Share

BAB 4

Lelaki itu kembali melakukan perbuatannya kembali, tetapi kini dalam keadaan sadar. Devano segera memakai pakaian dan meninggalkan Kania di kamar, pintu ia kunci. Sedangkan wanita yang dia gauli terbaring di kasur dengan mata terpejam, karena pingsan setelah beberapa ronde pria tersebut melakukannya.

"Bener-bener gak ada reaksi apapun," gumam lelaki itu.

"Harus membuktikan sama yang lain, mungkin udah sembuh," lanjutnya.

Devano segera menyuruh Alex menyiapkan wanita di klub malam miliknya. Mendengar perintah majikan, lelaki itu sangat terkejut tetapi segera menuruti. Pria ini segera melajukan kendaraan menuju tempat tersebut.

"Rasanya nikmat," ucap Devano.

Dia melepaskan keperjakaan pada Kania, bahkan dalam keadaan mabuk. Membuat Devano sangat tak percaya dan melakukan lagi tadi untuk membuktikan.

Sedangkan di tempat lain, Alex sangat kebingungan. Harus wanita manakah yang akan menemani majikannya, karena pusing akhirnya lelaki itu memilih beberapa perempuan untuk menunggu di kamar very important person atau lebih dikenal VIP.

"Akh ... gak sabar banget bisa main sama Tuan Devano," pekik wanita yang hanya memakai bra dan celana dalam.

Saat sampai di tempat tujuan, Devano menatap klub malam yang ia kelola. Dia segera melangkah masuk ke sana, melirik sekitar sekilas lalu berjalan ke ruangan yang disebutkan asistennya.  Melihat kedatangan lelaki itu, para perempuan langsung menjauh karena tau tabiat sang Tuan.

"Udah ada di dalam?" tanya Devano.

Lelaki yang diperintahkan mengurus tempat ini menganggukan kepala. Devano segera melangkah lalu membuka pintu. Matanya menatap para gadis di depannya.

"Tuan ... saya masih perawan, Tuan mau gak menjebos keperawanan saya, saya baru masuk hari ini, rela diperawanin sama Tuan Devano," ujar gadis itu centil.

Dia memakai lingerie tembus pandang, berbahan lace tipis. Kerah deep v neck tanpa lengan. Melihat pemandangan ini, Devano hanya menampilkan riak datar. Membuat para wanita ini kebingungan, karena jika pria lain yang melihat, tak akan ada aba-aba dan menyerang mereka.

"Kalian yang diperintahkan ke sini untuk melayani saya?" tanya lelaki itu.

Mendengar pertanyaan Devano, mereka langsung meneguk ludah. Para wanita ini yang tadi berebutan ingin memuaskan lelaki tersebut, kini saling melirik untuk menjawab pertanyaan pria ini. Pemilik klub ini hanya memutarkan bola mata.

"Apa kalian bakal diam aja? Atau saya cari yang lain aja," kata Devano sinis.

Mereka segera menggeleng lalu wanita yang lebih senior dari ketiganya lekas mendekat. Devano masih menampilkan riak datar, tidak terlihat wajah yang bergairah kala melihat semua ini.

"Cepat! Lakukan pekerjaanmu, atau kau menyuruhku untuk melakukannya duluan."

Perkataan sinis dan dingin Devano dibalas gelengan wanita itu, akhirnya para wanita sepakat untuk mendekati lelaki itu bersama. Baru saja dekat beberapa centimeter, pria ini mulai merasakan hawa tak enak.

Perempuan yang masih gadis ini, terjegal kaki temannya. Membuat dia langsung menubruk tubuh Devano, lelaki ini membulatkan mata kala merasakan muak. Ia segera mendorong perempuan itu dan mengeluarkan cairan bening, membuat semua terkejut.

"Sialan!" maki Devano.

Wanita yang terkena muntahan Devano segera menjauh dan membersihkan itu. Ia berlari ke bilik mandi, sedangkan dua perempuan memalingkan wajah berusaha menahan rasa muak. Melihat hal ini, Devano menatap kesal lalu menggeram dan memilih pergi.

"Rumor itu benar, Tuan Devano saat bersentuhan cewek jadi mual. Gimana dia dapetin ke ...."

Ucapan perempuan itu terhenti kala temannya membekam bibir gadis tersebut. Saat hendak marah, dia urungkan melihat tatapan tajam sang empu.

"Jaga bicaramu! Mau dipotong lidahmu biar gak bisa ngomong sama Tuan Devano," geram wanita itu.

Wajah gadis itu memucat kala mendengar ucapan temannya, dia memang baru masuk ke sini. Dan di ajak wanita tersebut, ia segera menggelengkan kepala.

"Aku butuh uang, buat biaya operasi orang tuaku," ucap gadis itu lemah.

Sedangkan Devano, lelaki itu kini telah berada di kendaraan roda empat. Dia mengusap kasar bibir yang terasa basah akibat mengeluarkan cairan tersebut.

"Sialan! Berarti ini gak kambuh cuma sama gadis itu aja, sialan-sialan!" umpat Devano.

Lelaki itu memukul stir melampiaskan amarahnya, lalu memilih melajukan kendaraan menuju kediaman. Sedangkan yang dituju pria tersebut, Kania terbangun dari tidur. Ia meringis saat merasakan nyeri di area sensitif, lalu mengingat kejadian sebelum dia pingsan.

"Argh ... aku kotor."

"Kenapa Tuan Devano melakukan ini, apa salahku. Kenapa dia tidak memesan orang yang kerja ginian aja, kenapa dia malah memperkosaku."

Isakan keluar dari bibir Kania, air mata berjatuhan terus. Ia mencengkram seprai, berusaha menyalurkan rasa sakit yang memupuk dada.

"Apa yang kulakukan setelah ini? Dia merengutnya, padahal aku berusaha menjaga buat suamiku nanti."

Wanita itu bermonolog dengan suara sesegukan, lalu ia segera bangkit. Membelit tubuh dengan selimut, karena kini bertubuh polos.

"Aku harus pergi lagi, mumpung Tuan Devano gak ada di sini," ujarnya.

Dia memilih membersihkan diri terlebih dahulu. Lalu memakai pakaian lelaki itu, karena bajunya sudah tidak berbentuk.

"Argh ... sakit."

Mata wanita itu terpejam merasakan nyeri di area sensitif. Bahkan tubuh rasanya remuk akibat Devano yang terlalu bruntal menggauli. Mengingat kejadian ini, Kania merasa hancur. Setelah selesai berpakaian, wanita itu menuju pintu dan kala membuka benda tersebut terkunci.

"Tolong ... buka!"

"Kenapa Tuan mengunciku!"

Walau teriakannya sangat percuma karena kamar ini kedap suara. Kania terus bermenjerit, tetapi yang berada di luar tidak akan ada yang mendengar sampai wanita itu kelelahan.

"Tuan ... Tolong buka, apa salahku sampe Tuan melakukan ini."

Suaranya kini sampai lemah, karena terus berteriak selama dua puluh enam menit. Tubuhnya merosot ke bawah dan duduk di lantai. Wanita itu memeluk lutut dan menumpahkan tangisan. Suara perut terdengar, ia belum mengisi perut sama sekali.

Tubuh Kania bahkan sekarang gemetar tak karuan, karena memiliki penyakit magh membuat ia seperti ini. Ia memejamkan mata merasakan sakit di perut yang seperti melilit, kepala terasa pusing dan mulai merasakan mual.

"Ahhh ... Sakit banget!"

Kania mulai menjerit karena rasa sakit yang menghantam. Keringat bercucuran membuat wanita itu beberapa kali mengelap tubuh. Bahkan kini pakaian milik Devano basah, karena tak tahan perempuan tersebut jatuh pingsan. Tak berselang lama, pemilik tempat ini sudah kembali. Saat melihat pelayan lewat di depan netra, ia memerintah bawahannya menyiapkan hidangan dan di antar ke kamar.

Saat membuka pintu, pria ini melotot. Ia segera mendekati Kania yang tergeletak di lantai, lalu Devano lekas membopong dan meletakan di ranjang. Lelaki ini cepat menelepon dokter pribadi dan menyuruh untuk secepatnya datang.

"Kenapa lama banget sih! Cepatlah, jangan sampai di kenapa-napa, kalau dia sampai kenapa-napa gara-gara kau awas aja!"

Devano berteriak saat mengirim pesan suara pada dokter pribadinya, mendengar nada emosi yang terdengar. Lelaki yang tadi ditelepon Devano lagi segera bergegas melajukan kendaraan.

"Sialan! Sialan! Jangan sampe dia kenapa-napa, lagian kenapa kamu lemah banget sih," sungut Devano.

Pria ini menatap Kania yang berwajah pucat yang kini terbaring di ranjang. Sedangkan pelayan yang diperintahkan membawa makanan langsung terkena Serangan omelan dari Devano. Dia begitu serba-salah karena wanita yang di depannya ini yang bisa dia sentuh, sedangkan memang lelaki tersebut membutuhkan keturunan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status