Share

Bab 6. Penjelasan Bunda

Baik Bunda Alive maupun laki-laki yang mengaku bernama Delon itu masih mendapatkan tatapan heran dari Valen. Vanya sendiri ikut berdiri di ambang pintu juga dengan tatapan heran dan tidak mengenal laki-laki yang sedang berpelukan dengan Bunda Alive.

Entah kenapa Valen tiba-tiba merasa aneh dengan kehadiran pria yang sudah beberapa bulan tidak ada kabarnya tersebut dan datang baru beberapa saat setelah Vanya juga Bunda asuhnya datang.

"Nggak mungkin dia mengawasi aku dua puluh empat jam tanpa aku sadari, bukan?" batin Valen masih dengan tatapan yang sama pada Fernan. Laki-laki itu benar-benar misterius.

"Bunda apa kabar? Maaf Delon nggak pernah jenguk Bunda di panti," ucap Delon seraya melepaskan pelukannya. "Bunda nggak berubah, masih sangat cantik." Puji Delon dengan senyuman.

"Dasar anak nakal! Kamu juga nggak berubah, masih sangat jail!" jawab Bunda seraya memukul lengan Delon dan Valen benar-benar masih bingung dengan keakraban antara Bunda asuhnya dengan Delon alias Fernan itu.

"Aku berubah semakin tampan, Bunda," kata Delon memuji dirinya sendiri.

"Iya ... kamu semakin tampan, Anak Nakal," sahut Bunda Alive masih terus memukul bahu Delon.

"Apa kita mau ngobrol disini, Bunda? Sebaiknya Bunda ajak Delon masuk karena ibu hamil itu nggak akan biarkan Delon masuk," kata Delon melirik Valen dengan nada meledek. Valen langsung melotot kesal pada Delon.

"Ah, iya. Dia nggak akan ingat sama kamu, Delon. Ayo masuk! Bunda akan jelaskan di dalam." Delon pun masuk dan duduk di kursi berbeda. Sedangkan Valen duduk bersebelahan dengan Vanya. Bunda Alive nampak sedih menatap Valen juga Delon secara bergantian.

"Bunda, kenapa diam saja? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Delon tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan Bunda Alive.

"Bun, emang Valen dan Vanya kenal sama dia?" kali ini Valen yang angkat suara karena saat ini dia begitu penasaran dengan sosok Delon yang begitu akrab dengan Ibu Asuhnya itu. Mungkin dengan mendengarkan penjelasan dari Bunda Alive, Valen bisa mengubah pemikirannya pada laki-laki itu.

"Valen, dia Lonlon, orang yang kamu sayangi sejak kecil. Kalian dulu sangat dekat sampai saat dia diadopsi seseorang, kamu jatuh sakit. Kamu demam tinggi beberapa hari dan terus menyebut namanya," jelas Bunda Alive, tetapi tak kuasa menahan tangis.

"Jadi, maksudnya Valen hilang ingatan, Bun?" tanya Delon yang mengerti kenapa Valen melupakan dirinya. Bunda Alive hanya mengangguk.

"Valen nggak ngerti, Bun. Jadi Valen dulu benar-benar kenal dia?" Velen masih belum bisa menerima kenyataan.

"Vanya juga nggak kenal dia, Bun." Kini Vanya ikut bicara karena juga tidak mengingat wajah Delon.

"Vanya, kamu hanya bertemu Delon beberapa kali aja karena Delon keburu di adopsi. Sedangkan Valen berbeda. Delon mengenal Valen sejak Valen masih bayi. Valen sangat menyayangi Delon layaknya seorang Kakak, makanya Valen nggak pernah panggil Delon, tetapi Lonlon. Valen demam tinggi sampai harus konsumsi obat tidur dan obat penenang saat itu. Valen cukup depresi saat kepergian Delon. Bunda bahkan membawa dia ke psikiater demi kesembuhan Valen." Penjelasan Bunda Alive membuat hati Delon semakin sakit.

"Maaf, udah buat kamu kesakitan. Tapi ... aku memang harus keluar dari panti agar bisa melindungimu seutuhnya, Valen." Delon tertunduk penuh penyesalan.

"Tapi anda juga tidak pernah ada kabar lagi setelah tahu saya hamil, Tuan? Kenapa sekarang anda jadi begitu menyesal?" tanya Valen masih belum merubah gaya bahasanya.

"Aku nggak pernah kemana-mana, Valen. Aku selalu dekat denganmu. Aku bahkan membeli rumah di dekatmu agar aku bisa melihatmu walaupun dari kejauhan," jawab Delon dengan tersenyum manis. "Aku ... aku memang pengecut, tapi hatiku sakit saat tahu kenapa kamu hamil. Maaf ... maafkan aku karena terlambat. Jika Bunda nggak disini, aku nggak tahu apakah aku bisa menjelaskan ini semua atau tidak," Delon benar-benar menitikkan air matanya.

"Val, aku rasa Delon ini sangat baik. Coba kamu berusaha buat ingat masa kecil kalian," bisik Vanya.

"Valen! Aku bukan nggak menerima bayi yang kamu kandung. Beberapa bulan ini aku sangat takut jika aku benar-benar nggak bisa meraihmu karena kehadiran bayi itu. Maaf, kalaupun kamu sulit mengingat apa yang kita lalui dulu, kita bisa mulai semuanya dari awal, Val. Aku ... aku sungguh-sungguh ingin bersamamu dan menikahimu. Aku akan mencintai bayi yang kamu kandung layaknya anakku. Bolehkan aku memulai semuanya dari awal lagi? Aku harus dapat izin mu karena aku nggak mau kamu terganggu bahkan stres karena kehadiranku, itu juga nggak baik untuk calon anak kita." Delon terlihat sangat serius dengan ucapannya.

"Anak kita?" ulang Valen membuat Delon langsung mengangguk.

Suasana di rumah Valen cukup mendebarkan. Valen benar-benar tidak mengingat nama Delon maupun Lonlon, tetapi Valen melihat ketulusan di mata Delon. Dia memang butuh seseorang untuk melindunginya juga anaknya.

"Maaf. Beri aku waktu. Aku nggak tahu harus gimana saat ini," Valen tertunduk. Vanya dan Bunda Alive hanya bisa memberikan dukungan lewat pelukan.

Suara ketukan pintu membuat semua orang menoleh ke arah pintu utama. "Tuan Fernan, Tuan Baren mencari anda," kata seseorang dengan setelan jas berwarna serba hitam dan berkacamata senada dengan tubuh tinggi dan brewokan, memanggil.

"Maaf, aku harus pergi dulu. Ah, namaku disini Fernan Hance Baren, aku takut kamu kesulitan kalau panggil aku dengan Delon atau Lonlon." Delon menatap lalu tersenyum pada Valen. "Aku pergi dulu, Bunda. Delon sangat senang saat tahu Bunda disini, makanya Delon tadi buru-buru dari kantor kesini dan meninggalkan rapat penting. Delon pamit dulu, Bunda. Nitip Valen." Delon pun pergi saat Bunda Alive hanya menganggukkan kepalanya.

Bukan hanya ingin berbicara lama-lama saja karena kerinduannya pada Delon, tetapi Bunda Alive juga tidak bisa melarang anak asuhnya itu. Delon pun pergi dengan beberapa orang yang berpakaian seragam. "Sepertinya Delon jadi orang hebat," gumam Bunda Alive membuat Valen dan Vanya saling menatap

"Memang dulu yang mengadopsi Delon siapa, Bun?" tanya Velen mulai kepo tentang Delon.

"Dulu memang ada orang asing yang ke panti, bahkan dia nggak bisa bahasa Indonesia dan membawa penerjemah. Katanya orang itu liat Delon nyebrang jalan dan langsung teringat anaknya yang hilang. Delon bahkan langsung mau di adopsi orang itu. Padahal sebelumnya Delon nggak mau pergi dari panti. Katanya mau tumbuh besar di panti dan jaga adik-adiknya di panti. Nggak tahunya dia sangatlah berubah," jelas Bunda Alive.

"Val, nggak ada salahnya kamu coba buka hati sama laki-laki itu. Kalau Bunda aja udah yakin dia baik, aku juga yakin dia laki-laki yang baik," kata Vanya meyakinkan Valen.

"Tapi aku bukan lagi wanita yang layak diperjuangkan, Van."

"Kamu berhak bahagia, Val. Dia bahkan nggak keberatan dengan hadirnya anak yang kamu kandung ini. Dia juga butuh sosok ayah."

"Aku nggak tahu,"

"Kamu harus mencobanya,"

"Iya, Nak. Nggak ada salahnya buka hati untuk Delon, eh maksudnya Fernan. Bunda yakin dia orang yang sangat baik,"

"Iya, Bun. Akan Valen pikirkan."

Setelah kepergian Fernan, mereka pun membicarakan hal lainnya karena Bunda Alive juga tidak mau membuat Valen terlalu banyak pikiran untuk memaksa mengingat nama Delon maupun Lonlon.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status