Share

Mengejar Mantan
Mengejar Mantan
Author: Listiana

Awal pertemuan Bagas dan Shania

Seorang siswa SMA tengah melangkahkan kaki menuju ruang kelasnya yang baru setelah menikmati libur kenaikan kelas selama dua minggu. Ia adalah Bagas, salah satu siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri di Bandung. Ia seorang laki-laki berwajah tampan, berkulit putih, berhidung mancung, dengan bibir berwarna merah delima. Ketampanannya yang mutlak membuat nyaris seluruh gadis yang ada di sekolahnya jatuh hati padanya.

Tidak seperti siswa kebanyakan, ia termasuk siswa yang taat pada peraturan sekolah, tidak merokok dan tidak pernah macam-macam. Tepat sekali jika ia terpilih menjadi ketua OSIS. Banyak siswi yang mengaguminya, di mata mereka, Bagas adalah laki-laki yang sempurna nyaris tanpa cela. 

Remaja lelaki itu mulai memasuki ruang kelas yang telah diisi oleh banyak siswa dan siswi. Ia berhenti sejenak di depan kelas, mengedarkan pandangannya untuk mencari bangku yang kosong. Ia melihat ada satu bangku kosong yang tersisa dan orang yang duduk di samping bangku tersebut mampu membuat senyuman di bibir Bagas mengembang.

Dengan penuh rasa percaya diri, ketua OSIS tersebut melangkahkan kakinya menghampiri gadis yang tengah duduk seorang diri tersebut. Gadis tersebut adalah Shania, orang yang Bagas sukai. Bagas menyukai Sania sejak pertama melihatnya di kelas satu. Namun, Sania tak pernah sedikit pun menyukai Bagas. Yang pada akhirnya membuat ia memilih perempuan lain untuk menjadi kekasihnya. 

Bukan hanya satu kelas, mereka kini berada pada satu meja. Ya, Bagas tidak menyia-nyiakan kesempatan, ketika ia tahu Sania memasuki kelas yang sama dengannya, ia langsung menyerobot kursi sebelah Sania sebelum ditempati siswa atau siswi yang lain. 

Bagas mulai mendekati Sania dengan hati-hati, ia tak mau kehilangan Sania gara-gara salah mengambil langkah. Bagas tak lagi memperlihatkan kalau dirinya masih menyukai Sania, lebih baik mengenal Sania lebih dekat agar gadis itu merasa nyaman dengannya. 

"Hi, San! Aku boleh duduk di sini, 'kan?" ucap Bagas dengan hati-hati. 

"Silakan, kebetulan aku gak ada teman, sepertinya jumlah perempuannya ganjil, deh," jawab Sania lembut. 

"Oh, baiklah, aku temani kamu, ya?" tanya Bagas sebelum mendudukkan dirinya di atas kursi.

"Iya, boleh," jawab Sania singkat. 

Belum sempat Bagas menyapa Sania lebih banyak, bel telah berbunyi tanda akan dimulainya pelajaran hari pertama di kelas dua. 

Tak ada waktu yang Bagas sia-siakan, selama belajar ia gunakan untuk berdiskusi dengan Sania sekaligus mencairkan suasana agar tak ada lagi rasa canggung di antara mereka. 

Melihat sang pujaan hati lebih dekat–senyumnya yang menawan, wajah tirus, berlesung pipi membuat dirinya terlihat lebih manis. "Shania yang good looking," batin Bagas, sambil mencuri pandang kepada Sania. 

Tak terasa bel pulang sekolah telah berbunyi, tanda bahwa jam pelajaran terakhir telah berakhir. 

"Shan, pulangnya sama siapa?" 

"Aku pulang bareng sama Astrid. Aku duluan, ya?" jawab Sania, sambil berlalu pergi meninggalkan Bagas. 

"Cewek ini masih bersikap dingin padaku," batin Bagas kecewa. 

* * *

"Assalamu'alaikum, Tante, Bagas pulang," ucap Bagas, sembari memutar handle pintu rumah Tantenya. Ya, Bagas tinggal bersama adik dari ayahnya di Bandung. 

"Waalaikumsalam, Bagas. Gimana sekolah kamu, Nak?" tanya Tante Ratih saat melihat kehadiran keponakannya. 

"Alhamdulillah, Tan, semuanya lancar. Bagas masuk kamar dulu, ya, Tan." 

"Oke, Tante tunggu di meja makan, ya, Gas. Sekalian nanti panggilin adikmu Melati untuk turun, kita makan siang bareng, ya!" titah Tante Ratih kepada Bagas. 

"Siap, Tan!" jawab Bagas, sambil berlalu menaiki anak tangga. Kamarnya memang berada di lantai dua, bersebelahan dengan kamar Melati adik sepupu Bagas. 

Tempat asal Bagas adalah di sebuah kampung di daerah Sukabumi. Ayahnya menitipkan Bagas kepada sang adik, Ratih agar ia bisa melanjutkan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Pasalnya, di kampung sulit untuk bersekolah, karena tempat yang jauh dan bisa memakan waktu sekitar tiga jam untuk ke kota. 

Tante ratih tinggal di Bandung karena dibawa oleh suaminya yang merupakan orang Bandung. Tante Ratih memiliki seorang anak perempuan bernama Melati. Ia adalah seorang gadis abg berkulit putih dan berhidung mancung. Bagas sudah menganggap adik sepupunya itu seperti adik sendiri. 

* * *

"Ayo, sini buruan Mama udah siapin makan siang kesukaan kamu, Sayang!" ucapnya kepada Melati. 

"Iya, Ma," jawab Melati, sambil menarik kursi untuk ia duduki di dekat Mamanya. 

"Kak Bagas, mana?" tanya Tante Ratih pada Melati, anak semata wayangnya. 

"Tau, tuh, tadi nyuruh Melati turun sendirinya malah gak turun-turun," ujar Melati, memajukan bibirnya yang merah muda. 

"Coba, kamu susulin, jangan-jangan ketiduran."

"Oke, Ma!" ucap gadis itu, sambil berlalu menaiki anak tangga.

Saat Melati akan mengetuk pintu kamar Bagas, terdengar suaranya yang sedang berbicara dengan seseorang di sebuah sambungan telepon.

Niat awal untuk memanggil sang kakak sepupu ia urungkan. Gadis itu malah mendekatkan telinga ke pintu kamar sepupunya untuk menguping pembicaraan. "Kak Bagas telponan sama siapa, ya? batin melati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status