"Mas?" Livia terkejut dan langsung mundur kebelakang Alia. Perempuan itu tak menyangka akan bertemu dengan Hakam secepat ini. Tubuhnya gemetar, tak bisa membayangkan bagaimana Hakam akan menumpahkan amarah padanya."Sayang ... kamu ngapain di sini? Kenapa nggak pernah pulang?" Hakam menatap Livia sendu.Perasaan laki-laki itu campur aduk, antara sedih, bahagia dan sedikit kesal. Yang pasti, rasa bahagia lebih mendominasinya. Livia masih berusaha menyembunyikan dirinya dibelakang Alia. Sadar istrinya ketakutan, Hakam pun memutuskan tetap ditempatnya berdiri. Padahal ia ingin sekali melepas belenggu rindu yang selama ini menyesaki dadanya dengan menghambur memeluk tubuh Livia."Jangan takut, Sayang. Mas tidak akan menyakiti kamu. Mas hanya ... rindu." Suara Hakam bergetar menahan haru. Ternyata Allah benar-benar mengabulkan do'anya."Mas ingin bicara berdua denganmu. Ikut Mas, ya?" mohon Hakam, Livia melongokkan kepalanya sedikit, kemudian menghempaskan napas dan memutuskan mengangguk
'Dijual rumah serta sebuah mobil, berlokasi di perumahan x. Milik pribadi. Minat hubungi ke 08xxxxxxxxxx.'Hakam menghempaskan napas setelah selesai mengirim story di WhatsApp dan juga Instagramnya. Sebuah foto rumah dan mobil disertai dengan caption diatas. Tak lupa Hakam juga mengirim dibeberapa grup jual beli rumah. Dia berharap iklan yang dia kirim segera mendatangkan calon pembeli."Woy, Bro! Napa, Lo?" Roki, rekan kerja Hakam menepuk pundak laki-laki itu dan duduk disebelahnya.Hampir saja Hakam mengumpat, tapi langsung urung setelah tau siapa yang mengejutkannya."Lagi pusing banget gue," keluh Hakam. Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya pada badan kursi."Kenapa? Cerita coba, mana tau gue punya solusinya." Roki menatap Hakam prihatin, 2 bulan belakangan Hakam memang tampak lesu tak bersemangat. Seolah ia tengah memikul sebuah beban yang cukup berat."Gue mulai dari mana, ya?" Hakam menoleh tanpa mengubah posisinya."Terserah. Kira-kira masalah yang mana dulu yang butuh solusi?"
"Terus, kalo rumah ini dijual, Mbak sama Mama bakal tinggal dimana?" protes Hana tanpa malu."Ya, kamu pikirin sendiri. Memangnya waktu rumah itu kamu gadaikan, kamu minta izin sama aku atau Livia? Enggak, kan? Bahkan uang 150 juta itu saja kamu nikmati sendiri, kan? Jadi, sekarang pikirkan sendiri kamu dan Mama bakal tinggal dimana setelah rumah ini kujual!" tegas Hakam membuat Hana bungkam."Nak, kamu tega sama Mama? Kamu mau ngeliat Mama hidup terkatung-katung diluar sana?" Dania mencoba menjernihkan pikiran Hakam, wanita itu mencoba membujuk dengan segala jurusnya."Aku nggak punya pilihan lain, Ma. Aku tetap pada keputusanku, karena setelah ini aku akan mengerahkan tenagaku untuk mencari Livia dengan sungguh-sungguh. Aku nggak mau, setelah Livia ketemu dia malah tak punya rumah untuk ditinggali." Suara Hakam mulai melunak, tapi tetap tegas."Bagaimana kalau kita tinggal bersama saja di rumah ini? Jadi tak ada yang perlu dijual. Kamu bisa bawa Yazeed dan Livia tinggal di sini, lag
"Tuan marah besar sama Tuan muda, gara-gara nggak mau dijodohin sama perempuan yang tadi berkunjung sama keluarganya." Terdengar bisikan Dinda pada Ayu saat Livia memasuki dapur. Menyadari kedatangan Livia, keduanya menoleh sinis."Emang kenapa Tuan muda nggak mau dijodohin? Padahal tadi aku lihat calonnya itu cantik banget, loh. Aura orang kayanya keliatan banget." Ayu melirik Livia sekilas setelah menyelesaikan kalimatnya."Nggak tau. Yang pasti aku denger tadi Tuan muda katanya pengen cari calonnya sendiri." Dinda menjawab. Ayu manggut-manggut sambil terus membereskan cucian piringnya."Tuan Ghani itu pengennya punya menantu yang sederajat dengannya dalam segi materi." Dinda menambahkan lagi."Loh, ya, jelas! Makanya, orang-orang seperti kita ini harusnya sadar diri, derajat kita dengan mereka itu bagaikan langit dan bumi. Jangan mentang-mentang mereka baik sama kita, jadinya baper dan ngarep bakal dijadiin mantu. Orang majikan kita emang baik sama siapa aja, kok!" cerocos Ayu sam
"A–ada apa ini?" Tergagap Hakam mengahadapi orang-orang didepannya. Siapa yang tak kenal mereka? 3 orang yang mendatangi rumah Hakam adalah anak buah seseorang yang dikenal sangat kaya, yang biasa meminjamkan uang pada yang sedang butuh biaya mendadak, yang pasti dengan bunga yang sangat besar.Mustahil rasanya mereka datang tanpa ada urusan. Tapi ... dia tak pernah meminjam uang pada rentenir itu. Apa mungkin mereka salah alamat?"Kami datang untuk memberitahu Anda agar segera mengosongkan rumah ini. Dan ingat, paling telat Anda keluar dari sini hanya dalam waktu 3 hari." Salah satu dari mereka bicara tegas tanpa ekspresi.Hakam terperangah, "apa-apaan ini? Ini rumahku, kenapa kalian seenaknya main usir saja? Aku nggak pernah berurusan dengan kamu, kamu, dan kamu!" Hakam menunjuk wajah ketiga orang itu bergantian. Mendadak laki-laki itu berani, sebab ia merasa tak punya salah. Dia tak pernah berurusan dengan bos mereka, tapi kenapa dia yang jadi sasarannya?"Anda memang tak punya u
"Kaluna, kamu kenapa?" Wanita yang duduk disamping Kaluna menyenggol lengan perempuan itu. Kaluna tersentak sedikit, karena tak enak dengan tuan rumah, wanita itu meminta agar Kaluna bisa fokus."Sebelumnya Kaluna sudah kenal dengan Gheza, belum?" tanya Nia menatap Kaluna yang duduk didepannya. Di ruang tamu yang luas dan mewah itu sudah berkumpul 2 pihak keluarga. Kaluna adalah perempuan yang akan Ghani jodohkan dengan Gheza. Pertemanan Ghani dengan Hermawan– ayah Kaluna membuat kedua pria itu berpikir untuk menjodohkan saja anak mereka. Kebetulan keduanya sama-sama dari keluarga pengusaha. "Belum, Tan." Kaluna menyahut singkat, dia melirik laki-laki tampan yang akan dijodohkan dengannya. Kaluna penasaran dengan Gheza, ketampanan laki-laki itu diatas rata-rata. Bahkan Hakam yang selama ini mampu membuatnya tergila-gila saja kalah jauh jika dibandingkan dengan Gheza.Tapi, cintanya seolah sudah habis pada laki-laki beristri itu. Hingga saat bertemu dengan laki-laki kaya dan tampan p