Share

Malam Panas

last update Last Updated: 2025-05-22 10:22:06

Rheana yang memang terkenal usil, langsung menangkap perubahan wajah Qiana. Ia menyeringai seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru. "Waaa... Qia! Muka kamu merah banget tuh. Aku tau, kamu pasti lagi mikir yang aneh-aneh kaan," goda Rheana sambil menyikut pelan lengan Qiana.

Qiana nyaris tersedak udara. “Eh?! Nggak, nggak! Ini cuma gerah aja kok," balasnya sambil mengipas-ngipasi udara di depannya.

"Yaelah Qia, ballroom dingin gini? Masa kepanasan? Apalagi kamu kan berdiri di sebelah kak kulkas. Mana mungkin kegerahan, hahaha." Rheana makin jadi. Bahkan Zayn sampai melirik adiknya sambil geleng-geleng.

“Rhea, cukup! Jangan godain ipar kamu terus!” pinta sang Papa dengan nada memperingatkan. Rheana memang langsung diam, tapi wajah tengilnya tetap gak bisa hilang.

“Sudah-sudah, kalian istirahat dulu ya,” kata Bu Wijaya akhirnya. “Kalian pasti capek. Besok pagi kita sarapan bareng.”

"Iya, Qia. Jangan mikirin apa-apa dulu, fokus istirahat," timpal Bu Atmaja dengan senyum menenangkan yang justru bikin Qiana makin curiga. Kenapa semua orang ngomongnya ambigu banget?

Zayn hanya mengangguk, lalu mempersilakan Qiana berjalan lebih dulu.

Qiana berdiri kaku sambil menatap angka-angka yang menyala di atas pintu lift.

Lantai 14... 15... 16...

'Ya Tuhan, ini mimpi gak sih?'

'Aku... Aku beneran nikah? Beneran jadi istri orang sekarang? Astagaaa, sulit dipercaya.'

Dia melirik suaminya dari ujung mata. Pria itu hanya berdiri tenang dengan ekspresi tenangtenang seperti tidak ada beban.

'Dia beneran suamiku sekarang? Cowok pendiam ini? Demi apa, aku masih gak nyangka?'

'Takdir benar-benar seteka-teki itu. Abis diselingkuhin ama mokondo, eh malah dapat Pak Dokter.'

Tapi—

‘Dia tenang banget sih... Apa cuma aku aja yang gugup? Kenapa dia gak keliatan salting sama sekali.'

'Apa jangan-jangan dia udah sering HTS sama cewek-cewek di luar sana? Ehh— enggak! Aku gak boleh su'udzon,' Qiana menggelengkan kepalanya.

Pling!

Pintu lift terbuka. Kamar mereka ada di ujung lorong— kamar nomor 2025. Jalan menuju kamar terasa panjang sekali untuk Qiana, padahal cuma beberapa meter. Bahkan langkah kakinya mendadak terasa berat.

Zayn menempelkan keycard ke pintu, lalu membukanya.

“Ayo masuk!" titah suaminya datar.

Qiana nyaris terpeleset karena kaget mendengar titah Zayn. "I- iya."

Perempuan itu masuk ke dalam. Dan seketika ia dibuat terperangah melihat kondisi di dalam sana.

Ruangan itu... terlalu romantis.

Lampu remang-remang bernuansa hangat menyinari kamar luas bergaya klasik-modern. Aromaterapi menyebar lembut di udara, membuat suasana terasa... menggoda.

Tapi yang paling bikin Qiana ingin kabur ke ujung dunia adalah: ranjang king size besar di tengah ruangan, dihias taburan kelopak bunga mawar merah berbentuk hati. Dan di atasnya, ada dua handuk putih digulung membentuk angsa saling berciuman.

'DEMI APA?! KENAPA ANGSANYA HARUS CIUMAN SIH?!' jerit Qiana dalam hati. 'GAK ADA GAYA LAIN APA?'

“Kenapa masih berdiri di sana?" gumam Zayn sambil mencabut dasinya. "Kamu gak mau ganti baju?"

“Eh?! G- ganti baju,” jawab Qiana kaku, masih berdiri di depan pintu seperti satpam.

"Iya, kamu gak gerah pakai baju pengantin terus?" tanya Zayn sambil berjalan ke arah sofa di dekat jendela besar dan duduk sambil membuka jam tangannya. Ia tampak biasa saja, seperti ini adalah rutinitas harian.

Sementara Qiana? Otaknya udah hang, tangannya gemetaran, dan wajahnya makin panas.

‘Tenang Qiana! Tenaaang! Jangan kampungan pleaseee! Bikin malu!' perintahnya pada diri sendiri. Tapi tubuhnya masih ogah gerak.

Zayn menoleh lagi ke arah perempuan yang masih tidak bergerak tersebut. Tampaknya dia sudah menyerah. "Aku mandi duluan!"

Qiana menatap suaminya dan mengangguk. "Umm..."

Begitu suara pintu kamar mandi tertutup, Qiana langsung menjatuhkan diri ke lantai berkarpet empuk. "Astaga..." desahnya pelan sambil menatap ke atas, ke arah langit-langit.

Detak jantungnya masih ngebut kayak habis lari sprint. Tangannya mencengkram ujung gaun pengantinnya yang berat.

‘Kenapa aku gugup banget sih? Ini tuh suamiku sendiri. Sudah SAH. Di hadapan keluarga. Tapi kenapa rasanya kayak aku lagi nyiapin mental buat uji nyali? Ahh, nyiapin skripsi aja kayaknya gak bakal kayak gini deh.'

Qiana menarik napas panjang, lalu mencoba menenangkan diri.

"Oke. Ini normal. Ini hal yang wajar. Namanya aja baru pertama kali kan?" katanya memotivasi diri sendiri. "Mending aku ganti baju dulu."

Perlahan ia melepas tiara di kepalanya, lalu anting, dan kalung. Tapi saat mencoba membuka gaunnya, tiba-tiba tangannya berhenti...

Resletingnya... nyangkut.

Qiana berdiri dan mencoba meraih bagian belakang gaunnya. Tangan kanan gak sampai. Tangan kiri apalagi. Dia muter-muter kayak kipas angin rusak.

“Ngg... kok gak bisa ya?”

Dia berusaha menariknya pelan. Tapi gagal.

Dia dorong ke atas. Tetap nyangkut.

“ASTAGA... ini resletingnya kenapa sih?"

Qiana duduk lagi sambil mengerang frustasi. "Apes banget sih?"

Tak lama, suara pintu kamar mandi terbuka. Qiana reflek menoleh.

Zayn keluar hanya dengan kaus hitam dan celana training warna senada. Rambutnya masih basah dan ada handuk di pundaknya. Saat dia melihat Qiana masih dalam gaun lengkap dan duduk di lantai...

Alisnya langsung naik satu. “Qiana?” tanyanya. “Kenapa belum ganti baju?”

Qiana panik dan langsung berdiri tergopoh. “Eh! Aku... anu... ini... resletingnya— nyangkut," balasnya dengan suara yang cukup lirih. "Aku udah coba buka tapi gak bisa."

Zayn terdiam beberapa detik. Matanya menatap ke arah punggung gaun itu.

“Boleh aku bantu?”

Qiana langsung membeku. Pipinya Qiana langsung merah padam. Tapi mau gimana lagi? Dia sendiri gak bisa ngelepasin. Gak ada siapapun di sini yang bisa dimintai tolong.

“B-boleh...” ucapnya lirih.

Zayn melangkah mendekat. Tangannya yang besar dan hangat menyentuh pelan punggung Qiana. Ia memegang resletingnya hati-hati.

“Rileks aja!" bisiknya pelan, di dekat telinga Qiana membuat gadis itu merinding seketika.

Zayn menarik resleting itu perlahan. Jemarinya terasa hangat menyentuh punggung Qiana yang terbuka sedikit demi sedikit seiring turunnya resleting. Qiana menahan napas, matanya terpejam, dan tubuhnya menegang.

Tiba-tiba...

"Hmm..." gumam Zayn pelan. "Kamu pakai parfum apa?"

Qiana langsung membuka mata. "Hah?"

Zayn mendekat, wajahnya condong ke arah leher Qiana. "Wanginya enak. Lembut."

Qiana meremas bagian depan gaunnya. “I-it–itu... parfum favoritku...” jawabnya gugup setengah mati.

Tapi Zayn malah menyeringai kecil, mendekat lebih dekat, dan...

Ciuman ringan mendarat di leher Qiana. Tepat di bawah telinganya. Lembut. Hangat. Tapi cukup bikin lutut Qiana lemas.

“Z-Zayn!” seru Qiana, terlonjak sedikit, menoleh ke belakang dengan wajah merah merona. "Unghhh..."

"Aku suka baunya," ia menepelkan hidungnya ke sepanjang leher jenjang Qiana. Bahkan sesekali bibirnya menyentuh area itu hingga membuat Qiana mengerang lirih. "Sepertinya itu akan jadi aroma favoritku juga sekarang."

"A- apa? Umphh!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Suami Shibal

    Zayn muncul dari tangga atas, mengenakan kaus gelap dan celana santai.“Ada apa, Pa?”“Kamu ngapain di atas terus? Istri kamu ditinggal ngangkat koper sendirian?” tegur Pak Atmaja tajam.Zayn menuruni tangga tanpa ekspresi. “Tadi dia yang bilang gak apa-apa. Lagipula tadi ART bantu—”“Bukan soal siapa bilang apa-apa atau tidak!” sela Pak Atmaja. “Dia bilang tidak karena pengen bantu kamu sebagai suaminya. Eh— kamu malah nyuruh-nyuruh dia seenaknya."Qiana langsung menunduk. Ia merasa bersalah, seolah-olah kehadirannya malah membuat keributan kecil.Bu Atmaja buru-buru menengahi, “Pa, sabar! Zayn kan baru jadi suami, dia kan masih perlu banyak beradaptasi."Pak Atmaja mendesah panjang, lalu melirik Zayn tajam sebelum beranjak dari hadapan anaknya.Begitu kedua orang tuanya menghilang dari pandangan, suasana menjadi semakin tegang. Qiana masih berdiri di samping Zayn dengan perasaan penuh rasa bersalah."Maaf," cicit Qiana. "gara-gara aku, kamu jadi—"Zayn melesat pergi dari hadapannya.

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   'Area Berbahaya'

    "Apa menikah denganku termasuk bagian dari rencana itu? Atau justru sebaliknya?""Kerjain aja tugas kamu! Banyak bicara justru membuat tugas kita makin lama selesainya!" titah pria 28 tahun itu dengan nada yang amat bossy.Qiana menghela nafas panjang. Ia langsung mengunci mulutnya rapat-rapat. Meskipun isi kepalanya cukup berisik karena dia gak betah lama-lama diam.Ia kembali melipat baju sambil sesekali mencuri pandang ke arah pria itu. Jarak mereka tidak jauh, tapi rasanya seperti dipisahkan oleh dinding kaca tebal.Dan itu sangat menyebalkan... Satu jam berlalu, Qiana terus menata baju-baju Zayn ke dalam koper. Tangannya sudah pegal, tapi Zayn belum juga selesai dengan dokumennya.Begitu koper pertama hampir penuh, Qiana bangkit berdiri, memutar sedikit badannya sambil memegangi pinggang. Ia melirik Zayn yang masih tenggelam dalam tumpukan map dan folder.“Kak Zayn…” Ia bicara pelan, tapi kali ini suaranya sedikit lebih tegas. “Kamu gak haus?""Kamu mau minum?"Qiana mengangguk

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Perihal Honeymoon

    Suasana meja makan yang semula hangat mendadak terasa agak tegang. Pak Atmaja masih memandangi Zayn dengan ekspresi tak puas.“Zayn, kamu itu baru menikah. Papa gak minta kamu libur lama-lama, tapi setidaknya satu-dua hari buat menemani istrimu. Masa kamu gak bisa atur waktu sedikit aja?”Zayn menegakkan duduknya, wajahnya tetap tenang meski sorot matanya terlihat tegas. “Aku sudah atur semuanya, Pa. Dan menurutku, justru karena sudah menikah aku harus lebih fokus ke karier. Aku gak bisa kasih Qiana masa depan kalau aku terlalu santai sekarang.”Pak Atmaja hendak membuka suara lagi, tapi Pak Wijaya segera mengangkat tangan.“Sudah, sudah... jangan terlalu diperdebatkan.” Suaranya terdengar ringan tapi tegas. Ia melirik menantunya lalu beralih ke putrinya. “Atmaja, yang Zayn katakan itu cukup masuk akal. Lagipula, Qiana juga belum selesai kuliah. Bulan depan dia masih harus ujian, ya kan Qia?”Qiana yang dari tadi diam, tersentak pelan. “Iya, Pa...”“Jadi mungkin memang belum waktunya

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Cie, Pengantin Baru

    "Kakak Ipaaaar..."Qiana yang baru saja keluar dari kamar hotelnya sedikit tersentak saat tiba-tiba seseorang merangkul lehernya dari belakang. Dan begitu ia menengok ke samping ternyata sudah ada Rheana adik iparnya."Baru bangun ya? Gimana malam pertamanya? Seru?"Qiana melihat ke arah gadis itu dan menghela nafas. "Yaa, gitu deh."Rheana mengerutkan keningnya. Ia memperhatikan Qiana dengan saksama dari atas sampai bawah. Rambut Qiana masih sedikit kusut, matanya sembap dan terlihat kurang tidur, ditambah langkahnya yang agak lesu.“Dilihat dari kantong mata itu, kalian abis main berapa ronde?” gumam Rheana sambil cekikikan geli. “Gimana? Kakakku hot gak di ranjang?"Qiana terbatuk kecil, nyaris tersedak udara. “Eh, bukan, aku—”Namun belum sempat ia menyelesaikan klarifikasinya, suara pintu di belakangnya terbuka. Zayn muncul dari balik kamar, pria mengenakan kemeja hitam polos dan celana panjang. Rambutnya masih basah, entah habis mandi atau efek cucu muka.Pandangan Zayn langsun

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Malam Panas 2

    "A- apa?""Parfum ini akan jadi aroma favoritku sekarang."Qiana berbalik. Dan karena ulahnya itu pula gaun yang ia pakai jadi melorot ke bawah dan jatuh ke lantai dengan bebas. Menyisakan dirinya yang hanya dibalut korset putih dan celana pendek yang bahkan hanya menutupi seperempat pahanya.Zayn terpaku. Matanya tertuju pada pemandangan indah di depannya. Wajah memerah Qiana, kulit putih yang kontras di bawah temaram lampu, tubuh seksi sang istri, serta kaki jenjangnya yang indah membuat Zayn tak bisa berkata-kata."K- kamu ngeliatin apa?" tanya Qiana sambil menutupi tubuhnya dengan kedua tangan. Walaupun itu jelas tidak akan berhasil."Melihat kecantikan istriku." Zayn tersenyum miring."Me- menurut kamu aku cantik?"Zayn tertawa kecil. Dan itu membuat Qiana kaget. 'Ternyata Zayn tidak sekaku yang aku bayangkan.'"Kalau kamu tidak cantik, mana mau aku menikahimu." Tangan Zayn kembali terulur, kali ini berhenti di tengkuk Qiana. Seolah menahan perempuan itu agar tidak mundur atau me

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Malam Panas

    Rheana yang memang terkenal usil, langsung menangkap perubahan wajah Qiana. Ia menyeringai seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru. "Waaa... Qia! Muka kamu merah banget tuh. Aku tau, kamu pasti lagi mikir yang aneh-aneh kaan," goda Rheana sambil menyikut pelan lengan Qiana.Qiana nyaris tersedak udara. “Eh?! Nggak, nggak! Ini cuma gerah aja kok," balasnya sambil mengipas-ngipasi udara di depannya."Yaelah Qia, ballroom dingin gini? Masa kepanasan? Apalagi kamu kan berdiri di sebelah kak kulkas. Mana mungkin kegerahan, hahaha." Rheana makin jadi. Bahkan Zayn sampai melirik adiknya sambil geleng-geleng.“Rhea, cukup! Jangan godain ipar kamu terus!” pinta sang Papa dengan nada memperingatkan. Rheana memang langsung diam, tapi wajah tengilnya tetap gak bisa hilang.“Sudah-sudah, kalian istirahat dulu ya,” kata Bu Wijaya akhirnya. “Kalian pasti capek. Besok pagi kita sarapan bareng.”"Iya, Qia. Jangan mikirin apa-apa dulu, fokus istirahat," timpal Bu Atmaja dengan senyum me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status