Share

Bab 9

Penulis: Rieyukha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-01 20:07:14

Mereka kembali terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mata mereka menyiratkan keinginan yang sama—untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini terpendam dalam hati.

"Kamu nanti datang ke acara Mama?" tanya Riki akhirnya, memecah keheningan.

Flora terkejut dengan pertanyaan itu. "Boleh?" tanyanya ragu. Ia sadar bahwa dua hari terakhir ini Riki tampak menjauhinya. Flora tidak ingin kehadirannya justru membuat Riki semakin tidak nyaman.

"Kenapa harus tanya aku?" balas Riki dengan nada yang sulit ditebak.

"Aku cuma khawatir kamu nggak nyaman kalau aku ada di sana," ujar Flora pelan, menundukkan kepala. Ada nada sedih dalam suaranya. Ia tidak bisa mengabaikan bagaimana Riki perlahan menjauh darinya.

Riki terdiam, kebingungan. Masalahnya bukan pada Flora atau kehadirannya. Yang membuatnya gelisah adalah ucapan Birru yang masih terus mengusik pikirannya.

"Aku..." Riki menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur hatinya yang gundah. Ia tahu, ia tidak bisa lagi membiarkan ini menggantung tanpa kejelasan.

"Apa, Ki?" Flora bertanya pelan, matanya penuh rasa ingin tahu. Ia menatap Riki, menunggu dengan hati yang berdebar-debar.

Riki mengangkat wajahnya, menatap Flora dalam-dalam. "Flo," ucapnya serius, suaranya sedikit bergetar. "Kamu... kamu beneran sudah nikah?"

Pertanyaan itu seperti petir yang menyambar Flora. Tubuhnya membeku di tempat, dan kata-kata itu seolah menggemakan sesuatu yang paling ia takuti.

Jadi, Birru benar-benar mengatakan hal itu pada Riki.

Flora meremas tangannya, mencoba menahan tangis yang mulai memenuhi matanya. Ia merasa hatinya runtuh. Bagaimana mungkin Birru bisa tega melakukan ini? Bukankah dia tahu seberapa besar Flora menyukai Riki?

Namun di sisi lain, Birru sendiri hidup dengan kebebasan yang Flora hanya bisa impikan—berpacaran, berpelukan, bahkan tanpa memikirkan perasaan atau posisi Flora. Kenapa hanya dirinya yang harus selalu berkorban?

"Jadi, dia bilang gitu sama kamu?" tanya Flora dengan suara pelan, seraknya tak mampu menyembunyikan tangis yang ia tahan.

Riki mengangguk kecil, menatap Flora penuh kebimbangan. "Dia bahkan menunjukkan kartu nikah kalian, Flo. Tapi aku nggak mau percaya begitu saja. Aku cuma butuh jawaban langsung dari kamu, supaya aku tahu harus melangkah ke mana setelah ini."

Flora cepat-cepat mengusap air matanya, berusaha terlihat tegar. Tapi usaha itu sia-sia—Riki jelas melihat betapa rapuhnya dia saat ini. Ketika Riki hendak meraih tangannya, seorang pramusaji tiba-tiba datang membawa pesanan Riki, menghentikan momen itu sejenak. Flora memalingkan wajahnya, tak ingin orang lain melihat luka yang coba ia sembunyikan.

Setelah pramusaji pergi, Riki kembali mencoba mendekat. "Flo," suaranya lebih lembut sekarang, penuh kesabaran. Kali ini, ia memberanikan diri menggenggam tangan Flora dengan erat. "Kamu percaya sama aku, kan? Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita. Aku di sini buat kamu."

Kata-kata itu, ditambah dengan genggaman hangat dari Riki, seperti membuka bendungan yang selama ini coba Flora tahan. Air mata pun akhirnya tumpah. Flora menangis tersedu, merasa tak berdaya sekaligus dipenuhi rasa bersalah. Tanpa berpikir panjang, Riki bergeser ke sampingnya dan memeluknya erat, seolah ingin melindungi gadis itu dari seluruh kesedihannya.

"Maaf..." suara Flora terdengar lirih, hampir seperti bisikan.

Riki perlahan melepaskan pelukannya. Tatapannya tajam menembus Flora, penuh intensitas. "Jadi, semua itu benar?" tanyanya, nyaris tak percaya.

Flora mengangguk pelan, tanpa berani menatap wajahnya.

Kening Riki berkerut, ekspresinya berubah dari kaget menjadi penuh rasa ingin tahu. "Tapi bagaimana bisa, Flo? Kamu sama dia nggak..." Riki menggantungkan kalimatnya, bingung mencari kata yang tepat untuk mengungkapkan pertanyaannya.

Flora, memahami maksudnya, segera menjawab. "Nggak, Ki," ucapnya pelan. Ia menghela napas panjang sebelum melanjutkan, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menceritakan semuanya. "Aku dijodohkan. Aku dinikahkan saat aku bahkan nggak ada di sana. Tiba-tiba, statusku sudah berubah jadi istrinya."

Riki terdiam, membiarkan Flora melanjutkan tanpa menyela.

"Tante Lia—mertua aku, sahabatnya Mama—sakit, Ki," kata Flora, suaranya terdengar berat. "Beliau yang meminta pernikahan ini. Kata mama, demi kesehatannya, pernikahan harus segera dilakukan. Semua terjadi begitu cepat."

Riki mengerutkan kening, kebingungannya semakin dalam. "Pak Birru juga... terpaksa?" tanyanya dengan nada penuh ketidakpercayaan. Dalam pikirannya, Birru selama ini terlihat seperti benar-benar menginginkan Flora. Bahkan, ia sampai berani menunjukkan kartu nikah mereka.

Flora mengangguk pelan. "Iya, Ki. Kami berdua sama-sama terpaksa. Semuanya demi Tante Lia. Ini bukan keputusan yang di ambil dengan hati, tapi demi menghormati permintaan Tante Lia."

Riki menatap Flora dalam-dalam, matanya penuh emosi yang tak bisa ia sembunyikan. Kedua tangannya menggenggam erat tangan Flora, seolah takut kehilangan momen ini.

"Aku nggak tahu harus gimana menghadapi semua ini, Flo," suaranya terdengar berat, penuh keraguan dan penyesalan yang lama terpendam. Ia menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian.

"Harusnya dari dulu aku bilang sama kamu. Aku suka kamu... lebih dari itu, aku sayang kamu, Flo. Sangat sayang," ucapnya dengan suara yang tegas namun lembut, seperti memaknai setiap kata yang keluar dari bibirnya.

Tatapan Riki penuh harap, menunggu reaksi dari Flora, sementara waktu seakan berhenti di antara mereka.

Flora terdiam, kata-kata terasa sulit keluar dari bibirnya. Dalam hati, ia ingin membalas dengan rasa yang sama, dengan kejujuran yang selama ini tertahan. Mereka berdua tahu, perasaan itu ada—mengakar di antara mereka—namun tidak ada yang cukup berani untuk mengungkapkannya lebih awal.

"Riki..." suara Flora lirih, penuh keraguan, "Aku juga punya perasaan yang sama. Tapi..." ia berhenti sejenak, menundukkan pandangannya. "Aku nggak tahu harus bagaimana... dengan statusku sekarang."

Riki menatapnya dalam, mencoba menangkap isi hati Flora melalui tatapannya yang gelisah. "Kamu bahagia menjalaninya?" tanyanya pelan, namun penuh arti.

Flora menggeleng lemah, matanya berusaha menyampaikan kebenaran yang tak mampu ia ucapkan. Meski begitu, ada sesuatu dalam sorot matanya—keyakinan, harapan, atau mungkin keinginan untuk percaya pada Riki.

Melihat itu, Riki menguatkan genggaman tangannya, seolah memberi jaminan bahwa ia akan tetap ada di sana. "Izinkan aku untuk membahagiakan kamu, Flo," ucapnya dengan penuh keyakinan, suaranya tegas namun lembut, seperti janji yang tak akan pernah ia ingkari.

Flora menatap Riki dalam diam, matanya menyiratkan kebingungan dan kepedihan yang tak terucap. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak di hatinya yang terasa semakin sesak. Namun, rasa sakit itu terlalu nyata, seolah mencengkeram setiap bagian dirinya.

Ia tahu, takdir yang harus ia jalani bukanlah hal yang mudah diterima. Hatinya bimbang antara keinginan untuk mengikuti perasaannya dan kenyataan pahit yang membatasinya. Dan di depan Riki, yang menatapnya penuh harap, Flora hanya bisa merasa semakin terhimpit oleh pilihan yang tak pernah ia harapkan.

"Flo, aku nggak akan kemana-mana. Apa pun itu, aku akan tetap di sini," bisiknya lembut, mencoba meredakan gemuruh dalam hati Flora yang sedang hancur berkeping-keping.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 60

    Hari-hari berikutnya, Birru mulai mencari rumah yang sesuai dengan keinginan mereka. Ia meminta bantuan Dion dan beberapa rekannya untuk mencari lokasi yang nyaman, tidak terlalu jauh dari kantor, tetapi tetap tenang dan ideal untuk keluarga kecil. Sementara itu, Flora juga mulai mempersiapkan diri untuk perubahan besar ini. Ia mulai menyortir barang-barangnya, membayangkan seperti apa kehidupan mereka nanti setelah pindah. Namun, di lubuk hatinya, ada sedikit kekhawatiran—bagaimana reaksi Lia ketika mereka benar-benar pindah? Suatu malam, setelah makan malam bersama keluarga, Birru memutuskan untuk berbicara dengan ibunya. "Bun, aku dan Flora ada rencana untuk pindah ke rumah sendiri," kata Birru dengan hati-hati. Lia, yang sedang merapikan piring, terdiam sejenak sebelum menoleh ke putranya. "Kenapa tiba-tiba ingin pindah?" "Bukan tiba-tiba, Bun," Birru tersenyum kecil. "Aku pikir sudah saatnya aku dan Flora mandiri, membangun rumah tangga kami sendiri. Tapi bukan berarti aku m

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 59

    Pagi ini, Birru sengaja tidak pergi ke kantor. Ia menyerahkan masalah perusahaan akibat ulah Fani kepada Juna dan Dion. Setelah mengabarkan Dion melalui telepon, Birru meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, lalu berbalik dan merengkuh istrinya dalam pelukan.Ia ingin menghabiskan waktu seharian bersama Flora, tanpa gangguan pekerjaan atau hal lain yang membebani pikirannya.Flora menggeliat kecil ketika tangan Birru dengan lembut menyusuri setiap inci tubuhnya di balik piyama tipis yang ia kenakan. Napasnya masih teratur, matanya masih terpejam, tetapi ia sadar sepenuhnya akan sentuhan suaminya."Mas..." gumamnya pelan, suaranya serak karena baru bangun tidur."Hm?" Birru menempelkan bibirnya di puncak kepala istrinya, menghirup aroma khas tubuh Flora yang selalu membuatnya tenang."Kenapa nggak ke kantor?" tanya Flora dengan mata yang masih setengah tertutup."Aku mau sama kamu seharian," jawab Birru tanpa ragu.Flora membuka matanya, menatap suaminya yang kini tersenyum tipis.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 58

    Hingga malam tiba, Birru masih belum memberi kabar. Flora yang awalnya berusaha menunggu di kamar akhirnya tertidur, meski tidurnya terasa gelisah dan tidak tenang. Sesekali ia tersentak bangun, lalu kembali mencoba memejamkan mata, tetapi pikirannya terus dihantui kecemasan. Ketika akhirnya ia terbangun lagi, matanya langsung melirik jam di atas nakas. Sudah lewat tengah malam. Dengan jantung yang berdebar cemas, ia meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Birru. Tidak ada jawaban. Panggilan kedua pun tak berbalas. Saat ia akan mencoba untuk ketiga kalinya, suara nada sambung terdengar bersamaan dengan bunyi pintu kamar yang terbuka. Flora menoleh cepat, ponsel masih menempel di telinganya. Ketika pandangannya bertemu dengan suaminya, mereka sama-sama terkejut. "Kamu belum tidur, Flo?" suara Birru terdengar serak. Flora mengernyit, lalu berdiri, mendekat untuk melihat lebih jelas. Penampilan Birru jauh berbeda dari saat ia berangkat pagi tadi—kemejanya kusut, dasinya sudah dilep

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 57

    Di dalam air hangat yang penuh dengan busa sabun wangi, tangan Birru dengan lembut menjelajahi setiap inci tubuh istrinya, memanjakannya dengan sentuhan yang penuh kasih. Flora bersandar di dadanya, merasakan kehangatan yang menyelimuti mereka berdua. Birru menciumi bahu dan leher Flora, membisikkan kata-kata manis yang membuat tubuh istrinya semakin melebur dalam keintiman. Napas mereka berbaur dengan uap air, menciptakan kehangatan yang lebih dari sekadar suhu di dalam kamar mandi. Tak lama, Birru mengangkat tubuh Flora dari bathtub, membawanya ke bawah guyuran shower. Air hangat mengalir membasahi mereka, menciptakan sensasi yang lebih intens. Di bawah aliran air yang jatuh membasahi tubuh mereka, Birru melanjutkan cumbuan penuh gairah, menyatukan mereka dalam keintiman yang lebih dalam. Ketika mereka mencapai puncak bersama, Birru memeluk Flora erat, napasnya masih memburu. Lalu, dengan suara serak dan lembut, ia berbisik di telinga istrinya, "Aku ingin kita punya anak, saya

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 56

    Hari ini adalah hari terakhir semester awal sebelum liburan. Flora sibuk dengan buku-buku perpustakaan yang harus ia kembalikan. Tiba-tiba, seseorang datang menghampirinya dari belakang. Flora terperanjat dan hampir tersandung kakinya sendiri, untung saja orang itu sigap menangkapnya. Dalam sekejap, ia berada dalam dekapannya—begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas hangatnya. "Maaf, aku bikin kamu kaget, Flo," suara itu terdengar pelan sebelum orang itu melepaskan pegangannya dan memastikan Flora sudah berdiri stabil. Flora menelan ludah begitu menyadari siapa yang berdiri di depannya. "Thanks," jawabnya datar, lalu segera mengambil satu langkah mundur untuk menjaga jarak. "Boleh bicara sebentar?" Flora mendongak, menatap mata Riki yang tampak penuh arti. "Soal apa?" tanyanya hati-hati. "Ssttt!" suara teguran dari penjaga perpustakaan membuat Riki buru-buru menutup mulutnya. Ia tersenyum kecil, sementara Flora hanya menghela napas. "Kita ngomong di luar," kata Flora setelah

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 55

    "Flora!"Renata berlari menghampiri Flora dan Kirana yang baru saja keluar dari perpustakaan."Hai, Na!" sapanya begitu sadar bahwa yang bersama istri sepupunya adalah Kirana. "Oh iya, lu dapat salam dari Boy, teman sekelas gue," tambahnya, sambil mengedipkan sebelah mata.Kirana tersenyum simpul. "No thanks, he’s not being a gentleman," jawabnya santai.Renata tertawa kecil. "Nanti gue bilangin, biar Boy grow up and be a man."Mereka pun tertawa bersama."Udah ah, cukup gibahnya. Lu tadi mau ngomong apa?" tanya Flora kemudian."Oh iya!" Renata menepuk jidatnya pelan. "Riki pindah kuliah, Flo. Ke luar negeri."Langkah Flora sempat terhenti sesaat, tapi ia cepat-cepat mencoba bersikap biasa saja.Semester awal memang sudah berakhir, dan sebulan terakhir Riki benar-benar menjaga jaraknya. Meskipun begitu, terkadang mata mereka masih saling bertemu—di kelas, saat berpapasan di lorong, atau saat salah satu dari mereka maju untuk presentasi.Kirana melirik Flora dengan tatapan penuh arti.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status