Share

Tugas Dokter

Sementara itu, Senjani masuk ke ruangannya dengan raut wajah kesal, dan ketika dia membuka pintunya betapa terkejutnya Senjani saat melihat dokter Sera, temannya itu masih berada di ruangannya bahkan gadis itu yang tadinya duduk di kursi itu langsung terbangun dan berjalan menghampiri Senjani.

"Masih di sini Ser? Aku kira kamu sudah balik je ruangan kamu." ujar Senjani dengan santai membuka jas dokternya lalu mendudukkan dirinya di kursi yang sebelumnya di duduki oleh Sera.

Sera tidak menjawab pertanyaan Senjani, gadis itu justru malah mengikuti Senjani seolah ingin tahu sesuatu dari yang lebih muda satu tahun itu.

"Kamu enggak mau cerita apa apa sama aku Senja?" tanya Sera dengan raut penasaran dan kini malah Senjani yang mengernyitkan keningnya bingung.

"Cerita apaan?"

Sera terlihat gemas ingin berteriak pada Senjani saat respon temannya itu malah seperti tidak terjadi apa apa sebelumnya.

"Itu bodoh, bagaimana pengalaman kamu tadi mengobati mafia!" seru Serana karena gemas akhirnya dia berteriak mengatakannya.

Senjani terlihat terkejut dengan apa yang di ucapkan oleh sahabatnya itu.

"Hah? Apa maksudnya itu? Mafia darimana? kamu tahu darimana kalau dia mafia?!" Senjani bertanya tanya membuat Sera menepuk keningnya.

"Yatuhan, harusnya dari cara dia datang saja kamu sudah tahu Janii kalau lelaki yang kamu datangi itu mafia. Aku benar benar bersyukur kamu kembali ke ruangan kamu dengan keadaan sehat tanpa kekurangan apapun di tubuh kamu. Aku sudah ngeri membayangkan kamu salah mengoperasi dan malah hilang nyawanya gara gara ditembak para penjaga si mafia itu!" ujar Serana hiperbolis membuat Senja menggeleng tidak habis pikir.

"Amit amit! Bisa bisanya kamu memikirkan hal buruk seperti itu." Senja menatap kesal ke arah Sera yang sekarang menyengir lebar.

"Ya aku hanya memikirkan kemungkinan terburuknya saja Senja. Lagian tidak ada dokter yang mau menanganinya karena takut nyawa mereka kenapa kenapa."

"Pemikiran aneh, mereka lebih takut nyawa mereka kenapa kenapa daripada pasien yang butuh pertolongan." Senjani menggeleng tidak habis pikir.

Sedangkan Sera tertawa canggung mendengar itu, sejujurnya ucapan Senjani ada benar tapi dia juga takut karena dari awal saja mereka sudah mengancam dengan senjata api.

"Eh tapi, kamu tahu tidak Ser? Tadi saat melakukan operasi untuk menjahit lengannya yang terluka karena peluru, pria itu meminta untuk tidak menggunakan bius. Dia mau dijahit dalam keadaan sadar, Dia bahkan tidak mengeluh kesakifan Ser! Mungkin yang kamu bilang saat dia yang ternyata adalah mafia benar."

Sera terlihat terkejut dan juga takjub sampai sampai gadis itu menutup mulutnya sendiri dengan tangannya.

"Wah ternyata mafia di dunia nyata itu beneran ada ya. Nggak nyangka banget deh bisa ngeliat mafia secara langsung diumur gua yang baru menginjak 25 tahun ini." Sera berujar dengan hiperbola, Senja sendiri hanya memutar bola matanya malas ketika mendengar ucapan dari sahabatnya itu.

Tiba tiba terdengar suara ketukan pintu, baik Sera maupun Senjani yang tadi masih bercakap cakap itu menghentikan perkataannya. Keduanya kelihatan saling pandang satu sama lain.

"Siapa Jani? Kenapa dia nggak bicara ya pas ngetuk pintu kamu? Kalau itu perawat pasti dia ngomong sesuatu." ujar Sera dengan kerutan di keningnya.

Senjani mengedikkan bahunya acuh, "Tidak tahu, kamu tunggu di sini biar aku yang bukakan pintunya."

Senjani lantas bangkit dari duduknya untuk membukakan pintu dan melihat siapa yang datang. Belum sempat mulutnya bertanya siapa yang datang, pintu itu sudah terbuka menampilkan sosok pria dengan tato di tangannya, pria itu tidak lain adalah Dion, asisten pribadi dari Travis.

"Um ... Ada apa tuan? Apakah terjadi sesuatu pada tuan Travis?" tanya Senjani bingung ketika dihadapkan dengan raut datar Dion.

"Nona, apakah anda bisa datang ke kamar rawat tuan saya? Dia membutuhkan bantuan anda, ada yang terjadi padanya." ujar Dion namun sekali lagi ekspresi lelaki itu tetap datar membuat Senjani menelan ludahnya susah payah.

"Apa yang terjadi? Tunggu sebentar ya tuan, saya ambil jas kerja saya dulu." ujar Senjani meskipun dia ketakutan dengan tatapan dari lelaki di depannya itu tapi dia tetap harus profesional sebagai seorang dokter untuk membantu pasiennya.

Dion hanya mengangguk sekilas, namun tubuh tingginya itu berdiri tegap di depan pintu ruangan dokternya Senjani tanpa bergeser sedikitpun.

"Aku tidak tahu jika tuan muda semanja ini hingga butuh wanita itu untuk makannya." gumam Dion tidak habis pikir dengan Travis.

•••

Senjani menatap tidak percaya pada pemandangan di depannya. Dokter cantik itu berkali kali mengedipkan matanya untuk memastikan jika yang dia lihat ini mungkin saja salah namun setelah berkedip berkali kali pun pemandangan di depannya tetap sama.

Travis, pasiennya yang ditakuti banyak dokter itu kini terlihat baik baik saja dan duduk dengan wajah angkuhnya namun saat Senjani datang, seutas senyuman tampil diwajahnya yang sama sama datar seperti lelaki yang meminta Senjani untuk datang ke ruangan ini.

Tidak ada yang mengkhawatirkan sama sekali dari tubuh pria itu, bahkan jauh dari kata mengkhawatirkan. Travis terlihat sangat baik baik saja, lalu kenapa pria yang sempat mengaku sebagai bawahan dari Travis itu mengatakan jika Travis membutuhkan dirinya karena ada sesuatu yang terjadi pada Travis.

Apakah semua itu kebohongan?

"Kenapa kamu hanya diam dan memperhatikanku saja dokter? Kamu tidak mau datang dan memeriksa keadaanku?"

Pertanyaan itu sukses membuat Senjani kembali dari lamunannya. Dengan perasaan dongkol, gadis itu mengulas senyum tipis sebelum berjalan menghampiri tempat tidur pasiennya itu.

"Tuan, anda terlihat baik baik saja. Tidak ada yang aneh tapi kenapa anda memanggil saya?" tanya Senjani masih dengan mengulas senyum tipis diwajahnya saat dia berhasil menangkap raut wajah menjengkelkan dari pasiennya itu.

Travis terkekeh, "Kamu benar, aku baik baik saja tapi aku membutuhkan bantuan kamu. Bukankah sudah menjadi tugas seorang dokter juga untuk membantu pasiennya?"

Senjani mengangguk dan Travis menyeringai melihatnya.

"Benar, jadi apa yang kamu butuhkan dariku tuan?" tanya gadis itu dengan polosnya.

Travis melirik nampan makanan pasien miliknya yang masih penuh isinya tanpa tersentuh sedikitpun lalu dia kembali melirik pada Senjani.

"Tolong suapi aku, tanganku masih sakit untuk mengangkat sendok itu. Kamu tahu kan jika tanganku ini terkena tembakan dan aku jadi susah menggerakkannya." ujar Travis.

Untuk sesaat Senjani sempat membulatkan matanya, terkejut dengan permintaan dari pasiennya itu.

Yang benar saja? Dia ini seorang dokter bukan baby sitter, kenapa pasiennya ini malah meminta dia suapi makanan? Padahal di luar ruangan ini terdapat banyak orang yang berjaga, kenapa tidak minta orang orang itu saja?

"Tuan, saya ini seorang dokter bukan baby sitter. Tugas saya adalah memeriksa keadaan pasien saya dan juga ---"

"Membantu pasien itu kan? Aku sudah minta tolong, apakah kamu tetap tidak mau membantu pasien kamu ini Bu dokter? Jika kamu tidak mau membantuku maka aku juga tidak akan meminum obat yang sudah kamu suruh." ujar Travis memotong ucapan Senjani.

Gadis itu menghela napas, kemudian secara terpaksa menganggukkan kepalanya, "Baiklah, akan saya bantu anda untuk makan."

Travis tersenyum penuh kemenangan mendengar itu, dia sudah bersiap untuk menerima suapan dari dokter cantik di hadapannya ini. Selama Senjani menyuapi Travis, tidak ada hentinya lelaki itu menatap Senjani membuat dokter muda itu sedikit tidak nyaman.

"Kenapa anda menatap saya seperti itu tuan?"

Travis menghela napas, "Kamu sungguh tidak mengenalku?"

Kembali Senjani mengernyitkan keningnya, "Pertanyaan itu lagi? Baiklah saya jawab jujur sekarang, saya mengenal anda tapi sebagai pasien selebihnya saya tidak mengenal anda sama sekali," jawab Senjani membuat Travis menghela napas kecewa karena tadi dia sempat berharap jika jawaban yang akan diberikan Senjani berbeda dari sebelumnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status