Share

6. Disadarkan

Penulis: Mkarmila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-06 15:05:09

“Tolong menjauhlah dari kami, Dok!”

Aluna pikir, dengan kehadiran Ryu membuat kondisi sang putra menjadi memburuk. Jadi lebih baik pertemuan ini di sudahi saja.

Mendengar permintaan Aluna, Ryu refleks menatap wanita yang dari tadi hanya terfokus pada Langit saja dan mengabaikan dirinya yang juga sedang sangat khawatir dengan kondisi Langit.

“No,” ucap Ryu tegas menolaknya, dia bukanlah orang yang akan lari dari tanggung jawab kendati mereka sudah tidak terikat dalam pernikahan. “Harusnya kamu sadar dengan penolakan Langit seperti ini, salah satunya juga karena kesalahanmu yang tidak pernah mempertemukan kami, dia tidak mengenal sosok Ayahnya.” Ryu tertawa hambar seolah mengejek dirinya sendiri yang menjadi orang bodoh, anak kandungnya tidak ia kenali padahal anak yang lain sangat ia sayangi. “Langit berhak tahu siapa Ayah kandungnya.”

Ini yang ditakutkan Aluna ketika bertemu dengan mantan suaminya. Laki-laki itu akan meminta haknya sebagai Ayah Langit. “Tapi Langit sudah menolak kamu, Dok! Jadi percuma saja kalau kamu tetap memaksa.” Daripada menyuruh Ryu menjauh yang pastinya tidak akan dituruti , lebih baik menyadarkan mantan suaminya itu dengan fakta yang ada. Fakta yang tidak bisa disangkal kalau Langit tidak menginginkannya.

Tidak salah yang dikatakan Aluna bahwa Ryu menerima penolakan dari sang putra. Tetapi ia ingin bersikap egois dengan mengabaikan hal itu. “I don’t care. Aku akan berusa-”

“Enggak, aku bilang cukup sampai disini.” Aluna mengangkat telapak tangannya mengarahkan pada Ryu, menegaskan ia tidak mau berkompromi lagi. Lalu decakan kecil keluar dari bibirnya sebelum melanjutkan ucapannya. “Kalau sampai terjadi sesuatu dengan anakku, saya tidak akan pernah memaafkanmu, Dok!”

Ryu berjalan mendekat, menurunkan tangan Aluna yang masih bebas di udara. “Turunkan tanganmu, juga emosimu karena … sekarang kondisi Langit sudah membaik.” Ryu mencoba bersabar menghadapi Ibu dari yang melahirkan anaknya. Lantas, Aluna mendesis sembari menarik tangannya yang hampir saja di genggam Ryu. “Jangan pegang-pegang!”

Ryu terkekeh melihat lengannya dipukul oleh Aluna. Mantan istrinya itu masih saja galak padahal sudah tujuh tahun berlalu tetapi sikapnya masih tidak berubah. Namun, wajahnya berubah canggung ketika ia baru menyadari sesuatu. Laki-laki itu mendekati brankar kemudian menepuk pelan bahu seseorang yang sudah membantu untuk menyelamatkan Langit.

Ryu bisa melakukan tindakan sendiri kalau saja Aluna bisa tenang, tapi yang terjadi wanita itu membuat kosentrasinya pecah dengan kepanikan. Sementara Ryu yang menenangkan Aluna dan Langit ditangani oleh Dokter Bara.

“Apa kalian berdua sudah bisa tenang sekarang, hah?” Bara menatap Ryu dan Aluna bergantian. Sudah lima menit ia berdiri hanya untuk menjadi penonton drama mantan suami istri yang sedang berseteru.

“Hmm,” jawab Ryu dengan deheman seraya menatap sekilas wajah Bara yang datar.

“Bersyukur, Langit sudah melewati masa kritis.”

“Ok, thanks.”

“Dan, jaga sikap kamu.” Bara mengacungkan telunjuknya ke dada Ryu. “Kamu Dokter dan ini rumah sakit jadi jangan menganggu ketenangan pasien lain, oke?”

Ryu mengangguk, sadar perdebatannya dengan Aluna bisa menganggu ketenangan pasien lain. “O-oke.”

Tiba-tiba merasa menyesal telah berbicara kasar saat di sekolahan tadi. Andai dia bisa mengontrol emosinya mungkin saja pertemuannya dengan Langit akan membawa kebaikan untuk keduanya.

“Besok, kita lihat lagi perkembangan Langit. Harusnya sudah tidak ada masalah serius lagi.” Bara melirik Aluna yang hanya terdiam, wanita itu selalu menunduk tanpa mau merespon ucapannya. Dan Bara juga tidak akrab, sebab tidak mengenal lebih banyak mantan istri dari teman sejawatnya itu. “Tolong bisa tenang, kondisi Langit sudah lebih baik.”

Mendengar nada bicara Bara yang lebih lembut, ia tahu kalau Dokter itu sedang berbicara dengannya berbeda saat bicara dengan Ryu tadi. Maka dari itu Aluna memberanikan untuk mengangkat wajahnya dan langsung bertatapan dengan manik  datar Bara. “B-baik, Dokter. Terima kasih!”

Merasa sudah tidak ada lagi yang dilakukannya, Bara berniat untuk meninggalkan ruangan namun sebelum benar-benar pergi ia berkata. “Kalau ada masalah, tolong selesaikan di luar sana. Permisi!” Sesaat kemudian, Bara melangkahkan kakinya menuju pintu dan menghilang di balik pintu.

Sekarang, di ruangan itu menyisahkan Langit yang masih terpejam dan Aluna bersama Ryu. Keduanya menatap ke arah brankar di mana Langit masih belum sadar. Sampai suara Aluna mengalun di telinga Ryu.

“Sekarang, tolong tinggalkan kami dan anggap pertemuan ini tidak pernah ada.” Aluna akan mengingatkan lagi keinginannya pada Ryu. Penolakan Langit sudah cukup beralasan kalau putranya itu tidak menginginkan Ryu di hidup kami, jadi lebih baik tidak ada pertemuan lagi setelah kejadian ini. “Dan, terima kasih tadi sempat menolong anak saya.” Sesaat setelah mengatakan hal itu Aluna menatap Ryu dengan penuh pengharapan agar pria itu mau menuruti keinginannya.

“Oke,” jawab Ryu yang membuat Aluna sedikit terkejut meski itu yang dinginkannya. Ryu rasa sementara dia akan menuruti keinginan Aluna daripada berdebat tidak ada ujungnya. Diam-diam Ryu akan berusaha untuk mendekati keduanya lagi, pastinya dengan cara yang baik agar Langit bisa menerima kehadirannya kembali. “Tolong, jaga anak kita, aku pergi!”

Aluna menatap langkah kaki yang perlahan menjauh dan kemudian menghilang dari pandangannya. Sementara, Ryu dengan langkah tanpa ada keraguan menutup rapat pintu itu tanpa menoleh untuk melihat reaksi mantan istrinya itu.

Bodoh, kenapa mengharapkan Ryu menolak keinginannya. Harusnya Aluna sadar bahwa dia dan Langit bukan prioritasnya sekarang, karena ada orang lain yang Ryu harus jaga perasaannya. Ya, anak dan istrinya di rumah.

Selepas kepergian Ryu, Aluna tidak dapat membendung lagi tangisnya, telapak tangannya menyentuh dada, terasa sesak yang membuatnya kesulitan bernapas.

Perlahan, dia luruhkan tubuh yang sudah tidak bisa berdiri dengan sempurna itu. Dipeluknya kedua lututnya dengan menyembunyikan wajahnya yang sudah basah di atas lututnya. Banyak hal yang sulit ia terima, keadaan Langit juga sikap Ryu yang terkesan tidak peduli, memang apa yang diharapkan Aluna, Ryu kan merengek tetap tinggal. Buru-buru Aluna mengeleng, hal itu tidak akan terjadi. Dengan kekuatan yang masih ada Aluna mengangkat wajahnya dan mengumpulkan tekadnya untuk bangkit.

“Oke, lupakan laki-laki itu. toh, Langit juga menolak kehadirannya. Kalau Langit sudah membaik, aku akan pindahkan rumah sakitnya agar mereka tidak bisa bertemu lagi. Dan, aku dan Langit akan hidup seperti sebelumnya,” tekad Aluna sudah bulat untuk melupakan semuanya.

Untuk urusan Langit kalau bertanya, dipikirkan nanti. “Semangat untuk kesembuhan Langit, Aluna,” ucap Aluna lalu bangkit berdiri mendekati ranjang kemudian mengusap pelan kepala Langit lalu melabuhkan kecupan di sana.

***

Bohong kalau Ryu sekarang sedang baik-baik saja. Langkah pria itu gontai menuju ke ruangannya.

Sudah berlalu tujuh tahun tetapi ia masih merasa bersalah pada mantan mertuanya yang sudah tiada karena tidak bisa menepati janjinya untuk menjaga Aluna. Lalu sekarang dihadapkan pada kenyataan ia memiliki anak dari mantan istrinya itu.

Ryu melangkah menuju kursi kerjanya setelah menutup pintu lalu menguncinya agar ketenangan tidak terganggu. Disandarkannya punggung lebarnya sebelum mengela napas panjang. Pertemuannya dengan Aluna adalah yang sudah lama ia harapkan. Selama ini Ryu ingin tahu kabar mantan istrinya yang seolah hilang di telan bumi semenjak putusan pengadilan yang mengabulkan permohonan cerainya.

“Lalu, sekarang aku harus bagaimana, Aluna!” ucapnya frustasi. “Harusnya Langit juga mendapatkan kasih sayangku seperti Mauren.”

Atensi Ryu teralihkan pada ponsel yang bergerak di dalam saku celananya. Segera ia keluarkan dan tampak di sana Mauren is calling, seolah disadarkan bahwa ia memiliki anak lain yang juga harus diperhatikan saat ini.

“Papiiiii … aku mau ketemu sekarang!”

tbc

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   107. Akhir

    “Ayah …!”“Mami …!”“Yayah …!”“Mimi …!”Suara-suara berisik itu membuat Aluna mengeliat. “Mas, ayo bangun! Anak-anak sudah pulang itu,” tutur Aluna seraya memukul lengan Bian yang menempel erat di tubuhnya polosnya.“Biarin aja, nanti mereka juga diem sendiri,” ucap Bian tidak peduli.“Mas …!” hardik Aluna sebab Bian mengabaikannya. “Bangun …!”Bian berdecak pelan sebelum melepaskan tangannya dari tubuh Aluna. Bangkit dan mendudukan tubuhnya, lalu menyalakan lampu kamar. Laki-laki itu kemudian memunguti kaos dan celana pendeknya yang tergeletak di lantai. Memakainya dengan cepat dan hendak membuka pintu yang masih terkunci dari dalam. Sementara Aluna berlari ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.Saat pintu dibuka, ketiga anaknya sedang berdiri dengan wajah berseri.“Sudah pulang?” tanya Bian memandang bergantian ke arah Tegar, Langit dan Awan.“Tante belikan banyak makanan, Ayah,” sahut Langit sembari memperlihatkan satu kantung plastik berisi camilan dan susu.“Mama juga belik

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   106. Gak Mau

    “Apa keputusanmu tidak bisa diubah, Mbak?” tanya Alan dengan wajah yang lesu, lalu menghembuskan napas pelan.Segala upaya sudah dilakukan tetapi masih tidak bisa membuat Renata tersentuh dengan sikap dan tindakan yang dilakukan Alan.Renata mengelengkan kepalanya. “Tidak, kamu masih muda dan bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dari aku.”“Kamulah yang terbaik buat aku, Mbak,” sahut Alan tegas, tidak ada keraguan sama sekali di hatinya.Renata hanya tertawa, kemudian beranjak berdiri. Pembicaraan ini pasti tidak akan menemukan titik temu karena keduanya saling keras kepala.“Mbak, aku belum selesai bicara.” Alan bergegas menghampiri Renata. “Tidak masalah kalau kamu tidak bisa mencintaiku, Mbak. Pelan-pelan aku akan buat kamu jatuh cinta sama aku,” ucap Alan, menarik siku lengan Renata dengan pelan. Laki-laki itu masih bersikeras untuk membujuk Renata.Sekali lagi Renata mengeleng tegas. Tidak ada cinta di hatinya untuk Alan, jadi buat apa menerima pinangan dari lelaki itu. Yan

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   105. Lebih Baik

    “Mohon maaf Ibu, bisa masuk ke ruangan dokter,” ucap seorang perawat yang datang menghampiri Renata.“Hah, ada apa?” Renata tertegun. Namun, tiga detik kemudian wanita itu beranjak berdiri, sebab dihantui rasa penasaran yang tinggi. “Sebentar aku masuk dulu!” ucapnya pada Aluna sebelum pergi.Pintu berwarna putih itu, Renata buka dengan segera. Seketika mulutnya ternganga melihat pemandangan di depannya. “Kenapa bisa seperti ini?” ucapnya setelah mendekat. Lalu dengan cepat mengambil tisu untuk menolong Alan.“Tadi tiba-tiba Mauren mau muntah, rencananya mau aku ajak ke kamar mandi ternyata dia gak bisa nahan dan berakhirlah seperti ini,” jelas Alan sambil membersihkan bekas muntahan di brankar dengan tisu. Sementara Renata dengan spontan membersihkan baju Mauren.“Dokter Renata!”Renata mendongak dan menatap seseorang setelah namanya di panggil.“Dokter Wahyu!” gumamnya lirih. Dan saat itu juga kenangan Ryu memenuhi pikirannya. Tanpa sadar sudut matanya berembun dan ia melangkah mund

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   104. Bertemu Kembali

    “Sus, tolong anak saya!” ucap Alan ketika tiba di klinik.Laki-laki itu berjalan mendekati meja resepsionis sambil mengendong Mauren. Ya, Mauren terlepas dari gendongan hanya saat berada di dalam mobil saja. Renata juga binggung dengan sikap tiba-tiba putrinya itu. Aneh, itulah yang terlintas di pikirannya.Seorang gadis yang duduk di balik meja resepsionis itu mendongak dan bertemu tatap dengan Alan yang wajahnya terlihat cemas.“Iya, bisa daftar dulu ya,” ucapnya sopan.Alan lalu melirik Renata yang hanya mengekor di belakangnya. “Mi, tolong isi ini,” ucap Alan dan menunjuk dagunya pada satu lembar kertas yang ada di meja, di depannya.Renata pun mendekat dan mengisi form di depannya dalam diam. Sebab, tadi di mobil sudah berdebat dengan Alan. Tidak perlu datang ke klinik karena ia akan mengompres Mauren dan akan memberikan obat penurun panas.“Mohon tunggu sebentar, kurang tiga panggilan lagi, setelah itu putri Bapak ya,” ucapnya sambil tersenyum ramah.Renata sudah seringkali berh

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   103. Sakit

    “Ah, apa dia tidak memiliki makanan apapun di sini?” gumam Renata saat membuka kulkas dan tidak menemukan apapun di sana kecuali dua botol air mineral berukuran sedang di pintu kulkas.“Mami …!” teriak Mauren.Suara Mauren itu mengagetkan Renata. Wanita itu buru-buru berlari menuju kamar dan mendapati Mauren yang sudah membuka matanya dengan tatapan sayu.“Sudah bangun?” tanyanya kemudian melangkah mendekat ke arah tempat tidur.“Mi, pusing,” ucap Mauren tiba-tiba.Refleks, Renata langsung menyentuh kening Mauren dengan telapak tangannya kemudian membaliknya dengan punggung tangannya. “Koq demam? Bentar Mami ambilkan kompres dulu.”Renata keluar dari kamar, menuju dapur lagi untuk mencari baskom dan kain. Sementara di dapur, wanita itu mengamati sekeliling, semua yang diperlukan tidak ada di sana.“Ah, apa yang aku harapkan di sini. Dia paling hanya numpang tidur di sini,” keluhnya lalu kembali masuk ke dalam kamar untuk menghubungi Alan.Tidak lama kemudian, Alan mengangkat teleponn

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   102. Tersenyum

    “Mau turun, gak?”“No!” jawab Renata, ia memilih bertahan di dalam mobil saja daripada harus bersama dengan Alan.“Oke,” jawab Alan lalu menutup pintu mobil. Lelaki itu berjalan ke arah belakang dan membuka pintunya.“Alan, mau dibawa ke mana Mauren?” seru Renata. Seketika kepanikan melandanya . “Biarin Mauren tidur di mobil saja!”Alan kemudian menatap Renata sekilas, kalau wanita ini ingin bertahan di dalam mobil ia tidak peduli. Tetapi ia akan membawa Mauren masuk ke dalam apartemennya.“Apa kamu gak kasihan sama Mauren tidurnya gak nyaman seperti itu.”“Aku tetap disini, Mauren juga harus tetap di sini,” sahut Renata cepat, membantah ucapan Alan.Namun, tanpa mendengarkan keinginan Renata, Alan langsung saja mengendong Mauren dan membawanya masuk.“Hey,” seru Renata. Alan menyematkan senyuman tipis kala melirik Renata yang turun dari mobil kemudian mengikuti langkahnya masuk ke dalam gedung apartemen.“Alan, aku bilang-”“Jangan berisik, Mbak!”Tanpa Renata sadari langkahnya terus

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status