Share

Resmi Menikah

last update Last Updated: 2025-05-22 10:21:48

"Aku..."

Semua mata tertuju ke arah Zayn. Terutama Qiana yang tak sabar menunggu jawaban pria tersebut.

"Aku tidak masalah dengan perjodohan ini. Bagiku asal Papa dan Mama cocok dengan perempuan itu, bagiku itu sudah cukup."

Seketika suasana lega memenuhi ruangan tersebut. Jawaban tenang Zayn seolah jadi angin segar untuk mereka semua.

"Bagaimana nak Qia? Kamu setuju kan menikah dengan Zayn?" tanya Bu Atmaja. Tatapan matanya terlihat jika beliau menginginkan Qiana untuk menjadi menantunya. "Oh, mungkin kamu butuh waktu untuk berpikir. Jadi—"

"Saya mau tante... Saya setuju menikah dengan kak Zayn."

***

Sebulan kemudian, hari yang dinanti tiba. Cuaca sore itu cerah, langit membentang biru muda dengan awan tipis-tipis menggantung di cakrawala. Angin berhembus lembut, menyejukkan suasana meski matahari masih bersinar terang.

Acara pernikahan Qiana dan Zayn digelar di sebuah ballroom mewah di salah satu hotel ternama. Gedungnya sendiri dihias dengan nuansa elegan yang didominasi warna putih dan pink. Serta lampu-lampu gantung berdesain klasik yang kian menambah suasana elegan dan berkelas.

Di dalam ruangan, suasana begitu hangat dan mewah. Karpet merah membentang dari pintu masuk sampai ke pelaminan yang berdiri megah di ujung ruangan. Para tamu berdatangan dengan mengenakan busana formal. Pria dengan jas hitam, wanita dengan gaun-gaun panjang warna lembut. Musik instrumental mengalun pelan, mengiringi suasana sakral namun penuh kebahagiaan. Di sisi kiri dan kanan, hidangan prasmanan berderet rapi dengan berbagai sajian dari makanan tradisional hingga internasional.

Qiana, dalam balutan kebaya modern putih keperakan dengan sentuhan payet halus, tampak memesona. Riasannya natural namun menonjolkan kecantikannya yang lembut. Sementara Zayn tampil gagah dalam setelan jas slim-fit warna abu-abu gelap, dasi kupu-kupu hitam, dan bros kecil emas bertuliskan inisial “Z&Q”.

“Selamat menempuh hidup baru, Qia, Dr Zayn,” ucap salah satu tamu sembari menyalami kedua mempelai. Senyum terus mengembang di wajah mereka, meski keduanya masih agak kikuk di hadapan tamu yang begitu ramai.

"Langgeng terus ya kalian, semoga berjodoh sampai kakek nenek."

"Terimakasih," balas Qiana dengan senyum ramahnya yang khas.

Di belakang layar, Bu Wijaya tampak sibuk menyambut tamu dengan anggun, sementara Pak Wijaya dan Pak Atmaja tertawa lepas—mengenang masa muda sambil sesekali memamerkan menantu mereka masing-masing.

Tapi di tengah keramaian itu, Qiana sesekali mencuri pandang ke arah Zayn. Dia heran kenapa pria itu terlihat begitu datar. Meskipun sesekali ia mencoba membalas ucapan selamat orang-orang tapi tetap saja kesan dingin dan misterius begitu melekat padanya.

'Sebenarnya Zayn happy gak ya ama pernikahan ini? Kenapa ekspresi wajahnya datar banget kayak jalan tol?'

'Apa dia terpaksa ya? Tapi— waktu itu kan dia berkata kalau setuju dengan keputusan orang tuanya. Berarti dia gak masalah dong ama perjodohan ini?'

Qiana terus berdebat dengan pemikirannya sendiri. Otaknya terus memprediksi ini dan itu, seperti berusaha keras membaca isi pikiran pria 28 tahun tersebut.

"Ada apa?" Sadar jika Qiana terus memperhatikannya, Zayn pun akhirnya buka suara.

"E- enggak! Enggak ada apa-apa kok. Ehehehehe," balas Qiana sambil tertawa canggung. Pipinya sedikit memerah.

Zayn tak merespon. Dia kembali menghadap ke depan dan memperhatikan para tamu undangan yang datang.

Sekitar tiga jam, keduanya sibuk menyambut para tamu yang semakin ramai datang ke pesta pernikahan mereka. Keduanya memaksa untuk terus tersenyum meskipun kaki mulai pegal dan pipi sedikit kebas.

Acara akhirnya selesai menjelang malam. Para tamu terakhir mulai meninggalkan ballroom, dan petugas dekorasi sudah mulai membereskan pelaminan. Qiana menoleh ke arah Zayn yang kini duduk santai sambil melepas dasi kupu-kupunya.

“Akhirnya acar ini selesai jjuga ya, Kak,” ucap Qiana sambil mengusap pelan pipinya yang pegal akibat terlalu banyak tersenyum.

“Hmm,” sahut Zayn singkat, matanya masih menatap ke depan. Klasik.

"Capek juga harus senyum berjam-jam. Ini pertama kalinya buatku," ujarnya lagi. Tapi kali ini Dokter berparas tampan itu memilih untuk tidak menanggapi.

Qiana hendak mengatakan sesuatu, namun tiba-tiba Pak Atmaja dan Bu Atmaja datang menghampiri mereka berdua dengan senyum lebar.

“Nah, ini dia pengantin baru kita!” seru Pak Atmaja ceria sambil merogoh saku jasnya. "Selamat ya buat pernikahan kalian." Pria paruh baya dengan jas hitam tersebut menepuk pundak putra sulungnya. "Papa lega sekali karena pernikahan ini berjalan dengan lancar."

"Terimakasih kasih, Om, tante."

Bu Atmaja mengerutkan keningnya ketika mendengar balasan Qiana. "Kok Om dan Tante sih? Harusnya Mama dan Papa dong. Kan kamu menantu kita sekarang," balasnya.

Qiana tampak canggung bukan main. Dan hal tersebut justru membuat Rheana— adik perempuan Zayn terpingkal. "Ya ampun, aura canggungnya keliatan banget sih Qia. BTW, santai aja kali!"

Qiana nyengir. Dia bukannya sedikit tenang malah merasa lebih canggung lagi.

"Gak apa-apa, Mama paham kok. Dulu Mama juga gitu waktu baru nikah ama Papa," sahut Bu Atmaja sambil mengusap pundak Qiana.

Sedangkan Papa dan Mama Qia juga ada di sana hanya tersenyum lega karena putrinya di Terima dengan tangan terbuka di keluarga barunya.

"Oh ya, Papa ada sesuatu untuk kalian," ujar Pak Atmaja. Ia lalu menyerahkan sebuah keycard berwarna hitam dengan tulisan elegan berlapis emas.

“Ini, hadiah dari Papa dan Mama. Yah, walaupun gak begitu besar, tapi Papa dan Mama harap kalian suka."

Qiana terperangah. 'Gak gitu besar katanya? Liat dari kuncinya aja udah ketahuan kalau itu salah satu perumahan elite,' jerit hati kecilnya.

"Papa gak perlu repot seperti ini. Aku bisa kok beli rumah sendiri," ucap Zayn pada akhirnya. "Apalagi ini terlalu mewah untuk kita."

Qiana mengangguk setuju. "Benar Om, eh Pa. Apalagi kita kan cuma tinggal berdua."

"Oh, kalian mau apart aja? Boleh lah. Nanti Papa carikan apart dengan view terbaik di kota ini," potong Pak Atmaja santai. Seolah membeli rumah ataupun apart seperti membeli cabe di pasar. Gak pake mikir!

"Gak gitu Pa—"

"Udahlah, Zayn sayang! Terima aja ya hadiah kami. Ini itu salah satu bentuk kasih sayang kami ke kalian," potong Bu Atmaja, berusaha membujuk putranya yang dia kenal keras kepala.

"Ini agak berlebihan," ungkap Zayn lagi.

"Kalau buat anak Mama dan Papa, gak ada yang namanya berlebihan. Nanti pas Rhea nikah kita juha bakal kasih hadiah yang sama kok," sambung Pak Atmaja yang langsung dihadiahi pelukan sayang oleh si bungsu.

Sementara Qiana masih syok dengan kesenjangan yang ada—Papa dan Mama Qiana yang tak mau kalah.

“Kalau dari Papa dan Mama,” kata Bu Wijaya sambil menggoyang-goyangkan keycard lainnya. "Ini dia… kunci kamar hotel untuk kalian berdua."

Qiana makin melongo.

Kenapa orang tuanya ngasih hadiah kamar hotel coba? Kan—

OMG! Qiana lupa, kalau sebentar lagi bakal ada adegan dewasa antara dia dan Zayn suaminya.

"Qiana! Kenapa pipi kamu merah?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Begitu Acuh

    Pak Atmaja berdiri mematung di depan ruang UGD. Tangannya mengepal, berusaha menahan perasaan yang berkecamuk di dada. Tak lama, seorang pria setengah baya berseragam putih mendekatinya. Namanya Dokter Surya, kolega lamanya—seorang Dokter spesialis yang telah puluhan tahun malang melintang di dunia medis.“Pak Atmaja,” sapa Dokter Surya pelan. “Saya turut berduka cita.”Pak Atmaja mengangguk pelan. “Terima kasih, Dok. Sebenarnya apa yang terjadi, Dok?"Dokter Surya menghela napas panjang, lalu menatap pria di depannya dengan ragu. “Sebenarnya, secara medis… beliau masih memiliki peluang untuk selamat. Tapi ada keterlambatan penanganan.”Pak Atmaja menyipitkan mata. “Terlambat?”“Iya, Pak. Kami kekurangan dokter bedah jantung hari ini. Dan, seharusnya Dokter Zayn yang bertugas. Tapi… beliau tidak datang.”“Zayn?” Suara Pak Atmaja terdengar tercekat. “Jadi Zayn tidak masuk hari ini?”“Benar, Pak. Kami sudah coba hubungi beliau sejak pagi. Tidak ada kabar. HP-nya tidak aktif. Dan karena

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Kehilangan Pt 03

    "Dokter, saya mohon lakukan apapun untuk menyelamatkan Mama saya. Saya mohon dokter." Qiana memegang tangan Dokter senior di depannya."Saya mengerti. Hanya saja rumah sakit sedang kekurang dokter bedah jantung. Dan dokter Zayn juga tidak bisa diharapkan."Qiana nyaris lupa caranya bernafas ketika mendengar penjelasan Dokter. ‘Zayn… Kenapa harus sekarang?'Air matanya semakin deras. Kepalanya terangkat perlahan, menatap dokter di depannya dengan pandangan penuh luka."Anda tenang saja! Kami akan berusaha sebisanya."Qiana hendak mengatakan sesuatu, namun suara panggilan sang Mama yang baru siuman itu membuat fokusnya langsung tertuju ke arah wanita itu."Mama!" Qiana beringsut ke arah Bu Wijaya. Ia meraih tangan wanita paruh baya tersebut dan menggenggamnya erat. "Mama... Qia di sini Ma..."Dengan napas yang berat dan suara nyaris tak terdengar, Bu Wijaya perlahan membuka matanya. Pandangannya samar, tapi ia tetap bisa mengenali wajah putrinya yang dipenuhi air mata.“Q—Qia…” bisiknya

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Kehilangan Pt 2

    “Papa… jangan tinggalin aku…”Hampir 10 menit Qiana di sana. Qiana terdiam di pelukan jasad ayahnya. Tubuhnya melemah sepenuhnya. Wajahnya masih terbenam di dada Pak Wijaya yang dingin, air matanya membasahi kain baju sang Papa. Napasnya berat, dadanya sesak, seolah tak ada lagi alasan baginya untuk bertahan di dunia ini.Namun tiba-tiba, kesadarannya terguncang.Satu ingatan menamparnya keras.‘Mama…’Kepalanya perlahan terangkat. Mata sembabnya membelalak.‘Papa tadi semobil sama Mama…’Detik itu juga, tubuh Qiana terpental mundur. “Mama…! Mama di mana?! Suster! MAMA AKU DI MANA?!” jeritnya panik, suaranya pecah.Seorang suster yang masih berjaga di sudut ruangan langsung menghampiri. “Mba, tenang dulu… tenang…”“GAK! MANA MAMA SAYA?! TADI MAMA SAYA JUGA DI MOBIL ITU KAN?!” Qiana mencengkeram keras lengan suster itu, wajahnya hancur oleh tangis dan panik.Suster itu akhirnya menarik napas dalam-dalam, lalu menunjuk sebuah bilik perawatan tak jauh dari tempat Pak Wijaya terbujur kaku

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Kehilangan Pt 01

    Qiana membeku di ambang pintu UGD. Pandangannya langsung menangkap sosok yang tergeletak di atas ranjang—tubuh seorang pria paruh baya, penuh darah, dengan perban terbuka di kepala dan alat oksigen menutupi sebagian wajahnya. Beberapa dokter dan suster bergerak cepat di sekelilingnya, suara alat medis berdengung keras di udara.'I-itu...'Qiana refleks ingin berlari. “PAPA!!” jeritnya, histeris. Tapi belum sempat ia mendekat, seorang suster langsung menghadangnya. Tubuh mungil Qiana tertahan kuat di pelukan perawat itu, membuatnya semakin panik.“PAPA! Papa!""Mba! Tolong tenang!""Tapi itu Papa saya, Suster. Saya mau ke sana! Aku mau lihat kondisi Papa!" Suaranya pecah, teriakan yang nyaris seperti rintihan kesakitan. Air matanya langsung mengalir deras tanpa bisa ditahan."Mba, tolong tenang dulu! Doktet sedang menangani pasien!” Suster itu mati-matian menahan Qiana, yang terus memberontak seperti orang kehilangan akal.“Saya anaknya, Sus! Saya mau liat kondisi Papa! Saya mohon!” Su

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Aku Yang Mengalah

    “Kalau emang dia masih cinta sama Diandra— okey... biar aku yang ngalah." Ia mengusap air mata di pipinya dengan gerakan kasar. “Mungkin hubungan kami hanya sampai di sini." Dia ingin kembali ke rumah orangtuanya. Setidaknya, di sana… ia masih bisa jadi Qiana. Anak gadis sederhana yang dicintai orangtuanya tanpa syarat. Bukan perempuan yang terus memohon perhatian dari suami yang tak pernah benar-benar memandangnya. “Gak ada gunanya aku bertahan. Toh dia gak akan pernah ngeliat aku." Bertahan hanya akan membuat luka di hatinya bertambah parah. Setelah entah berapa lama terisak, tubuh Qiana mulai melemah. Air matanya masih jatuh, tapi sudah tak sekeras sebelumnya. Yang tersisa hanya sesak… dan hampa. Ia menatap kosong ke arah langit-langit ruangan, napasnya tak beraturan, matanya sembab dan bengkak. Perlahan, ia meraih ponselnya di meja samping ranjang. Rasanya berat sekali. Tapi... ini adalah jalan terbaik baginya dan mungkin juga untuk Zayn. Qiana membuka kontak dengan nama

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Oke, Aku Nyerah

    Qiana menarik napas dalam-dalam. Tapi paru-parunya terasa berat. Matanya menatap kosong langit-langit ruangan, bibirnya bergetar, air matanya mulai jatuh lagi… tanpa suara.Tangan yang tadi menggenggam erat sisi ranjang kini perlahan melemah, jatuh di atas selimut. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga.Teringat kembali kejadian semalam.Bagaimana Zayn berdiri di depan Diandra. Bagaimana tatapannya berubah lembut, bagaimana suaranya terdengar begitu pelan dan sabar saat bersama Diandra.Dan puncaknya… bagaimana ciuman itu terjadi.Ciuman yang tampak dalam dan penuh kasih. Penuh rasa saling memiliki.Tidak seperti cara Zayn memperlakukannya selama ini.“Jadi… memang bisa ya… dia hangat kayak gitu.” Suara Qiana lirih, getir. Air matanya tak tertahan lagi. “Ternyata dia bisa peluk seseorang dengan lembut dan penuh. Cuma… bukan aku orangnya.”Air matanya jatuh satu-satu. Tanpa isakan. Hanya diam… tapi menghancurkan.Qiana teringat semua detik saat Zayn bersikap dingin padanya. Cara Zayn bica

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status