Share

Sosok Kakak

"TABRAK LARI TOLONG!" teriak wanita yang ditolong oleh Sasya. Dalam sesaat kemudian semuanya benar-benar gelap.

 

Orang-orang berkerumun mendapati keadaan Sasya yang terkapar dengan darah yang mengalir dari pelipis serta belakang kepalanya yang juga mengeluarkan darah segar dengan banyak.

 

"Sasya! Ka─kamu bangun Sasya," lirih Alvan. Mata Alvan merah menahan emosi dan gejolak tak jelas didadanya.

 

"Ma─maaf. A─aku  minta maaf. Aku nggak tau kenapa bisa gitu. A─aku cuma mau nyebrang ta─tapi dia─dia─"

 

"DIAM!" teriak Alvan emosi, emosi Alvan kini berada diubun-ubun. Ia menatap gadis itu dengan tatapan tajam penuh kebencian. Ah tidak, Alvan tidak membenci gadis itu, Ini hanya sebuah kecelakaan.

 

"Maaf," ucap gadis itu lagi. Air mata mulai bercucuran melewati pipinya. Gadis itu berdiri dan berlari entah kemana, langit menggelap, sahabat nya akan datang, Hujan.

 

Sasya dilarikan kerumah sakit terdekat dan dimasukkan keruang IGD. Alvan tidak bisa tenang, pikirannya melayang entah kemana. Sampai seorang Dokter keluar dan mengajaknya kembali dari lingkup angannya.

"Gimana keadaan Sasya, Dok?," tanya Alvan menghampiri Dokter.

 

"Maaf, beliau koma," jawab dokter tersebit, seketika sekujur tubuh Alvan melemas, seakan darahnya tersetrum.

 

"Beliau mengalami cidera dan pendarahan yang parah. Kepala bagian belakangnya terbentur dengan sangat kuat tapi kami akan berusaha sebisa kami."

 

"Terima kasih Dok, lakukan yang terbaik!" pinta Alvan.

"Kalau begitu saya perpisi," jawab dokter itu, Alvan mengangguk lalu dokter berlalu dari hadapan Alvan. Alvan menatap punggung pria paruh baya dengan jas putih itu hingga pria itu menghilang di balik dinding. Ia melangkahkan kakinya pergi ke ruangan Sasya, dengan gemetar ia menyentuh gagang pintu lalu menodorong pintu tersebut. Alvan benci ruangan semacam ini, Alvan benci situasi ini. Rumah sakit yang sama, nama ruangan yang sama, mungkin dokter yang sama. Ruangan ini adalah tempat terakhirnya menemui orang yang sangat dia sayangi dahulu.

 

Pikiran Alvan langsung menuju dimana kejadian yang membuatnya begitu terpuruk, ia kembali mengingat bagaimana orang yang ia sayangi pergi meninggalkannya untuk selamanya.

"Ma, kakak kenapa?" tanya Alvan kecil disana, sekitar lima tahunan, sedang menahan tangisnya. Ibunya pernah berkata kepadanya  kalau laki-laki tidak boleh menangis, laki laki harus kuat.

Dulu, Alvan bingung kenapa ibunya sering kali berkata seperti itu, namun sekarang Alvan tahu, Alvan kehilangan seorang pahlawan berharga dalam hidupnya.

 

"Kakak kamu udah dipanggil sama yang kuasa sayang. Kakak kamu udah tenang, Kakak kamu udah bebas dari penyakitnya," jawab Riana, ia tersenyum miris karena sang putri sulungnya telah meninggalkannya secepat ini.

"Kenapa kita nggak ikut, Ma?"

"Nggak bisa sayang."

Setelah sekian lama, Alvan berumur dua belas tahun. Alvan baru tahu penyebap perginya sang kakak. Tak bisa dipungkiri, memang yang kuasa lah yang memanggil kakaknya. Tapi disisi lain, akibat kegagalan dan keegoisan seorang Dokter.

 

Alvan menghela napas lalu melangkah menghampiri Sasya yang terbaring lemah ditempat tidurnya. Entah selang apa dan alat-alat apa yang dipasang di tubuh Sasya. Alvan menggenggam tangan dingin itu dan mengusapnya lembut, wajah pucat itu seakan tidur nyenyak tak ingin diganggu.

 

"Dulu, aku juga pernah lihat yang kaya gini, Sya. Orang yang aku sayang tidur dikasur seperti ini. Kenapa? Kenapa kalian suka tempat tidur ini?" tanya Alvan. Masa lalu mulai menyelimuti pikiran Alvan. Sosok wajah kakaknya melintas begitu saja. Kakaknya adalah orang yang paling Alvan sayangi. Saat kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan siang dan malam, kakaknya selalu ada untuk Alvan.

 "Kamu harus kuat, Sya! Kamu harus bangun! Demi aku, demi keluarga kamu, demi orang yang sayang sama kamu, demi cinta kita," ucap Alvan mencium sekilas tangan dingin itu. Tanpa sadar setetes air, air yang mengakibatkan laki-laki dianggap lemah, Air mata itu keluar tanpa izin dan tanpa aba aba. Sesayang itukah?

***

Suasana kelas cukup ribut, akibat dari rapat dadakan guru-guru.

"MURID RAPAT GURU PULANG!"

"Woy kantin!"

"Tungguin gue elah!"

"Rumpi kuy!"

"Tidur lah, ribut amat."

Teriakan dari berbagai sudut kelas  itu seakan-akan ingin memecahkan kepala Alvan, sepuluh Ipa dua. Kelas yang terbilang cukup terkenal dengan orang-orangnya yang super duper banyak tingkah. Bukan banyak tingkah, lebih tepatnya bervariasi.

 

Mau cari yang bagaimana? Cantik dan ganteng? Pinter pakai banget? O'on tingkat tinggi? king gombal? Nakal? Dingin? Humoris? Holkay? Drama queen? Semua tersedia tinggal pilih.

"Al! Lo kenapa woy?! kaya duda kehilangan bini aja lo, galau mulu. Kaya itu tuh lagu galau yang gini, ekhem ... KETIKA SIAPA SAJA SENDIRIAN ... HEY YANG ADA DI SONO AYO NYANYI RAME RAME," ujar laki-laki itu, jelas liriknya salah semua, dasar gorengan seribu tiga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status