Share

Bab 8

Author: Rieyukha
last update Last Updated: 2025-02-01 08:07:17

Flora sama sekali tidak berminat kembali ke gazebo untuk menikmati jagung bakar yang tadi ia tinggalkan. Birru, yang menyadari perubahan suasana hati Flora, memilih diam. Tanpa banyak kata, ia masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan mereka menuju resort.

Setibanya di penginapan, Flora langsung meminta kamar dengan dua tempat tidur. Sebenarnya, semangat liburannya sudah meredup. Bukannya menikmati waktu luang, perjalanan ini justru terasa menambah beban pikirannya.

Dengan wajah yang masih menyiratkan kekesalan, ia berjalan masuk ke kamar sambil menyeret koper kecilnya. Setelah menaruh barang-barangnya, langkahnya terhenti di balkon. Di depannya terbentang pemandangan pantai yang memukau—pasir putih bersih berpadu dengan ombak tenang yang mengalun lembut di kejauhan.

Sejenak, perasaan kesalnya memudar. Hatinya bergejolak, rindu akan kebebasan. Keinginan untuk berlari di atas pasir, berteriak sepuasnya, lalu membiarkan dirinya larut dalam pelukan air laut yang asin membuatnya tak sabar. Seolah pantai itu memanggilnya, menawarkan ketenangan yang selama ini ia cari.

Dengan cepat, Flora mengganti pakaian lebih santai, bersiap menikmati pantai yang terhampar indah di depan kamarnya. Tas kecil berisi dompet, kacamata hitam, dan barang-barang penting lainnya sudah ia genggam. Dalam hati, ia berjanji, liburan kali ini hanya untuk dirinya sendiri. Tidak ada Lia, ibu mertuanya, dengan segala drama yang harus ia hadapi. Dan tentu saja, tidak ada alasan untuk berpura-pura sebagai istri yang mencintai Birru.

Ketika Flora hendak melangkah keluar kamar, suara Birru memecah keheningan.

“Mau ke mana?” tanyanya curiga sambil menurunkan buku yang sedang dibacanya. Tatapannya tajam, seolah ingin menahan langkah Flora.

Flora mendesah keras. Ia tahu, konfrontasi ini tak akan menghasilkan apa-apa, hanya menambah daftar panjang ketidaksukaan mereka satu sama lain. Tanpa berkata apa-apa, ia melengos dan berjalan menuju balkon.

“Flo!” panggil Birru dengan nada lebih tegas. Kini ia sudah berdiri, menatap Flora yang berhenti melangkah. Dengan malas, Flora berbalik dan menatapnya, ekspresi wajahnya jelas menunjukkan ketidaksabaran.

“Penting? Lu masih mau ngatur-ngatur langkah gue?” tanya Flora sinis.

Birru menarik napas panjang sebelum menjawab. “Gue perlu tahu lu mau ke mana. Kalau—”

“Kalau Bunda nanyain gue, lu bisa jawab, kan?” potong Flora cepat, suaranya setajam pisau. “Nggak usah ribet. Gue jamin nama lu di depan Bunda tetap sempurna. Lu bakal selalu terlihat bagai suami idaman yang bertanggung jawab dan penuh kasih sayang. Jadi, jangan ganggu gue!”

Tanpa menunggu jawaban, Flora berbalik dan melangkah keluar, meninggalkan Birru yang hanya diam terpaku. Ia menatap kepergian Flora, menyadari bahwa hubungan mereka semakin rumit untuk dijalani, namun memilih tidak berbuat apa-apa.

Liburan ini benar-benar jauh dari kata menyenangkan bagi Flora. Percakapan singkat dengan Birru tadi sukses merusak mood-nya. Rasanya, kehadiran Birru hanya membawa awan mendung dalam hidupnya.

Flora akhirnya memutuskan untuk menghabiskan waktu di sebuah kafe di tepi pantai. Ia memilih duduk di sudut yang sepi, memesan kelapa muda dan makanan ringan sambil memandang pantai yang ramai. Suasana weekend ditambah libur panjang membuat tempat itu dipenuhi pengunjung.

“Flora?”

Suara lembut yang menyapanya membuat Flora menoleh. Ia mendongak dan langsung terpaku.

“Tante?” ucapnya kaget. Ia segera berdiri untuk menyalami Tania—ibunya Riki. Di sebelah Tania, Riki berdiri canggung, jelas tidak nyaman. Pandangannya tertunduk, menghindari mata Flora.

“Kamu di sini sama siapa?” tanya Tania ramah.

“Sendirian aja, Tante,” jawab Flora sopan, mencoba tersenyum. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Riki, yang tetap bungkam di tempatnya.

“Oh, kebetulan Tante sama Om lagi adain anniversary pernikahan di sini. Sederhana aja, cuma sama teman-teman dan keluarga dekat. Kamu harus datang ya, bareng Riki,” ucap Tania antusias sambil menepuk lembut bahu anaknya.

Flora tersenyum kaku, bingung harus merespons bagaimana. Ia melirik Riki, yang akhirnya memberanikan diri untuk menatapnya—tatapan itu penuh kebingungan sekaligus keraguan.

“Kamu udah lama banget nggak main ke rumah, nggak lagi berantem, kan?” tanya Tania tiba-tiba, mencoba mencairkan suasana. Tapi pertanyaan itu justru membuat situasi semakin canggung, terutama bagi Flora dan Riki.

“Nggak, Ma,” jawab Riki cepat, nyaris gugup. Ia tahu betapa ibunya menyukai Flora, bahkan berharap keduanya bisa bersama. Sama seperti harapannya sendiri. Namun, ucapan Birru tempo hari tentang status Flora membuatnya tak punya keberanian untuk melangkah lebih jauh.

Flora hanya diam, senyumnya semakin kaku. Di dalam hatinya, berbagai emosi berputar—antara kebahagiaan kecil bertemu Riki dan kenyataan pahit yang selalu menghantuinya.

Tania sengaja meninggalkan Riki dengan alasan agar laki-laki itu menemani Flora yang sedang sendirian. Riki, tentu saja, tidak menolak permintaan itu. Untuk beberapa saat, keheningan menyelimuti mereka. Flora tampak canggung, bahkan tidak berani menatap Riki. Sementara itu, Riki justru menatap Flora dalam diam, seperti sedang memikirkan sesuatu.

Flora berusaha keras menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Apakah Birru mengatakan sesuatu yang buruk tentang dirinya kepada Riki? Ataukah justru Birru berkata jujur tentang statusnya? Keraguan itu terus menghantui Flora hingga suara seorang pramusaji tiba-tiba memecah keheningan.

"Permisi..." Pramusaji itu tersenyum ramah sambil meletakkan pesanan Flora di atas meja. Flora segera menoleh, membalas senyuman, dan mengucapkan terima kasih dengan sopan.

"Kamu mau pesan sesuatu, Ki?" Flora akhirnya memberanikan diri bertanya, mengalihkan perhatian Riki yang sedari tadi menatapnya. Pramusaji itu pun masih menunggu di dekat mereka.

Riki terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Boleh," jawabnya singkat, terlihat sedikit canggung.

"Jeruk panas atau dingin?" Flora melanjutkan, kali ini dengan nada yang lebih lembut. Dia tahu betul apa minuman favorit laki-laki yang sudah lama ia sukai ini.

"Panas aja," jawab Riki, suaranya terdengar datar, tapi tatapannya tetap menghangatkan suasana.

Flora tersenyum kecil. Dia langsung memesan pada pramusaji itu dengan detail yang biasa disukai Riki. "Mbak, jeruk panas satu. Gulanya sedikit aja, ya. Airnya panas semua, jangan dicampur."

Pramusaji itu mengangguk, mencatat pesanannya, lalu pergi meninggalkan mereka. Ketika Flora kembali menoleh ke arah Riki, dia mendapati laki-laki itu tersenyum hangat, senyuman yang tampak penuh arti.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Flora bingung. Dia merasa ada yang berbeda dari cara Riki memandangnya.

"Kamu masih ingat..." jawab Riki pelan, nadanya datar, tapi senyum di wajahnya tidak memudar.

"Hampir tiga tahun aku kenal kamu, Ki. Baru dua hari kita nggak ketemu, mana mungkin aku lupa." Jawaban Flora itu terdengar tulus dan serius, membuat Riki sedikit terdiam.

Kata-kata Flora membangkitkan kenangan di kepala Riki. Dia kembali teringat pada masalah yang selama ini membayangi hubungan mereka. Hatinya terasa berat, tapi ada juga kehangatan yang tak bisa ia abaikan. Di balik semua itu, Riki sadar, Flora tetaplah Flora—perempuan yang selalu ia rindukan.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 60

    Hari-hari berikutnya, Birru mulai mencari rumah yang sesuai dengan keinginan mereka. Ia meminta bantuan Dion dan beberapa rekannya untuk mencari lokasi yang nyaman, tidak terlalu jauh dari kantor, tetapi tetap tenang dan ideal untuk keluarga kecil. Sementara itu, Flora juga mulai mempersiapkan diri untuk perubahan besar ini. Ia mulai menyortir barang-barangnya, membayangkan seperti apa kehidupan mereka nanti setelah pindah. Namun, di lubuk hatinya, ada sedikit kekhawatiran—bagaimana reaksi Lia ketika mereka benar-benar pindah? Suatu malam, setelah makan malam bersama keluarga, Birru memutuskan untuk berbicara dengan ibunya. "Bun, aku dan Flora ada rencana untuk pindah ke rumah sendiri," kata Birru dengan hati-hati. Lia, yang sedang merapikan piring, terdiam sejenak sebelum menoleh ke putranya. "Kenapa tiba-tiba ingin pindah?" "Bukan tiba-tiba, Bun," Birru tersenyum kecil. "Aku pikir sudah saatnya aku dan Flora mandiri, membangun rumah tangga kami sendiri. Tapi bukan berarti aku m

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 59

    Pagi ini, Birru sengaja tidak pergi ke kantor. Ia menyerahkan masalah perusahaan akibat ulah Fani kepada Juna dan Dion. Setelah mengabarkan Dion melalui telepon, Birru meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, lalu berbalik dan merengkuh istrinya dalam pelukan.Ia ingin menghabiskan waktu seharian bersama Flora, tanpa gangguan pekerjaan atau hal lain yang membebani pikirannya.Flora menggeliat kecil ketika tangan Birru dengan lembut menyusuri setiap inci tubuhnya di balik piyama tipis yang ia kenakan. Napasnya masih teratur, matanya masih terpejam, tetapi ia sadar sepenuhnya akan sentuhan suaminya."Mas..." gumamnya pelan, suaranya serak karena baru bangun tidur."Hm?" Birru menempelkan bibirnya di puncak kepala istrinya, menghirup aroma khas tubuh Flora yang selalu membuatnya tenang."Kenapa nggak ke kantor?" tanya Flora dengan mata yang masih setengah tertutup."Aku mau sama kamu seharian," jawab Birru tanpa ragu.Flora membuka matanya, menatap suaminya yang kini tersenyum tipis.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 58

    Hingga malam tiba, Birru masih belum memberi kabar. Flora yang awalnya berusaha menunggu di kamar akhirnya tertidur, meski tidurnya terasa gelisah dan tidak tenang. Sesekali ia tersentak bangun, lalu kembali mencoba memejamkan mata, tetapi pikirannya terus dihantui kecemasan. Ketika akhirnya ia terbangun lagi, matanya langsung melirik jam di atas nakas. Sudah lewat tengah malam. Dengan jantung yang berdebar cemas, ia meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Birru. Tidak ada jawaban. Panggilan kedua pun tak berbalas. Saat ia akan mencoba untuk ketiga kalinya, suara nada sambung terdengar bersamaan dengan bunyi pintu kamar yang terbuka. Flora menoleh cepat, ponsel masih menempel di telinganya. Ketika pandangannya bertemu dengan suaminya, mereka sama-sama terkejut. "Kamu belum tidur, Flo?" suara Birru terdengar serak. Flora mengernyit, lalu berdiri, mendekat untuk melihat lebih jelas. Penampilan Birru jauh berbeda dari saat ia berangkat pagi tadi—kemejanya kusut, dasinya sudah dilep

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 57

    Di dalam air hangat yang penuh dengan busa sabun wangi, tangan Birru dengan lembut menjelajahi setiap inci tubuh istrinya, memanjakannya dengan sentuhan yang penuh kasih. Flora bersandar di dadanya, merasakan kehangatan yang menyelimuti mereka berdua. Birru menciumi bahu dan leher Flora, membisikkan kata-kata manis yang membuat tubuh istrinya semakin melebur dalam keintiman. Napas mereka berbaur dengan uap air, menciptakan kehangatan yang lebih dari sekadar suhu di dalam kamar mandi. Tak lama, Birru mengangkat tubuh Flora dari bathtub, membawanya ke bawah guyuran shower. Air hangat mengalir membasahi mereka, menciptakan sensasi yang lebih intens. Di bawah aliran air yang jatuh membasahi tubuh mereka, Birru melanjutkan cumbuan penuh gairah, menyatukan mereka dalam keintiman yang lebih dalam. Ketika mereka mencapai puncak bersama, Birru memeluk Flora erat, napasnya masih memburu. Lalu, dengan suara serak dan lembut, ia berbisik di telinga istrinya, "Aku ingin kita punya anak, saya

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 56

    Hari ini adalah hari terakhir semester awal sebelum liburan. Flora sibuk dengan buku-buku perpustakaan yang harus ia kembalikan. Tiba-tiba, seseorang datang menghampirinya dari belakang. Flora terperanjat dan hampir tersandung kakinya sendiri, untung saja orang itu sigap menangkapnya. Dalam sekejap, ia berada dalam dekapannya—begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas hangatnya. "Maaf, aku bikin kamu kaget, Flo," suara itu terdengar pelan sebelum orang itu melepaskan pegangannya dan memastikan Flora sudah berdiri stabil. Flora menelan ludah begitu menyadari siapa yang berdiri di depannya. "Thanks," jawabnya datar, lalu segera mengambil satu langkah mundur untuk menjaga jarak. "Boleh bicara sebentar?" Flora mendongak, menatap mata Riki yang tampak penuh arti. "Soal apa?" tanyanya hati-hati. "Ssttt!" suara teguran dari penjaga perpustakaan membuat Riki buru-buru menutup mulutnya. Ia tersenyum kecil, sementara Flora hanya menghela napas. "Kita ngomong di luar," kata Flora setelah

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 55

    "Flora!"Renata berlari menghampiri Flora dan Kirana yang baru saja keluar dari perpustakaan."Hai, Na!" sapanya begitu sadar bahwa yang bersama istri sepupunya adalah Kirana. "Oh iya, lu dapat salam dari Boy, teman sekelas gue," tambahnya, sambil mengedipkan sebelah mata.Kirana tersenyum simpul. "No thanks, he’s not being a gentleman," jawabnya santai.Renata tertawa kecil. "Nanti gue bilangin, biar Boy grow up and be a man."Mereka pun tertawa bersama."Udah ah, cukup gibahnya. Lu tadi mau ngomong apa?" tanya Flora kemudian."Oh iya!" Renata menepuk jidatnya pelan. "Riki pindah kuliah, Flo. Ke luar negeri."Langkah Flora sempat terhenti sesaat, tapi ia cepat-cepat mencoba bersikap biasa saja.Semester awal memang sudah berakhir, dan sebulan terakhir Riki benar-benar menjaga jaraknya. Meskipun begitu, terkadang mata mereka masih saling bertemu—di kelas, saat berpapasan di lorong, atau saat salah satu dari mereka maju untuk presentasi.Kirana melirik Flora dengan tatapan penuh arti.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status