlahan aja yah, Nio janji bakal bantuin Sabrina mengingat masa lalunya," disambut senyum hangat Rizal padanya."Udah datang loe, gue kira malam ini adek gue nginep disini," canda Marshel yang baru datang."Lain kali aja deh," balas Nio santai."Papaa," teriak Sasa yang berlari lalu meminta gendong pada papanya."Kita makan malam sekalian ya, kebetulan tadi Sabrina masak."Setelah makan malam, Nio mengajak anak juga istrinya kembali kerumah. Sasa begitu lelah hingga tanpa sadar ia tertid
Nio benar-benar tak habis fikir dengan apa yang dilakukan oleh sang istri, hal yang begitu membahayakan dengan santainya ia lakukan dan bahkan ketika ia meminta Sabrina turun tak ada sedikitpun rasa takut melihat kebawahnya."Ngapain kamu tidur diatap," tanyanya dengan nada tegas ketika ia mendudukan sang istri.Sabrina yang tak merasa bersalah hanya terdiam menatap sekelilingnya dengan kebingungannya, ia merasa tidur diatas atap adalah hal biasa sebeb ia sering melakukan hal tersebut ketika dihukum oleh Carisa namun ia tak tahu jika kini hal itu membuat semua orang sangat ketakutan."Apa ada yang salah dengan hal itu," tanyanya tanpa rasa bersalah sedikitpun."Astagaa," berdiri dan mencengkeram kuat kepalanya sendiri. Nio hampir kehilangan kontrol emosinya ketika menatap sang istri."Nak, lain kali jangan sembarangan tidur lagi ya. Kalau nggak nyaman dikamar bisa tidur dikamar lainnya," tutur Bulan lemah lembut."Maaf ya kalau udah bu
Sabrina kesakitan, tangannya begitu sakit akibat pukulan dari tongkat Selly terhadapnya. Sasa yang melihat mamanya kesakitan dengan segera turun dari mobil dan memeluk tubuh mamanya."Mama, mama yang mana yang sakit," tanyanya penuh dengan kekhawatiran."Sayang mama baik-baik saja kok, kamu masuk ke mobil lagi ya," pintanya mengelus kepada anaknya."Wanita jahat, nakal. Berani sekali melukai mamaku, aku kutuk kamu jadi cacing," marahnya menatap tajam Selly penuh dengan kemarahan."Hahahaha, dasar bocah. Kebanyakan baca dongeng sih ya gini, sini ikut mama biar mama kasih pelajaran kamu," menarik tubuh Sasa dengan paksa."Mama tolong, nggak mau lepasi. Mama.""Lepasin Sasa, lepasin anak gue.""Brisik banget," menekan luka dibahu Sabrina."Akhhh.""Mamaaa," teriak Sasa saat dibawa pergi oleh Selly entah kemana.Sabrina yang kesakitan mencoba tenang, ia tak boleh panik agar tahu apa yang harus dilakukannya. Ia m
Nio begitu geram saat kembali menatap wajah angkuh dari mantan istrinya tersebut, wanita yang dulu pergi meninggalkan dirinya juga anaknya. Tangannya terkepal kuat menahan diri untuk memukul langsung Selly didepannya."Berapa nyali yang anda miliki sampai berani melukai nyonya Antonio?""Bahkan gue sudah berbaik hati hanya mematahkan satu tangannya saja, " sombongnya memancing kemarahan Nio.Nio yang murka mencekik leher Selly dengan begitu kuatnya, Sabrina segera menyerahkan Sasa pada salah seorang pengawal dan memintanya membawa Sasa pergi dahulu."Tenang hubby," ucap Sabrina membelai punggung Nio suaminya."Munafik, berani sekali merebut kedudukanku sebagai nyonya Nio juga mama kandung Sasa.""Anda perlu berkaca diri nona Selly. Anda yang dengan sadarnya pergi meninggalkan keluarga kecil anda sekarang menghina saya merebut itu semua, bodoh," seru Sabrina memberikan tekanan pada Selly. "Pergi, bawa dia. Lakukan se
Tak ada yang bisa Nio lakukan untuk menghilangkan rasa sakit ditangan istrinya, ia hanya bisa menemaninya sambil terus tersenyum kepadanya. Hanya semangat yang kini Sabrina butuhkan, hanya keselamatan Sasa juga keluarganya yang menjadi keutamaannya."Selamat pagi sayang," ucapnya ketika Sabrina baru membuka matanya."Pagi hubby," tersenyum begitu manisnya."Apa masih sakit," tanyanya mencium lengan juga tangan istrinya yang di gips.Sabrina tahu kekhawatiran suaminya, ia tak bisa menghibur dengan berpura-pura kuat atau dalam keadaan baik-baik saja. Sabrina hanya bisa tersenyum sambil memeluk tubuh sang suami dengan penuh kasih sayang."Semua akan baik-baik aja, " ucap Sabrina dalam dekap hangat tubuh Antonio.Tak ada kata-kata, Nio hanya menghujani istrinya dengan kecupan kasih sayang. Dengan telaten juga membantu istrinya mandi juga mengganti pakaiannya."Mama," gumam Sasa yang melihat Sabrina berjalan sambil dituntun Nio
Tubuh Selly sudah tak mampu lagi menahan kesakitannya, rasanya sakit itu menjalar disekujur tubuhnya. Apa yang bisa ia lakukan kini selain memohon ampun dan belas kasih, tak ada dan tak akan pernah ada."Tuan, saya sudah melakukan tugas saya.""Hm, Lex antar dia keluar dan berikan kompensasinya.""Baik tuan. Mari ikut saya.""Apa yang harus kami lakukan selanjutnya tuan," tanya kepala pada Nio."Tunggu sampai gelap, antarkan dia pulang didepan gerbangnya. Pastikan jangan sampai terlihat oleh orang.""Baik tuan."Nio bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Bersama Alex ia kembali ke kantor dan menyelesaikan pekerjaannya seperti biasa. Ada rasa was-was saat ia meninggalkan Sabrina seorang diri dirumah tanpa pengawalan darinya, karena semejak kejadian itu Nio tak lagi percaya jika bukan dirinya sendiri.Sedangkan dirumah Sabrina begitu kesepian, Nio melarangnya keluar rumah jika tanpa dirinya bahkan ia juga tak berani ikut bersama