Alena termenung setelah Winda menutup pembicaraan telepon dengannya. Ia tak habis fikir mengapa Winda nampak begitu membutuhkan dana secara mendadak. Ia masih ingat pada pertemuan arisan bulan lalu Winda malah menolak ketika pengundian arisan itu jatuh ketangannya. Selama ini keluarga Winda tidak pernah nampak kekurangan uang.
"Ah sudahlah.., bukan urusanku juga untuk mengetahui keadaan keuangan orang lain." Alena kemudian mengibaskan pemikirannya yang mulai kepo.
Alena segera meletakkan ponselnya di atas meja makan. Ia bersiap untuk mandi dan segera ingin beristirahat. Tak lama kemudian terdengar gemercik air didalam kamar mandi. Tubuh Alena terasa semakin segar setelah membersihkan semua keringat dan kotoran yang melekat dikulitnya yang putih mulus.
Setelah membersihkan wajahnya di depan cermin dan memakai baju tidur, Alena kembali ke ruang makan untuk makan malam. Sebelum mengambil makanan Alena mengambil ponselnya yang terletak di atas meja sekedar mengecek kalau ada panggilan atau pesan yang masuk di saat ia sedang berada di kamar mandi tadi.
"Arcy mengirim pesan gambar ?" Alena berfikir pasti Arcy mengirimkan gambar-gambar model perhiasaan berlian terbaru.
Tapi alangkah terkejutnya Alena begitu melihat gambar apa yang telah di kirim Arcy kepadanya.
Sebuah foto dimana nampak Arkhan tengah berjalan mesra dengan Winda yang tadi menelpon Alena."Oh my God...!!!?" pekik Alena sambil menepuk jidatnya.
Alena segera menyentuh tombol 'call' di ponselnya. Ia segera menghubungi Arcy.
"Arcy, katakan padaku di mana kamu mendapatkan foto ini !" seru Alena setengah berteriak ketika Arcy sudah mengangkat audio callnya.
"Bukankah lelaki itu yang kita lihat bersama Jeng Devi di cafe itu seminggu yang lalu bukan..?" Arcy malah balik bertanya. Nampaknya Arcy masih ragu dengan penglihatannya.
"Iyaa...!!!" Alena berteriak agak kesal dan tak sabar karena Arcy tidak segera menjawab pertanyaannya.
"Siapa lagi wanita ini Alena..?"
Nah loh, bukannya menjawab pertanyaan Alena, Arcy malah melontarkan pertanyaan berikutnya."Ampuuun deh Arcy!" maki Alena dalam hati semakin jengkel.
"Di tanya kok malah nanya ini orang!" desis Alena dalam hati.Alena melebarkan matanya walau pun ia sadar Arcy tidak melihat wajah kesalnya.Mau tak mau Alena terpaksa menjelaskan siapa Winda kepada Arcy.
"Wanita yang barusan di foto itu adalah Bu Winda, dia juga salah satu penghuni komplek di tempat tinggalku." jawab Alena akhirnya."Apa...!!???"
"Astagoooor..!" seru Arcy.Alena belum juga mendapatkan jawaban yang diinginkannya, Arcy malah terdengar histeris dan berteriak lebih keras. Mungkin saja di sana mulut perempuan itu sudah terbuka lebar seperti mulut buaya yang akan memangsa seekor anak kuda.
"Arcy...! Kamu dapat di mana foto ini? Kalau kamu yang jepret, di mana ?
Terus, kapan..??Tiga pertanyaan beruntun tanpa koma dilemparkan Alena kepada Arcy."Ooh, sungguh sayang. Ganteng-ganteng ternyata brondong rentalan." Arcy malah bergumam tanpa memikirkan Alena yang tengah sekarat menunggu penjelasan darinya.
Kesabaran Alena seperti mulai menipis menghadapi sifat latah Arcy. Ia terdiam dan sedikit merasakan nyeri di hati. Seribu dua ratus empat puluh satu pertanyaan menyerang otaknya seketika dan tak mampu ia jawab. Sosok Arkhan kini menjadi sebuah misteri yang menyeramkan bagi Alena.
"Alena..!!"
Alena masih terdiam."Alenaaaaaa...!!" Arcy memanggil Alena kedua kalinya untuk memastikan bahwa Alena masih terhubung dalam sambungan telepon mereka.
"Iyaaaaa...!" jawab Alena kesal.
Arcy baru menyadari kalau temannya itu sudah mulai kesal karena dirinya tidak juga menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan kepadanya."Aku melihat mereka di sebuah restoran siang tadi ."
"Begitu aku perhatikan, aku merasa mengenali wajah lelaki itu.""Aku jadi penasaran, walau aku masih belum bisa mengingatnya tapi aku sempat mengambil gambar mereka.'"Nah barusan ini aku baru ingat kalau lelaki itu pernah aku lihat bersama Jeng Devi di cafe tempat kita terakhir bertemu."Arcy akhirnya menjelaskan panjang kali lebar kali tinggi hal ikhwal sejarah terciptanya foto yang kini ada di layar ponsel Alena.
Alena nampak mengangguk-angguk mendengar cerita Arcy.Kekaguman Alena kepada Arkhan kini semakin berguguran. Ia tidak menyangka kalau Arkhan adalah bangsa lelaki yang suka main banyak perempuan.
"Oh pantas saja Nova menceraikannya !""Ganteng tapi murahan..!" dengus Alena kesal.*"Baik Ibu-ibu..!! Sampai jumpa di lain kesempatan !" ujar Alena menutup acara senam pagi di sebuah komplek perumahan yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Kehadiran Alena di tempat itu adalah untuk menggantikan teman seprofesinya yang sedang berhalangan hadir.
"Terima kasih, Mbak Alena..!!" jawab beberapa peserta melepas kepergian Alena.Alena yang sudah mengganti busana senamnya dengan pakaian biasa segera berjalan menuju tempat di mana mobilnya di parkir.
"Alena..!"
Sebuah suara yang cukup dikenalnya menyentuh gendang pendengaran Alena.Wanita berbody goal itu menoleh kearah si empunya suara."Arkhan..!!?" Alena agak terperanjat begitu melihat lelaki ganteng pujaan kaum hawa sejagat raya itu tersenyum ke arahnya. Lelaki itu membuka kaca mata yang tadi bertengger manis di batas hidungnya yang aduhai.
"Apa kabar Alena?" Arkhan berjalan perlahan mendekati Alena yang tadinya bersiap membuka pintu mobilnya. Kini wanita itu terpaku dan terhipnotis oleh pemandangan yang mampu membuat aliran darah tersumbat.
Arkhan semakin dekat. Lima langkah lagi ia akan sampai ke samping Alena berdiri.
"Ya Allah, lindungilah aku dari godaan syetan yang terkutuk! " Doa Alena di dalam hati.
"Aamiin...!" sambungnya lalu segera mengusapkan kedua telapak tangan di wakahnya kemudian bergegas memutar kunci yang sudah berada di lubang pintu mobil. Secepat kilat Alena membuka pintu mobil dan menutup kembali pintu itu setelah ia menghempaskan bokongnya yang seksi di atas jok.
Mobil langsung di starter, daan... Wuuussss.... Kendaraan itu melaju pesat bagaikan anak panah yang tertolak dari busurnya.
Beberapa meter sebelum berbelok ke jalan raya, Alena masih sempat mengintip lewat kaca spion tengah mobilnya. Arkhan terlihat bingung dan melambai-lambaikan tangan ke arahnya.
"Tidaaak Alenaa... Gaaaasss...!!" Hati Alena bertindak sebagai pemberi komando.
Bagaikan seekor anak kijang yang baru bertemu Hunter, Alena menambah dan menambah lagi kecepatan mobilnya hingga ia sampai di tempat yang agak jauh dari penampakan Arkhan.
"Syukurlah... Aku terbebas dari mala petaka yang menakutkan." Puji syukur Alena di dalam hatinya yang sudah mulai tenang. Dirinya seakan sangat bersyukur karena mampu menghindari jerat-jerat asmara Arkhan yang sungguh mematikan.
Semakin jauh Alena semakin merasa aman. Kini jiwanya sudah mulai terasa nyaman dan tenang. Dengan jemari tangan kirinya, Alena mulai menyentuh tombol audio di bawah dash board mobilnya. Sebuah lagu merdu kemudian mengalun dan menyejukkan hati Alena yang tadi sempat galau dan sangat kacau. Benih cinta yang sempat tumbuh di dalam hatinya cepat-cepat ia buang. Bayangan kemesraan Arkhan dengan Jeng Devi dan Bu Winda, membuat Alena harus menekan dadanya agar tidak muntah darah.
******
Hari Sabtu tepatnya malam Minggu yang ditunggu warga kompleks akhirnya datang juga. Malam itu adalah pertemuan arisan yang di adakan ibu-ibu di sana setiap bulan. Ada sekitar 50 orang anggota yang ikut bergabung dalam arisan tersebut dengan pungutan 5 juta rupiah per anggota yang dikumpulkan setiap awal bulan atau minggu pertama bulan baru. Sungguh angka yang cukup fantastis bukan? Setiap bulan akan keluar seorang pemenang dengan total penarikan 250 juta rupiah. Anggota arisan itu tentu saja mereka yang memiliki rumah di kompleks perumahan elit tersebut, berhubung jangka waktu arisan yang cukup lama.Pengundian pemenang arisan bulan ini diselenggarakan di kediaman Jeng Devi yang mungkin pantas di sebut istana di kawasan itu. Rumah besar bertingkat dua dengan taman yang sangat luas serta di lengkapi pula dengan kolam renang di sisi kanan bangunan itu. Di dalam garasi juga terparkir 3 unit mobil mewah keluaran tahun terbaru. Keluarga Jeng Devi memang bukan keluarga sembarangan. Ia
Dua hari kemudian di sebuah butik.Alena mempercepat langkah kakinya. Dengan sedikit mengendap ia mengikuti Nova dan Arkhan yang nampak sedang memilih beberapa jenis kain bahan pakaian yang terpajang di lemari yang diterangi lampu hias mungil."Ini juga bagus !" Terdengar suara Arkhan memberikan pendapatnya.Nova mematut bahan kain yang ditunjuk jari Arkhan dengan teliti. Tapi nampaknya ia kurang berkenan dengan pilihan Arkhan. Nova kembali berjalan dengan diiringi seorang pamuniaga yang siap memberikan pelayanan.Nova kemudian menunjuk selembar kain yang terletak di bagian harga termahal."Ooohh..!" Alena berteriak kecil begitu melihat pilihan Nova. Alena bisa memperkirakan harga kain yang ditunjuk perempuan itu.Alena menggeleng-gelengkan kepalanya."Bukan main seleranya..!" desis Alena sambil meneguk saliva."Itu hanya sanggup dibeli kalangan artis." ucapnya sendiri tampak tidak habis fikir dari mana Nova mendapatkan uang hingga
Jeng Devi mengangguk dan menawarkan kembali kue-kue dalam kotak itu kepada Alena."Sudah Jeng, sudah kenyang." sahut Alena menolak halus tawaran Jeng Devi. Pikiran Alena masih tertuju kepada Bu Winda yang masih belum jelas duduk persoalannya. Alena benar-benar prihatin atas kejadian yang menimpa wanita petinggi salah satu Bank ternama itu."Jadi bagaimana ceritanya kok sampai Bu Winda dibawa polisi, Bu Asmi?" Jeng Devi bertanya kepada Bu Asmi tetangga dekat Bu Winda. Suara Jeng Devi jelas berbau kesinisan dan kesumat yang tersembunyi rapi. Ia terlihat antusias menjatuhkan Winda yang menjadi saingan cinta terlarangnya terhadap Arkhan.Alena menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Jeng Devi."Aduh Buu...! kok sampai bisa lupa umur begini toh Bu hanya karena kecantol lelaki buaya kayak si Arkhan...!" teriak Alena dalam hati ingin menyadarkan Jeng Devi yang menurutnya sama gobloknya dengan Bu Winda. Namun kalimat itu hanya mampu ia ucapkan di dalam hatinya
Alena mengayuh sepedanya dengan santai. Seperti biasa ia kembali berkeliling beberapa blok sebelum ia pulang menuju rumahnya.“Alena...!!”Alena menghentikan kayuhan kakinya di pedal sepeda lalu menoleh ke arah datangnya suara yang memanggilnya. Di sebuah persimpangan Alena melihat Jeng Devi berjalan tergesa-gesa dengan masih menggunakan seragam olah raga tadi.“Tunggu Alena !” Jeng Devi kembali melambaikan tangan meminta Alena menunggunya. Alena mengangguk dan menunggu Jeng Devi dengan posisi masih berada di atas sepeda. Satu kakinya ia tangkringkan di atas pedal sepeda dan satu lagi kakinya bertumpu menginjak aspal.“Jeng Devi belum pulang ?” sapa Alena bertanya karena melihat Jeng Devi masih kelayapan di jalan padahal tadi ia sudah lebih dahulu meninggalkan lapangan.“Saya mampir dulu di rumah Bu Ratih, Alena.” lapor Jeng Devi tanpa diminta dengan sedikit terengah. Ia berdiri berhadapan dengan Alena da
Jeng Devi termenung setelah Alena menghilang dari pandangan matanya. Kalimat terakhir Alena serasa menampar wajahnya dan sampai kini masih terasa panas.“Sepertinya Alena mengetahui banyak hal tentang aku dan Arkhan.” pikir Jeng Devi di dalam hati.“Baiknya aku tanya Arkhan saja. Apa sih maunya dia? Sudah banyak uangku habis tapi kini dia mulai berpaling kepada Alena. Huuuh...!”Jeng Devi mengambil ponselnya lalu mencari nomor kontak Arkhan dan langsung memencet tombol call.Nada tunggu terdengar dan di layar ponsel tertulis ‘berdering’. Jeng Devi menunggu tapi sampai durasinya habis namun Arkhan tidak menjawab.“Uuuh... Tuh kaan...! Dia mulai menghindariku.” Jeng Devi terlihat makin kesal diperlakukan Arkhan seperti itu. Hatinya mulai panas dibakar rasa cemburu. Wanita berumur empat puluhan tahun itu clingak-clinguk dan lupa kalau dirinya masih berdiri di pinggir jalan.Dengan perasaan tak menentu Jeng De
Malam harinya di sebuah cafe.“Aku senang sekali kamu bisa datang Alena.” sambut Arkhan dengan mata berbinar. Malam itu Arkhan menjelma bagaikan seorang Pangeran Syurga yang tampil sungguh sangat menawan. Alena mengerjapkan matanya yang langsung saja tanpa basa-basi tiba-tiba menderita kelilipan akut. Janda cantik berbody goal tersebut hampir saja mengurungkan niatnya untuk melanjutkan acara dinner dengan lelaki itu. Kalau saja Arkhan tidak melihatnya kedatangannya tentu saja Alena akan lari terbirit-birit dan membatalkan sepihak perjanjian dinner dengannya. Nampaknya Alena mulai pesimis pada kekebalan yang ia miliki bisa diandalkan untuk menangkis serangan pesona laki-laki setampan Arkhan. Selain gagah dan tampan, Arkhan ternyata juga super romantis.Malam itu penampilan Arkhan sungguh sempurna. Stelan jas berbahan sutra berwarna hijau gelap melapisi kemeja hijau lumut dengan bahan silk dan dilengkapi pula dengan dasi warna senada. Rambut Arkhan ditata l
Suasana mendadak menjadi kacau balau. Air hujan pun mulai turun dan semakin deras. Beberapa pelayan berlarian membantu Alena dan Arkhan yang terjebak di dalam reruntuhan aksesoris taman buat buatan tersebut.“Mari Tuan, Nyonya...!” Seorang pelayan yang telah mengangkat pohon besar buatan itu mengulurkan tangan untuk membantu Alena dan Arkhan yang tengah terjebak di dalamnya.Hujan kian menggila sehingga dalam sekejap saja tubuh mereka basah kuyup. Alena menggigil kedinginan karena tubuhnya yang basah dihembus pula oleh angin yang sangat kencang.“Kamu kedinginan Alena.” seru Arkhan di tengah derasnya hujan. Arkhan sangat mengkhawatirkan Alena yang terlihat pucat pasi dan tangannya dingin membeku.Alena tidak sanggup menjawab. Bibirnya gemetar dan giginya gemerutuk dan darahnya terasa membeku. Mereka berpandangan beberapa saat di dalam hujan. Alena merasakan kerinduannya akan belaian laki-laki muncul menyesakkan jiwa. Sudah lebih tiga
Dreeett..Pintu apartemen Arkhan perlahan dibuka. Lampu dan pendingin ruangan terlihat sudah menyala. Sosok Nova menyembul dari balik pintu dan memasuki apartemen Arkhan.“Kok Arkhan tidur di sofa?” Nova bertanya di dalam hatinya. Ia mulai curiga dan mengeledah semua ruangan. Alangkah terkejutnya Nova begitu melihat sesosok tubuh wanita cantik tergolek di atas ranjang di dalam kamar pribadi Arkhan.“Siapa dia?” Hati Nova bertanya lebih riuh. Nova perlahan mendekat dan meneliti siapa wanita yang tengah terlelap dengan pulas itu.“Astagaaa...!!” Nova menjerit kecil begitu melihat wajah Alena namun ia cepat-cepat menutup mulutnya. Nova sepertinya tidak ingin Alena dan Arkhan terbangun. Dengan sangat perlahan Nova mengeluarkan ponsel dari dalam tas yang ia sandang di bahunya lalu secepatnya mencari tombol kamera kemudian ia abadikan semua yang ia lihat di dalam apartemen itu. Mulai dari Alena yang tertidur pulas di dalam kamar deng