Share

Bab 08. Cobaan Terus Datang

Author: RidaFa05
last update Last Updated: 2024-03-02 06:14:37

Karena pencarian tak membuahkan hasil. Arnesh mengalami kebuntuan, dia tidak tahu harus mencari Gladys kemana lagi setelah ini.

Mau tidak mau, Arnesh harus memikirkan cara. Ia bisa saja datang ke tempat kerjanya. Tetapi orang-orang pasti akan curiga, dan juga Gladys tidak mau bicara dengannya.

Ia meletakkan ponselnya di telinga. Meminta bantuan anak buahnya untuk mencari alamat rumah yang Gladys tinggali.

"Coba kau buntuti dia, awasi pergerakannya!" titah Arnesh.

Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, sambil menjambak rambutnya frustasi. Dia akan merutuki dirinya sendiri, jika ia menjadi penyebab Gladys diusir.

Karena kecerobohannya satu bulan lalu, Gladys harus menanggung akibatnya.

"Semoga saja aku bisa menemukanmu, Glad," gumamnya.

Menancap pedal gas, meninggalkan kampung yang dulunya ditempati Gladys. Pasti wanita tertekan, dengan perkataan wanita yang menjadi Bibinya itu.

Baru pertama bertemu saja, Bibinya sudah bersungut-sungut seperti itu. Wajah sendunya membuat Arnesh teringat, ia bisa menebak jika Gladys seperti memikul banyak beban.

***

Gladys bersiap-siap pergi bekerja, sebelum itu dia memuntahkan isi perutnya yang selalu terasa. Ia mengunci pintu, memulai kegiatannya di pagi yang cerah ini.

Cerahnya cuaca, nyatanya tidak secerah perasaam Gladys. Sedari malam, ia terus menangis sampai kedua matanya sembab.

"Glad, mau bareng nggak?" Gladys menghentikkan langkah, berbalik pada kendaraan roda dua yang berhenti di sampingnya.

Gladys menggelengkan kepala, saat Ghani menawarkan tumpangan, sepertinya dia akan berangkat kerja juga. Setahu Gladys, dia bekerja sebagai kantoran, dan juga tempat kerjanya berlawanan arah.

"Nggak usah, Mas. Aku jalan kaki aja," tolak Gladys.

Mendapat penolakan dari Gladys, Ghani tidak menyerah begitu saja. "Lho kenapa? Supaya cepat sampai dan nggak cape, Glad."

"Tapi, Mas ... tempat kita kerja kita berjauhan. Gimana kalau Mas Ghani kesiangan nanti."

"Nggak bakalan, lagian masuknya juga masih lama kok. Ayo, naik."

Tampaknya Gladys sungkan menerima ajakan. Entah perasaannya saja atau bagaimana, akhir-akhir ini Ghani seperti gencar mendekatinya.

"Malah bengong, ayo, Glad." Dengan ragu, Gladys naik ke motor, menyetujui ajakan tetangganya.

Sesampainya di depan Hotel, Gladys memberikan helm pada pemiliknya. Ghani manggut-manggut. "Oh, ternyata kamu bekerja di Hotel ini. Udah lama?"

"Lumayan, sekitar 1 tahun."

"Jika kamu butuh tumpangan, jangan sungkan. Aku bisa mengantarmu bekerja daripada harus berjalan kaki."

Ghani terus memperhatikan Gladys yang banyak diam, tak menanggapi perkataannya. Ia memilih pamit, sebentar lagi jam kantor akan dimulai.

Saat akan memasuki Hotel, tiba-tiba ada yang menarik pergelangan tangan Gladys. Tubuhnya hampir terjengkang, jika tidak bisa menahan.

Gladys membelalak, melihat Kemala datang ke sini. "Bibi ...." panggilnya dengan suara parau.

Selama beberapa hari tidak bertemu, Gladys jadi rindu pada Bibinya. Kemala mendelik kesal, enggan melihat wajah keponakannya.

"Dasar cengeng! Sedikit-sedikit nangis terus bisanya! Bibi lagi nggak punya duit, Glad. Bagi duit dong," pinta Kemala, dengan wajah tanpa dosanya.

Ia pikir, kedatangan Kemala karena merindukannya. Tetapi dugaannya salah, Kemala malah meminta uang padanya.

"Maaf, Bi ... Glad lagi nggak punya uang. Soalnya belum gajihan," cicitnya.

Kemala berdecak kesal, sembari memperlihatkan wajah garang, tanpa pernah terlihat raut ketulusan di wajah sang Bibi.

"Jangan bohong kamu, Glad! Pelit banget sih jadi orang. Mentang-mentang udah nggak tinggal bersama Bibi kamu songong seperti itu. Bibi nggak mau tahu, harus ada!" kekeuh Kemala, memaksa dan memeras uang Gladys.

"Glad nggak bohong. Kalau ada mungkin udah aku kasih, kalau nggak ada, apa yang harus aku kasih?"

"Halah! Diam kamu, Glad. Jangan banyak bicara. Melawan saja bisanya." Kemala merebut paksa tas selempang Gladys, mengambil dompet dan menguras semua uang recehan yang Gladys punya.

Kemala menunjuk kening Gladys dengan telunjuknya. "Pembohong kamu, ya! Bilangnya nggak punya uang. Ndasmu! Ini ada!"

"Bi, Glad mohon. Jangan diambil semuanya. Kalau diambil semua, Glad makan apa. Aku nggak punya uang lagi."

"Bibi nggak peduli, Glad! Itu deritamu!" ketus Kemala, melangkah pergi begitu saja setelah membawa uang terakhir yang Gladys punya.

Bahu Gladys melorot, lemas rasanya dihadapkan dengan cobaan bertubi-tubi.

***

Gladys hanya bisa meratapi nasibnya. Harus rela menahan lapar karena uangnya dibawa semua oleh Kemala. Padahal Gladys sengaja berhemat, agar uang itu cukup sampai gajihan.

Biasanya Gladys akan mampir ke warung saat pulang kerja, sekarang lewat begitu saja. Gladys menghela napas panjang, mengelus perutnya.

Dia sadar, bahwa ada nyawa di dalam perutnya, jika Gladys tidak makan. Bagaimana jika janinnya kelaparan jika tidak diberi asupan.

"Apa harus ngutang aja, ya? Benar-benar lemas sekali," keluhnya. Keluar dari kontrakan dengan pakaian santainya.

Menuju warung, Gladys menyadari saat dirinya seperti sedang diikuti. Kakinya mempercepat langkah, hawa dingin menyeruak di malam sunyi ini.

"Tumben Neng datang malam-malam. Mau beli nasi, ya?" tanya Mak Yati, yang sedang membereskan warung karena akan tutup.

'Lindungi aku, Tuhan. Kenapa aku merasa ada yang mengikutiku sejak pulang dari Hotel,' batinnya.

"Neng?" panggil Mak Yati, mampu membuat Gladys tersentak. "Lagi lihatin apa?"

"Oh nggak kok, nggak lihatin apa-apa. Boleh nggak aku ngutang dulu, Mak?"

"Kirain Mak ada apa. Kamu mau makan? Kebetulan masih ada sisa nasi dan lauk pauknya, kalau mau ambil saja, daripada mubazir." Kepala Gladys menatap haru, pada Mak Yati yang sudah sering membantunya.

"Terima kasih banyak, Mak."

Keduanya pulang, sepanjang jalan Gladys hanya bisa berjalan takut ketika menyadari ada yang membuntutinya. Ya Tuhan. Siapakah orang itu?

Takut terjadi sesuatu jika jalan sendiri, Gladys buru-buru melangkah. Sampai suara klakson mengagetkan Gladys.

"Mas Ghani? Boleh numpang nggak, Mas? Soalnya ada yang mengikutiku."

Ghani mempersilahkan, tidak mengerti dengan apa yang Gladys sampaikan. "Siapa yang ngikutin kamu, Glad? Sampai wajahmu berkeringat seperti itu."

"Nggak tahu, Mas. Aku merasa ada yang mengikuti." Ghani menambah laju sampai kontrakan.

"Jangan khawatir, aman kok."

"Makasih udah nganterin," ucap Gladys.

Di tempat lain, melihat pemandangan di kejauhan membuat wanita itu merasa kesal, kala Ghani dan Gladys semakin dekat.

Dia adalah Bu Inayah, dia tidak akan membeiarkan putranya dekat dengan wanita seperti Gladys yang tak jelas asal-usulnya.

"Lihat saja kamu, Glad!" gumamnya.

Gladys merasa tidak tenang sejak bertemu dengan Arnesh ia jadi apes begini. Apa jangan-jangan, Arnesh mengirimkan anak buah untuk membuntutinya.

Tapi untuk apa?

"Kamu jangan banyak pikiran, kamu udah aman di sini. Kalau butuh sesuatu panggil aja aku, Glad."

Sebagai jawaban, Gladys mengangguk saja, meski tak minat dengan bantuan Ghani.

"Iya, Mas. Sekali lagi makasih banyak."

Di dalam kontrakan miliknya, Gladys bersandar dibalik pintu. Tubuhnya melorot, air matanya kembali luruh. Dia jadi tak tenang, takut Arnesh menemukan keberadaannya.

Gladys takut, trauma yang ia rasakan kembali datang jika berhadapan dengan Dokter itu. Apalagi 2 hari lalu, Arnesh membahas masalah pertanggung jawaban.

"Apa yang dia inginkan? Apa salahku padanya sehingga aku harus menanggung akibat dari perbuatannya? Kenapa ini nggak adil bagiku? Aku benar-benar nggak kuat!" lirih Gladys, menangis terisak-isak di kediamannya seorang diri. Meratapi nasibnya di tempat ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengandung Benih Terlarang Dokter Tampan    Bab 80. (Ending)

    Livya terduduk di lantai, dia terus dimarahi oleh para tahanan lain karena terus menangis. Dia memeluk lututnya, menangisi takdir yang tak berpihak padanya.Ia ingin pulang dan keluar dari sini. Mama Venny datang untuk besuk, dia menghampiri Livya yang sedang duduk."Livya! Livya!" pekik mama Venny. Berhasil menyentak Livya yang sedang melamun.Livya yang tadinya duduk, buru-buru mendekat ke arah ibunya sambil memegang kedua tangannya. "Ma, tolong bantu aku keluar dari sini, Ma."Mama Venny tak bisa melakukan apapun sekarang. Bukti yang diberikan Arnesh sangat kuat."Nanti Mama pikirkan. Mama punya info penting Livya.""Info apa, Ma?""Soal Daniel."Mendengar nama Daniel disebut-sebut, Livya jadi mengharap sang kekasih datang dan membebaskannya."Ada apa soal Daniel, Ma?" Dengan cepat Livya bertanya."Daniel ... dia sudah menikah dengan perempuan lain, Livya," balas mama Venny.Deg! Tubuh Livya terbujur kaku. Ia berpegangan pada jeruji agar tubuhnya tidak limbung. Saraf-sarafnya tera

  • Mengandung Benih Terlarang Dokter Tampan    Bab 79.

    Satu minggu kemudian ....Setelah dirawat di rumah sakit selama beberapa hari, akhirnya Gladys diizinkan pulang selama proses pemulihan. Bayinya pun sehat setelah melakukan pemeriksaaan.Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa Gladys dan Arnesh akan pulang ke kediaman mama Linda. Arnesh juga memutuskan untuk menjual rumah yang dulu ia tempati bersama Livya."Angkat aja, Nak, bawa masuk ke kamar," kata mama Linda, memberitahu anaknya agar menggendong Gladys yang masih kesulitan jalan. Dia menggendong Jesslyn, bayi perempuan yang mirip sekali dengan putranya.Gladys digendong ala bridal, menuju salah satu kamar di lantai bawah."Nah, Gladys, ini rumah kami. Saya harap kamu nggak merasa sungkan di sini," kata mama Linda. Perlahan mulai menerima kehadiran anak dan menantunya."Iy-iya, Ma."Gladys mengangguk. Sejak kejadian Livya datang, ibu mertuanya jadi perhatian sampai sekarang. Apalagi wanita paruh baya itu selalu membantu menjaga Jesslyn."Kamu temani aja istrimu. Biar Mama yang

  • Mengandung Benih Terlarang Dokter Tampan    Bab 78.

    Arnesh terkekeh sinis, saat Daniel meminta Livya untuk dibebaskan. Padahal sudah bersalah, bukti pun sudah jelas. Dia tak mengindahkan keinginan Daniel, pengkhianat yang sudah menusuknya dari belakang.Arnesh bangkit dari kursi, mengabaikan Livya dan Daniel yang ada di hadapannya. Sementara mama Venny, wanita paruh baya itu bingung mau bagaimana."Gila saja membebaskan orang yang sudah terbukti bersalah. Lanjutkan prosesnya, Pak, biarkan Livya menjalani hukumannya," ujar Arnesh berlalu bergitu saja, meninggalkan para dua pengkhianat itu.Mulai sekarang, Arnesh tidak ingin lagi berhubungan atau bertemi dengan mereka. Ia hanya ingin fokus pada kehidupannya yang sekarang bersama Gladys."Udah. Mulai sekarang kamu lupain mereka, fokus ke kebahagiaanmu," ujar papa Wandi menepuk pundak putranya.Pria berbeda usia itu menaiki mobil masing-masing untuk kembali ke rumah sakit. Ia khawatir dengan kondisi Gladys beserta anaknya.Ia menjalankan mobilnya dengan kebut-kebutan, ingin segera sampai,

  • Mengandung Benih Terlarang Dokter Tampan    Bab 77.

    Arnesh memutuskan untuk pergi, karena ia akan bicara dengan pengacaranya di sebuah caffe. Ia akan mengurus surat perceraiannya dengan Livya. Ia berpamitan dulu pada Gladys dan juga anaknya."Aku pergi dulu sebentar, kalau ada apa-apa hubungi aku," ujar Arnesh. Melabuhkan kecupan berulang-ulang pada pipi istri dan pipi anaknya.Gladys terkekeh, ia mendorong Arnesh agar menjauh. "Nanti Jesslyn bangun, Pak Arneh.""Gemas rasanya," ucap Arnesh diiringi dengan tawa.Arnesh melirik arloji yang melingkar di tangannya. Ia lantas pamit. Arnesh sudah mengundang pengacara datang. Dengan berat hati dia pun menaiki mobilnya.Kepergian Arnesh itu menjadi sebuah kesempatan bagi Livya yang diam-diam masuk ke dalan ruangan Gladys. Wanita itu memakai topi dan juga masker agar kehadirannya diketahui.Melihat ada Livya di sini, Gladys membeliakkan matanya sambil memeluk Jessyln. Livya membuka topi, ia menatap bengis pada wanita yang sudah menjadi simpanan suaminya."Sekarang kau bahagia bukan jika Mas Ar

  • Mengandung Benih Terlarang Dokter Tampan    Bab 76.

    Sementara di luar ruangan, papa Wandi sedang membujuk istrinya yang enggan masuk ke dalam. Mama Linda masih belum bisa menerima Gladys sebagai menantunya. Ia juga belum percaya, jika anak yang dikandung Gladys adalah anaknya.Papa Wandi juga sudah bercerita, jika ia sudah dikenalkan pada Gladys. Mama Linda kesal, selama ini hanya dia yang tidak tahu fakta sebesar ini. Ia kesal, itulah sebabnya enggan keluar."Ma, kenapa nggak masuk ke dalam? Yakin nih nggak mau lihat cucu kita? Bukannya Mama pengen banget punya cucu," ajak papa Wandi menggoda istrinya yang memiliki keinginan menimang cucu.Mama Linda tidak akan luluh begitu saja, dia bersedekap dada dan membuang pandangannya. "Ngapain Papa ngajak Mama? Biasanya juga main rahasiaan, 'kan? Udahlah sana. Mama di sini aja."Melihat istrinya yang sedang marah. Papa Wandi jadi gemas sendiri, pasalnya kemarahan sang istri sudah seperti anak ABG saja, tidak ada ubahnya dari dulu."Ada alasan kenapa Papa nyembunyiin dari kamu, Ma, sekarang ngg

  • Mengandung Benih Terlarang Dokter Tampan    Bab 75.

    Livya terusir paksa dari rumah suaminya. Dia harus pindah, ke kediamannya yang di Jakarta. Wanita hamil itu menangis tersedu-sedu, harus diceraikan karena Arnesh memilik madunya itu.Mama Venny merasa malu, dengan kelakuan Livya dan juga Daniel. Karena mereka, reputasinya hancur. Arnesh juga tidak mau percaya. Lelaki itu memilih menceraikan Livya.Sesampainya di kediaman. Mama Venny menyapu semua barang-barang sekitar, dia begitu geram dipermalukan. Tentu saja yang tak lain dan tak bukan karena Livya."Lihat sekarang, Livya! Atas perbuatanmu itu Mama yang harus menanggung malu! Sekarang Arnesh sudah menceraikanmu. Mama nggak akan membantumu! Silakan saja menikah dengan Daniel, pria yang menghamilimu!" sentaknya sembari menunjuk pelipis Livya menggunakan jari telunjuknya.Amarahnya sudah tak terkendali dengan semua ini. Apalagi Livya hanya bisa diam dan menangis, seolah itu bisa menyelesaikan masalah."Dan kamu, Daniel! Nikahkan anak saya jika benar itu anakmu! Saya tidak mau cucu saya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status