Share

Bab 7

Penulis: Diaz Arwi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-16 19:04:47

Sisi teringat saat itu lagi, sebentar saja. Membayang kembali apa yang waktu itu Rio utarakan. Meski ia sempat lupa sama sekali selama bersama Maya di Bandung, saat itu. Sampai ia bertemu dengan seorang Damar. Semua ia lewati dengan mulus. Tetapi kenapa setelah ia sendirian seperti ini, masih saja kuat bayangan itu mendatanginya dan mendekat padanya lagi.

Sisi tidak mau menangis lagi. Sisi ingin melupakan Rio, sekarang ia bertekad untuk lihat ke depan bukan ke belakang. Rio adalah masa lalunya kini. Sekarang ada seseorang yang mengisi hatinya. Dia memang sudah sanggup melupakan rasa pahit pada diri Sisi, yaitu mengingat akan Rio.

Damar pun sepertinya bisa. Dan kini Sisi jatuh cinta pada Damar, begitupun Damar, Sisi merasakannya. Pandangan mata Damar begitu teduh. Membuat Sisi selalu rindu sosoknya, ingat saat mereka pertama berkenalan, sampai ia tidak sengaja bertemu saat ia sedang sendiri duduk di bawah pohon rindang. Semua kebetulan, dan meski sudah lewat, Sisi masih mengingatnya.

Ia ingin sekali bertemu dengan Damar kembali, tetapi mereka berjauhan. Meski kata orang, jarak antara Bandung dan Jakarta masih dekat. Namun kok jauh ya bagi Sisi? Sisi melirik ke kalender meja di samping tempat tidurnya. Hem, sudah seminggu rupanya sejak mereka berpisah. Bertukeran nomor telepon, tapi kenapa belum juga dia menghubungi Sisi? Menelponpun tidak, bukannya Sisi tidak mau menghubungi, tetapi Sisi tidak pernah mendahului untuk menghubungi cowok.

Sama sekali bukan sifat Sisi. Biarlah, mungkin ia sibuk. Atau,  jangan-jangan dia sudah punya pacar? Tapi Maya bilang belum kok, meski Maya bilang ‘sepertinya’

"Ah! sudahlah." Sisi berusaha lebih tenang. Ia tidak mau bertambah gundah gulana.

Namun wajah tampan Damar, yang Sisi lihat mirip-mirip Fedi Nuril, artis Indonesia itu, membuatnya tidak bisa memejamkan matanya. Sisi memeluk bantalnya, sambil memejamkan mata dan tersenyum sendiri. Ia begitu nyaman membayangkan berada di dekat Damar, tutur katanya sangat lembut membuat Sisi merasa teduh. Dan tentu saja merindukan saat itu lagi. Sisi memandang lama layar handphonenya. Seandainya Damar meneleponnya saat ini. Di saat aku sedang tidak bisa tertidur. Huft! bathin Sisi. Namun saking lamanya memandang, iapun mengantuk dan tertidur pulas. Waktu menunjukkan pukul 22.05 WIB. Tidak terasa. Dengan handphone masih di tangannya.

***

Hari ini amat cerah, Sisi terbangun dengan malas-malas. Karena ini adalah hari minggu. Ia juga libur kerja. Sisi lihat di mejanya sudah bertengger segelas susu coklat yang masih panas sepertinya, setelah Sisi sempat menyentuhnya sebentar. Duh, siapa yang buat ni? Pasti mama deh. Tebak Sisi dalam hatinya.

“Hai adik cantik!” tiba-tiba suara yang mengejutkan Sisi, adalah suara kak Sena yang muncul di depan pintu, sementara kepalanya masih berbalut handuk, sepertinya habis mandi.

“Kakak?” Sisi berdiri dari meja riasnya setelah nyeruput sedikit susu coklatnya. “Aku buatin susu coklatnya, Si,” kata Kak Sena kemudian. Sisi melebarkan senyumnya.

“Kaka libur kerja hari ini?” tanya Sisi. Dijawab Sena dengan anggukannya.

“Kalau begitu kita jalan-jalan yuk, kak?” ajak Sisi. Kak sena menjentikkan ibu jarinya.

“Bagaimana kalau kita ke mall? Sudah lama nih kakak tidak ke mall bareng kamu." Kak Sena memajukan bibirnya beberapa senti memohon supaya Sisi mau diajak nge-mall.

“Oke kak, tapi aku mandi dulu, ya?”

“Hoo oh, cepet ya, dik! kak Sena tunggu di bawah." Sena langsung ke arah tangga untuk turun ke bawah. Bersiap-siap berganti baju.

***

Hari ini ramai sekali di mall. Sisi tampak senang terlihat pada raut wajahnya. Karena bisa jalan ke mall dengan kak Sena. Mereka jarang sekali bisa jalan bareng karena kesibukan masing-masing. Mereka berdua saja. Makan di Fast Food kesukaan mereka, memesan menu makanan kesukaan mereka. Melahapnya, sambil cekikikan, ketawa lepas, seolah tidak perduli banyak yang memperhatikan mereka.

Seketika Sisi mengecilkan tertawanya, dan matanya melihat jauh ke arah seorang cowok, yang ia hapal benar gaya dan gerak-geriknya. Tengah melihat-lihat baju-baju pria yang branded dan mahal. Tidak ketinggalan juga Sisi melihat gadis yang tengah menggandeng tangannya dengan mesra, wajah Sisi berubah. Sena tidak memperhatikan, karena sedang serius dengan makanannya. Sisi menarik napas dan menghembuskan sangat perlahan, berusaha menstabilkan dadanya yang berdetak amat cepat.

Karena itu Rio, benar! Ia melihat Rio barusan kemudian Sisi tidak lupa sadar bahwa gadis itu benar-benar bukan Cecilia. Iya bukan Cecilia. Lalu siapa dia? Tanya Sisi dalam hatinya. Sisi pun tidak mengenalnya. Gadis itu cantik, fashionable, beda dengan Sisi yang selalu tampil sederhana. Yang Sisi tidak suka kenapa gadis itu menggandeng erat dan mesra, dengan manjanya gadis itu terus menempel amat dekat. Sisi ingin menghampirinya, tapi buat apa?  Sisi dan Rio juga sudah berpisah dan tidak akan meneruskan hubungan mereka lagi, karena terlanjur sudah memutuskan hubungan demi almarhum papa Rio.

Bukan!, bukan itu maksud Sisi, maksud Sisi adalah, gadis itu bukan Cecilia seperti yang Rio sebutkan waktu itu. Sisi agak kesal, namun ia biarkan saja, sembari sedikit demi sedikit memakan makanannya. Sampai akhirnya mereka melewati restoran tempat Sisi dan Sena makan.

Sisi tenang, namun matanya tidak lepas dari gerak-gerik Rio, dan gadis itu. Sisi masih melihat juga gadis itu tangannya tak pernah lepas dari lengan kekar Rio. Rio dan gadis itu, entah siapa dia, melewati Sisi dan Sena yang ada di dalam restoran, dengan kaca menghalangi pandang. Rio melihat Sisi, mereka saling pandang. Rio masih berjalan, serta merta langsung melepas eratan tangan gadis itu.

Mata mereka saling berpandangan, meski Rio sembari berjalan. Rio sepertinya terlihat senang melihat Sisi, namun mimiknya berubah setelah sadar melirik ke arah kirinya. Gadis itu melengos cemberut setelah tangannya yang sejak tadi menempel pada lengan Rio dilepas oleh Rio.

Kemudian baru menyadari bahwa Rio sangat tajam menatap Sisi. Gadis itu menarik cepat pergelangan Rio. Sisi langsung membuang muka, sekarang ke arah Kak Sena. Agar si gadis itu pikir ia tidak mengenal Rio. Dan mengobrol kembali seperti tidak terjadi apa-apa barusan. Sekalian ia juga melihat, siapa gadis yang bersama Rio barusan. Sisi tidak ambil pusing juga, hanya heran kenapa bukan Cecilia?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 25

    Hari menegangkan bukan hanya hari ini saja. Bagi Sisi, kemarin dan sebelum-sebelumnya tetaplah sama. Sisi perlahan seolah menghindari Damar.Cowok itu sepertinya datang sangat awal sekali. Laksana pegawai teladan. Maya belum kelihatan. Dia biasanya beberapa menit sebelum jam kerja dimulai baru sampai. Terkadang itulah kebiasaannya."Pasti nungguin Maya."Suara yang Sisi sudah tidak asing lagi, mengejutkannya."Oh, Hai Delon. Ngagetin," ujar Sisi santai. Agar sekalian tidak membuat Delon merasa aneh dengan sikapnya pagi ini."Iya, aku nunggu Maya." Sisi menjawab dengan tenang.Delon mendekati Sisi. Melihat gerak-geriknya, sepertinya dia mencari celah waktu untuk bisa ngobrol dengan Sisi. Sisi mengibaskan rambut lurus nan lembutnya."Kamu udah sarapan?" tanya Delon. Dari pertanyaannya, sepertinya dia mengajaknya ke kafetaria.Sembari memberi senyuman Sisi menjawab pertanyaan Delon yang dirasanya hanya selingan untuknya."Sudah. Aku sarapan roti," ucapnya.Delon hanya tertunduk saja. Terli

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 24

    "Apakah menurutmu Rio sudah menjadi masa lalumu, Si?" tanya Maya, suatu hari. Hari ini kebetulan libur kerja. Dan mereka berdua menyempatkan waktu untuk sekedar berjalan-jalan saja. "Aku tidak bisa menjawab sekarang, May. Aku pun masih bingung." Sisi memainkan sedotan minuman soda susu. "Aku hanya merasa ingin menjauhi dia, semua sebenarnya demi kebaikan aku dan dia," ucap Sisi lirih. "Kami berpisah baik-baik, dan terencana. Juga demi almarhum Papanya Rio." "Meskipun itu buatku amat menyakitkan." Sisi menunduk lesu. Sisi diam sesaat. Tidak meneruskan ucapannya kembali. Malahan melanjutkan menyeruput soda susunya. Sisi sudah lelah jika harus merefresh ulang hal yang itu-itu terus. Apakah hidupnya akan terus dihantui oleh sosok Rio? Sedangkan dirinya bersikeras untuk melupakan lelaki itu. Hingga akhirnya bertemu Damar, yang membuatnya nyaman. Serta dapat melupakan Rio. Namun masalah baru yang lebih parah kembali muncul. Sisi semakin terpojok tak dapat berkutik. Semua flashback. Yan

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 23

    Segerap rasa, Sisi tuangkan dalam sepi. Sisi tau, dia sedang dalam posisi tak beraturan. Nyatanya, ia yang harus mengalami ini semua. Keinginannya ingin menjauhi Rio. Tetapi, malahan bayangannya terus menguntit. Bahkan manusianya ada di depannya. Seperti waktu itu, yang seharusnya dia hanya bertemu dengan Damar, tetapi dia dikagetkan oleh sosok Rio kembali. Yang ada tepat di samping Damar. Sisi yang memendam rasanya untuk Damar. Begitupun dia tau persis, Damar memang menaruh hati untuknya juga. Sisi pun begitu sadar, jika dia cukup lama menahannya. Itu dikarenakan, dia mengetahui tak sengaja, kalau Rio bersaudara dengan Damar. Kaget? Sangat. Itulah kenapa Sisi sampai sekarang masih tidak bisa menunjukkannya pada Damar. "Aku bingung May, kenapa Rio seolah tidak suka aku mengenal Damar?" Sisi meringkukkan badannya di atas ranjang di kamar Maya. Maya menarik napasnya panjang. Dan menghembuskanya. "Kenapa bisa ya, Damar bersaudara dengan Rio?" Maya mikir keras. Menggaruk-garuk kepalany

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 22

    "Maaf, sudah nunggu lama."Sisi buru-buru menoleh ke belakang. Meski terkejut, dia tau itu suara Damar.Namun seketika, justru kaget itu dobel. Dia hampir terperanjat. Malahan, sudah terjadi. Sisi hampir ingin menghentikan sendiri detak jantungnya. Karena apa yang dia lihat sangat membuatnya shock."Kau, kau. Ah! Aku belum lama di sini. Aku...," Sisi menghentikan suaranya. Lalu menarik napas cepat, dan menghembuskannya segera. Sebenarnya gugup itu sudah nampak di diri Sisi."Biasa, Si. Macet di jalan. Oh ya, mana Maya?"Damar tak sadar sudah menyelamatkan Sisi, dengan ungkapannya. Hingga gugupnya tak nampak. Sisi menggangguk."Aku tidak mengajaknya. Dia pulang sendiri sepertinya." Sisi menjawab, berjuang untuk bersikap lebih tenang.Mereka berdua, duduk tepat di depan Sisi. Dengan begitu santai. Lalu, Damar memanggil pelayan. Pelayan langsung menghampirinya."Capucinno Panas sama, ehm, kau pesan apa, Rio?""Sepe

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 21

    Suasana kantor seperti biasa saja. Tidak ada sedikitpun yang berbeda. Itu bagi Sisi. Ia mengetuk-ngetuk bolpointnya. Pikirannya melayang ke mana-mana. Hingga sampai pada kata-kata Maya yang mengatakan, agar ia menawarkan lowongan pekerjaan di kantor kepada Damar."Si, bagaimana kalau kamu tawarkan saja kepada Damar?" Kata- kata yang selalu diingat Sisi dan menempel terus. Karena ia tidak tahu harus bagaimana. Setahunya, latar pendidikan Damar tidak sesuai dengan pesyaratan yang diminta.Apakah aku terlalu jahat dan mempunyai pandangan seperti itu? Sisi bertanya pada dirinya sendiri.Maya saja bisa seyakin itu? Sisi masih penuh dengan renungan. Perang berkecamuk di kepalanya."Heh!"Tetiba suara yang sangat dikenalnya, sudah membuatnya terkejut. Dari lamunan sesaat itu."Ngapain sih? Mata ke sana terus? Bengong ya, kamu?" Maya memiring-miringkan kepalanya memandangi dekat wajah Sisi."Bikin kaget aja sih, May?""Duh, maaf lo

  • Menepis Tirai Masa Lalu   Bab 20

    Sisi masih memandangi rangkaian bunga, pemberian seseorang misterius. Sambil mengamatinya. Lalu tersenyum. Bunga itu tidak ada nama pengirimnya. Mawar berwarna putih bercampur merah jambu, lalu dihiasi daun-daun hijau yang masih segar. Belum layu. Bunganya diletakkan di vas bening, berisikan air. Sisi lalu terlihat tersenyum sangat lebar."Aku tahu, dari siapa bunga ini," gumamnya menerka sendiri."Damar," ucapnya lirih. Menebak dengan yakin. Tidak ketinggalan senyumnya terbit.Ternyata seorang Damar yang pemalu itu, bisa juga romantis. Batin Sisi. Lalu, ia berusaha meraih ponselnya, untuk menelepon Damar. Namun, tetiba ia mengurungkan niatnya."Kalau aku telepon dia, nanti gak seru lagi. Bukan surprise namanya." Sisi.mengurungkan niatnya."Lagipula, ia tidak memberikan nama pengirim. Ia tidak mau aku tahu. Walau, aku sudah tahu." Sisi senyum-senyum sambil memeluk ponsel ke dadanya.Sisi menaruh kembali ponselnya di atas meja. Dan berbaring. Karena sebe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status