Share

Keesokan harinya

Author: Tiarariy
last update Last Updated: 2024-06-30 14:16:23

Diana mengerejapkan matanya perlahan, terbangun dari tidurnya. Matahari sudah meninggi, bahkan sinarnya begitu menyilaukan mata, masuk melalui celah jendela.

Terbangun dan bangkit perlahan dari posisinya yang masih berbaring dengan malas. Ia lihat jam yang tersemat pada dinding ruangan itu, ternyata waktu sudah menunjukan pukul 09.00 pagi, ia yakin suaminya pasti sudah pergi bekerja.

Duduk di tepi ranjang berusaha mengumpulkan kesadarannya, ia lalu berjalan tergontai keluar dari kamar tamu yang ia tempati semalam itu. Sebab ia dengar suara bel pintu rumahnya yang terus berbunyi membuat Diana menggerutu karenanya.

"Iya, sebentar." Teriaknya. Ia pun melangkah perlahan sambil mengikat rambutnya dan menjepit poninya di atas kepala agar tak mengganggu penglihatannya.

Ia lihat sekilas kamar utamanya yang ia lewati, suaminya memang sudah tak berada di sana. Kamarnya bahkan terlihat berantakan, membuat Diana menghela nafas.

Handuk basah dibiarkan begitu saja diatas ranjang, dengan tumpukan baju yang sepertinya Bayu keluarkan dan tak ia masukkan lagi ke dalam lemari.

Dalam semalam kamarnya terlihat kacau, seolah pria itu memang tak pernah bisa melakukan sesuatu yang benar tanpa Diana yang mengurusnya.

Menggelengkan kepala seraya mendengus kesal, Bayu memang benar-benar tak bisa mengurus dirinya dengan baik, tapi bagaimana bisa ia masih sempat-sempatnya mengatakan begitu menyebalkan tinggal bersamanya? Pikir Diana.

Namun tak ingin berlarut dengan pikiran itu, kembali ia lanjutkan langkahnya menuju pintu sebab bel rumah tak berhenti berbunyi.

"Siapa?" Tanya Diana melalui interkom, sebab ia tak berani membukakan pintu jika tak tahu siapa yang bertamu.

"Tante Di, ini Citra." Suara bocah kecil, anak tetangga yang biasa bermain bersamanya.

"Oh, Citra. Sebentar ya, cantik." Jawab Diana kemudian segera ia tekan tombol untuk membuka pintu pagarnya yang otomatis. Lalu ia bukakan pula pintu rumahnya, nampak disana Citra yang sedang memegang boneka kini berlarian kearahnya, dengan sang ibu yang berjalan di belakangnya.

"Di, boleh minta tolong titip Citra sebentar gak? Aku mau nganter mertua kerumah sakit. Gak lama kok, paling 2 sampai 3 jam aja." Ucap Dina, ibunda Citra yang merupakan tetangga sebelah rumahnya.

"Oh, boleh Din, aku gak kemana-mana juga sih hari ini. Yuk, Citra main sama tante Di." Diana dengan senang hati mengulurkan tangan ke arah Citra, agar gadis itu bisa menggandeng tangannya.

CItra nampak antusias sebab Diana memang suka mengajak bocah itu bermain di rumahnya yang lebih luas daripada rumah Citra sendiri.

"Maaf banget ya ngerepotin. Aku mau titip di rumah tantenya tapi dia malah mau kesini terus." Ucap Dina, merasa tak enak hati harus merepotkan Diana untuk menjaga anaknya.

"Gak apa-apa, udah biasa main sama aku, gak nakal juga lagian." Jawab Diana.

"Yaudah kalo gitu, aku pergi dulu. Citra jangan nakal ya nak." Dina berpesan pada putrinya.

"Oke Mama!" Citra mengangkat ibu jarinya tanda setuju. Kemudian Diana pun masuk kembali ke dalam rumah dan menekan tombol untuk menutup pintu pagarnya setelah ia pastikan Dina sudah keluar dari halaman rumahnya.

Selesai itu ia menyalakan televisi di ruang tengah untuk memecah suasana sunyi yang tak ia sukai, lalu ia biarkan Citra bermain disana seperti biasanya.

"Citra, boleh tunggu disini sebentar gak? Tante mau mandi dulu ya." Ucap Diana dengan lembut.

"Ih, tante belum mandi ya." Jawab Citra sambil menutup hidungnya, membuat Diana terkekeh gemas. Ia mengacak rambut bocah itu dan mencubit pelan ujung hidungnya.

Sejak dulu Diana memang suka dengan anak kecil. Berbeda dengan Bayu yang tak menyukai bahkan terlihat benci jika anak kecil mengganggu disekitarnya.

"Iya tante masih bau, makanya mau mandi dulu. Citra tunggu disini jangan kemana-mana, oke?"

"Oke!" Citra kembali mengacungkan ibu jarinya kemudian Diana pun melangkah menuju ke kamar untuk mandi dan menyegarkan dirinya.

Namun baru hendak menaiki anak tangga, ekor matanya pun tertarik ke arah ruang kerja suaminya yang sedikit terbuka.

Mengerutkan dahinya samar dan berpikir sejenak, Diana pun pergi ke ruangan itu lebih dulu. Ia harus mengunci pintu ruangan itu, karena jika tidak, suaminya mungkin akan marah jika Citra sampai masuk ke dalam sana dan membuat isi ruangan itu berantakan.

Ia melihat sekilas ke dalam, ruangan itu cukup rapi dengan lemari besar berpintu kaca yang terdapat jajaran buku di dalamnya.

Ia tertarik untuk masuk ke dalam sana, sebab ruangan itu adalah ruang pribadi suaminya dimana ia selalu melarang Diana masuk kesana.

Bahkan hanya untuk membersihkannya saja Diana tak diizinkan. Pria itu memilih membersihkannya sendiri setiap satu minggu atau satu bulan sekali, dengan alasan takut Diana akan membuat berkas-berkas atau dokumen pekerjaannya di dalam sana menjadi kacau jika dirapikan.

Sejak pertama kali masuk kedalam rumah ini, Diana hanya menuruti saja apa yang dikatakan suaminya.

Namun tidak kali ini. Entah mengapa ia jadi tertarik untuk melakukan hal-hal yang dilarang, seolah ingin menantang kemarahan suaminya. Ia malah berani duduk di kursi putar yang terdapat di belakang meja kerja Bayu.

Menggoyangkan kaki dan memutar kursi itu seperti seorang anak kecil yang menemukan wahana baru.

"Pantes dia betah disini berjam-jam, kursinya aja nyaman." Gumam Diana.

Tangannya kini meraih knob laci yang ada di bawah meja kerja itu, namun terkunci. Ia buka laci yang lain, namun tak ada yang terkunci, hanya satu laci itu saja yang membuatnya curiga.

"Ruangan dia sendiri, gak ada yang pake selain dia, kenapa harus dikunci?" Gumam Diana setelahnya. Ia lantas mencurigai isi di dalamnya, dan mencoba menemukan kunci itu di laci-laci yang lain namun tak juga di dapatkannya.

Ia pun melepas penjepit rambut yang ia gunakan untuk menahan poninya, kemudian ia masukan ke dalam lubang kunci laci itu dan mencoba membukanya.

Tak butuh waktu lama, laci pun terbuka dan segera Diana menarik knobnya hingga terlihat isi di dalamnya.

Tak ada yang menarik, hanya tumpukan kertas dan beberapa lembar foto disana. Ia ambil foto-foto itu dan mengamatinya dari dekat.

Foto Bayu, terlihat masih sangat muda dan nampak begitu berbeda penampilannya. Ia nampak sedang berada di sebuah acara yang entah apa, bersama seorang wanita yang mengenakan dress berwarna hitam. Bahkan nampak mesra wanita itu mendapat kecupan di pipi oleh Bayu.

Kecemburuan mulai merasuki hatinya. Untuk apa Bayu menyimpan foto-foto seperti ini padahal sudah menikah dengannya? Mungkinkah wanita ini adalah mantan pacarnya? Diana bertanya dalam hati.

Ia membuka lembaran demi lembaran foto itu. Nampak seperti tak asing dengan wanita yang terlihat sedang bermesraan dengan Bayu muda disana.

Semakin ia amati, ia semakin merasa ada sesuatu yang salah. Sebab melihat wanita itu seperti ia sedang melihat dirinya sendiri.

Caranya berpakaian, caranya bermake up, bahkan caranya tersenyum, Diana merasa wanita itu sangat mirip dengan dirinya.

Ia menjajarkan semua foto itu agar bisa melihat perbandingannya. Namun yang terlihat mencolok malah warna baju wanita itu. Di setiap foto ia mengenakan pakaian dengan warna yang sama. Warna hitam, warna yang juga disukai Diana.

Atau lebih tepatnya terpaksa menyukai warna itu karena Bayu pernah mengatakan Diana lebih cantik jika mengenakan pakaian berwarna hitam.

"Jadi.. itukah alasannya?" Diana bergumam,  bertanya pada dirinya sendiri. Ingin berhenti mencari tahu, namun tangannya seolah menolak apa yang diperintahkan otaknya. Terus bergerak dan membalik semua foto berharap ada sesuatu yang dituliskan Bayu disana.

Dan benar saja, ia temukan satu lembar dengan tulisan tangan Bayu yang ada di baliknya.

'Cahaya yang menyilaukan, padahal bisa menerangi seluruh penjuru kehidupan, namun malah memilih menerangi tempat yang dingin dan begitu gelap. Entah sebab rasanya yang bisa membuat seolah semakin bersinar, atau hanya tak sabar menunggu semua orang menyadari keberadaan untuk memberi pujian dan pujaan.'

Diana tak mengerti apa maksud tulisan itu. Namun yang sangat jelas baginya adalah satu, Bayu memang tak pernah benar-benar mencintainya, sebagai dirinya sendiri.

Pria itu berusaha merubah penampilannya, agar semakin mirip dengan wanita yang ada di dalam foto itu dari hari ke hari.

Diana merapikan kembali semua foto-foto itu dan memasukannya ke dalam laci. Kemudian keluar dari sana dengan langkah yang lemah, sebab lagi dan lagi ia menemukan hal baru tentang suaminya yang cukup mengejutkan, setelah setahun pernikahan mereka.

Ia kembali melangkah menuju ke kamarnya. Kemudian ia buka lebar-lebar lemari bajunya yang besar. Hingga dapat terlihat dari sana, semua bajunya, sepatunya, tasnya hingga pernak-pernik yang dimilikinya, sebagian besar memang berwarna hitam, dan sebagian besar benda itu memang hadiah dari Bayu, atau pria itu yang memilihkan untuk Diana.

Sejak pernikahannya dengan Bayu, pria itu tak henti mengingatkan setiap kali Diana berpakaian, bahwa ia lebih menyukai istrinya ketika mengenakan pakaian serba hitam.

Hingga Diana mau tak mau merubah isi lemarinya yang semula berwarna menjadi hitam dan hitam saja yang ia punya. Ia sadari betul warna itu memang begitu bertolak belakang dengan kepribadiannya yang ceria, dan ia yang menyukai warna-warna cerah sebelumnya.

Namun Diana tetaplah Diana, yang hanya menjadikan kebahagiaan Bayu sebagai tujuan hidupnya sejak ia memutuskan untuk memberi ruang pada pria itu untuk masuk kedalam hidupnya.

Ia lakukan apapun yang dapat membuat suaminya bahagia, bahkan ketika sebenarnya ia tak pernah menyukai warna gelap.

Jadi inilah alasannya, pikir Diana. Bayu memang sedang menikahi dirinya, namun tak pernah benar-benar menginginkannya. Pasti wanita itulah yang diinginkan oleh Bayu, namun entah apa yang terjadi diantara mereka berdua hingga tak bisa bersatu, lalu ia merubah Diana menjadi penggantinya, Diana menyimpulkan sendiri semua itu di dalam kepalanya.

Ia pun memejamkan mata, tangannya mengepal kuat, ia sungguh merasa sedang dipermainkan dan hanya dijadikan bahan pelampiasan oleh suaminya sendiri.

Setelah semua yang ia lakukan untuk Bayu dan keluarganya, malah seperti ini balasan yang ia dapatkan, pikir Diana.

"Memang gak bisa. Mau dipertahankan bagaimanapun gak akan bisa. Sejak awal jadi istri kamu memang bukan tempatku. Harusnya aku tahu itu." Gumam Diana, dengan kemarahan yang kembali menguasai pikirannya.

"Dia udah gila. Bener-bener gila. Bisa-bisa aku juga gila kalo terus disini. Selamatkan diri sendiri, itu yang paling penting." Diana mengangguk meyakinkan dirinya sendiri, kemudian ia melangkah maju dan berdiri di depan cermin.

Ia lihat penampilannya sendiri dari wajah hingga kaki, sampai kemudian ia sadari ternyata memang sudah cukup lama Bayu membuatnya kehilangan diri sendiri.

"Aku harus bercerai."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Istriku   Happy Ending (Tamat)

    Enam bulan kemudian Bayu tersenyum sambil tangannya meremat gemas melihat putranya mengoceh sambil tersenyum padanya. "Pake baju dulu ya, yuk yang cepet yuk, nanti Mama marah." Bisik Bayu, lalu mulai meraih tangan Bima hendak membantunya berpakaian setelah Diana yang memandikannya. Namun baru saja sebelah tangan terangkat, Bima malah membalik tubuhnya sendiri hingga telungkup. "Ya ampun, sayang. Diem dulu, pake baju dulu ya." Ucap Bayu dengan lembut, kemudian berusaha kembali menelentangkan tubuh putranya. Namun lagi-lagi Bima telungkup sambil mengoceh. Sesekali tertawa seolah ia sedang sengaja menyulitkan ayahnya. Bayu pun tertawa gemas, namun tetap tangannya bergerak berusaha memakaikan pakaian yang sudah disiapkan Diana, sebelum istrinya mengoceh sebab terlalu lama geraknya untuk membuat putranya berpakaian. "Udah belum Pa? Gantian nih, Mas Megan udah selesai Mandi." Ucap Diana setelah keluar dari kamar mandi dengan Megan berada dalam gendongannya. "Belum sayang, gi

  • Mengejar Cinta Istriku   Puncak Kebahgaiaan

    Beberapa bulan kemudian Bayu duduk di samping pembaringan Diana yang tengah berjuang di ruang persalinan. Nafasnya tercekat, tangan mereka erat tergenggam, menyongsong kelahiran buah cinta mereka. Mata Diana berkaca-kaca, berusaha memenuhi hatinya dengan kekuatan dan ketegaran yang luar biasa, sementara Bayu mencoba memberikan semangat. "Kamu kuat, Sayang. Maafin aku ya kamu jadi kesakitan begini. Aku disini temenin kamu. Aku sayang kamu Di, sayang banget." Berkata di setiap kontraksi yang Diana rasakan seakan membawa mereka ke dalam petualangan baru yang penuh harapan. Emosi bercampur, dari cemas hingga takjub, menunggu detik di mana mereka akan bertemu dengan malaikat kecil yang akan mengubah dunia mereka selamanya. "Mas.." suara Diana bergetar penuh kesakitan, bibirnya pucat pasi saat ia menggenggam tangan suaminya, mencari dukungan dalam setiap nafasnya. Perihnya begitu nyata, seolah tiap detik membawanya lebih dekat pada batas kemampuannya. Dalam deru nafas yang tertahan,

  • Mengejar Cinta Istriku   Aku Mau Punya Anak

    "Jadi? Kita pisah disini ya?" Ucap Luna, saat mereka hendak berpisah untuk pulang kerumah masing-masing setelah liburan singkat ini. Turun dari pesawat, ia menyempatkan diri untuk menyapa mereka kembali untuk sekedar berpamitan sekaligus mengucap salam perpisahan. "Hm, Terima kasih buat liburannya, menyenangkan." Jawab Abi. "Aku yang terima kasih, dan maaf juga. Kalian tahu orang tuaku gimana. Terima kasih udah pengertian." Ucap Luna sambil memegang sebelah lengan Anya di akhir kalimatnya. Ia merasa tak enak hati sebab tahu Anya sempat salah paham padanya. Juga permintaan maaf atas niat awal orang tuanya yang berpikir ingin merebut Abi untuk menikah dengannya. "Gak masalah. Sampe ketemu lagi kalo gitu." Jawab Anya. Ia pun tersenyum, berusaha memahami semata-mata hanya untuk kebahagiaan suaminya yang begitu menginginkan proyek ini. Tapi baginya saat ini memang tak ada hal yang harus dicemburui sebab tahu bagaimana latar belakang Luna seperti apa yang diceritakan Abi padanya. "Ja

  • Mengejar Cinta Istriku   Proyek Kemenangan

    "Ini loh yang aku takutin. Kamu tuh ceroboh. Kenapa gak cari tahu dulu latar belakangnya sih?" Bara mengusak wajahnya dengan kedua telapak tangannya dengan kasar, mendengar sang istri mengomelinya sejak mereka masuk kedalam kamar. Fakta bahwa Abi adalah mantan pacar Luna, tentu saja membuat mereka mati langkah. Ia yakin Abi sudah mengetahui sebab mengapa mereka mati-matian mencarikan jodoh untuk putrinya. "Ya aku gak kepikiran dunia sesempit ini Ma. Gimana bisa sih mereka ketemu lagian?" Jawab Bara. Istrinya pun menatapnya dengan tatapan tak mengerti. "Kamu nanya aku? Terus aku harus tanya siapa Pa?! Gak ada yang gak mungkin lagian, kita hidup di kota yang sama kan. Kamu pikir kota yang kita tinggalin seluas apa?" Setengah membentak, ia tak habis pikir dengan pertanyaan suaminya. "Lagian ini semua gara-gara kamu tahu gak! Kamu yang manjain dia. Kamu malah ngizinin dia ngelakuin hal ekstrem kayak gini. Dia aja gak bisa tanggung jawab sama hidupnya sendiri. Kalo udah begini gi

  • Mengejar Cinta Istriku   Cemburu Salah Sasaran

    Abi menggenggam tangan istrinya dibalik meja. Mendengar ocehan yang keluar dari mulut Bara dan istrinya, yang terus memuji putrinya yang belum hadir ditengah-tengah mereka. Ia membulatkan tekad untuk memenuhi panggilan Bara berharap bisa mendapatkan keinginannya, namun sepertinya apa yang dikatakan Bayu memang benar adanya. Tak ada pembicaraan mengenai pekerjaan. Ia sampai tak enak hati pada Anya, meskipun sudah ia beritahukan kemungkinan ini pada istrinya sejak awal. Namun wanita itu nampak berusaha tenang. Hanya memberi senyum tipis pada mereka, meski dalam hati tak tahan sebab mereka terus menyamakan apa-apa yang dikatakan Abi dengan apa yang ada pada putri mereka. Mulai dari hobi, hingga makanan favoritnya. Bahkan tak jarang mereka membuat Anya sibuk dengan dalih pekerjaan, agar bisa memiliki lebih banyak waktu yang leluasa untuk bicara pada Abi. "Kalo gak nyaman, kita pulang aja." Bisik Abi kemudian. Anya hanya tersenyum, berusaha terlihat baik-baik saja sebab ia tahu bagaim

  • Mengejar Cinta Istriku   Proyek Pembuktian

    "Biar mampus lah mereka. Lagian punya mulut gak dijaga. Gue juga udah pernah jadi korban. Cuma gak kedengeran aja. Tapi lagian gue juga bukan siapa-siapanya Pak Bayu sih. Kalo lo kan keluarganya. Pantes lah kalo Pak Bayu belain." "Masih untung yang denger bukan Pak Abi. Kita semua juga tahu dia gimana. Bisa-bisa langsung dilempar keluar jendela kali mereka semua." Riska mengungkapkan kekesalannya, kini duduk berhadapan dengan Anya di kafetaria yang ada di lantai bawah. Masih soal para penggunjing yang membuatnya mendendam itu, Riska nampak puas dengan apa yang mereka dapatkan. "Gue gak enak, pasti habis ini gue tambah di omongin gak sih?" Jawab Anya. "Apa sempet menurut lo? Sebentar lagi Pak Abi tahu, menurut lo berapa lama mereka bisa bertahan disini?" Sahut Riska. "Lagian kita gak ada salah, mulut mereka yang liar. Jadi ngapain ngerasa risih? Gak banget." Sambung Riska. Anya pun menghela nafas. Justru itu yang ia takutkan. Abi mungkin tak bisa menahan diri, makanya ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status