Share

Bab 5

Penulis: QueenShe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-06 09:28:18

Raya tiba di kantor pagi itu dengan senyum penuh percaya diri. Kemarin ia berhasil membuat Ares kehilangan kontrol. Ciuman itu yang panas dan intens adalah bukti nyata bahwa rencananya berhasil. Kini, ia hanya perlu mendorong sedikit lagi.

Hari ini, sengaja ia memakai gaun hitam selutut dengan potongan V di bagian dada, cukup menggoda tapi tetap terlihat profesional. Rambutnya ia gerai dengan sedikit gelombang, memancarkan aura feminin yang lebih kuat. Parfum vanilla-nya sengaja ia semprotkan sedikit lebih banyak. Di cermin toilet kantor, ia tersenyum puas melihat penampilannya.

"Hari ini pasti lebih berhasil," bisiknya pada bayangannya sendiri.

Seperti kemarin, ia datang lebih awal dan membuatkan kopi untuk Ares. Saat pria itu tiba, Raya menyambutnya dengan senyum manis, sedikit memiringkan kepalanya, pose yang ia pelajari dari video semalam, "bagaimana terlihat menggoda secara natural".

"Selamat pagi, Pak. Kopi Anda sudah siap," ucapnya dengan nada suara yang sengaja dibuat lebih lembut, dan senyuman semanis madu.

Ares melirik sekilas, lalu mengambil cangkir itu tanpa banyak bicara. "Terima kasih."

Tidak ada tatapan lebih lama. Tidak ada jeda canggung. Bahkan tidak ada jejak dari pria yang kemarin menciumnya dengan begitu rakus di ruang meeting.

Raya mengerutkan dahi. Mungkin Ares sedang menjaga jarak di depan orang lain. Ingat ini kantor, harus profesional pikirnya mencari pembenaran.

Sampai siang hari, sikap Ares tetap sama. Datar. Dingin. Profesional. Seolah insiden di ruang meeting kemarin tidak pernah terjadi.

Raya mulai gelisah. Ia mencoba berbagai cara. Saat menyerahkan dokumen laporan keuangan, ia sengaja berdiri sangat dekat, hingga lengan mereka hampir bersentuhan. Ia bisa mencium aroma cologne Ares yang maskulin.

"Pak, ini laporan yang Bapak minta," katanya pelan, menatap Ares dengan tatapan yang ia harapkan terlihat menggoda.

Ares bahkan tidak mengangkat kepala. "Taruh saja di meja."

Raya menggigit bibir, frustasi mulai merayap. Ia meletakkan dokumen itu, tapi tangannya sengaja menyentuh tangan Ares yang sedang memegang pena.

Ares menarik tangannya dengan cepat. Bukan karena tergoda, melainkan seperti refleks menghindari sesuatu yang mengganggu.

"Ada yang lain?" tanya Ares datar, masih fokus pada layar komputernya.

"Ti-tidak, Pak," jawab Raya, suaranya sedikit bergetar karena kecewa.

Namun Raya tidak menyerah. Saat meeting dengan tim marketing, Raya sengaja duduk di seberang Ares. Setiap kali pria itu mengangkat kepala, tatapannya pasti bertemu dengannya. Raya tersenyum lembut, bermain dengan ujung rambutnya, menyilangkan kaki dengan gerakan yang diperhitungkan.

Tapi Ares? Ia bahkan tidak menatap ke arahnya lebih dari dua detik. Fokusnya penuh pada presentasi yang ditampilkan di layar projektor.

Raya mencoba lagi. Saat meeting selesai dan semua orang keluar, ia sengaja tinggal, pura-pura membereskan dokumen.

"Pak Ares," panggilnya dengan nada manis. "Mau saya buatkan kopi lagi?"

"Tidak perlu," jawab Ares singkat, mengumpulkan laptopnya. "Saya ada meeting video conference."

Dan pria itu pergi, meninggalkan Raya sendirian di ruang meeting yang kosong.

Raya menatap punggung Ares yang menjauh dengan tatapan tidak percaya. Tangannya mengepal erat, kuku-kukunya menancap di telapak tangannya sendiri.

"Kenapa? Kenapa dia jadi sedingin ini?!" bisiknya frustasi.

Sorenya Raya sudah mulai putus asa, tapi ia tidak mau kalah. Sekarang ia mencoba taktik yang lebih berani.

Saat Ares sedang sibuk menandatangani dokumen di ruangannya, Raya masuk dengan nampan berisi kopi dan beberapa kue kering.

"Pak, saya bawakan camilan. Bapak belum makan siang dari tadi."

Ares mengangkat kepala. "Kamu tidak perlu repot-repot, Raya."

"Ini bukan repot, Pak," jawab Raya, melangkah mendekati meja kerja Ares. Ia sengaja membungkuk lebih dalam dari biasanya saat meletakkan nampan, memastikan Ares bisa melihat belahan dadanya.

Ia menangkap sekilas, mata Ares yang turun ke arah dadanya. Jantung Raya berdetak kencang. Ini dia! Ares tergoda!

Tapi setengah detik kemudian, Ares sudah memalingkan wajahnya, kembali fokus pada dokumen di hadapannya.

"Terima kasih. Kamu bisa keluar sekarang."

Kalimat itu terdengar seperti perintah. Dingin. Tanpa emosi.

Raya mematung sesaat. Ia merasakan sesuatu yang panas merayap di wajahnya, entah karena malu atau marah.

"Baik, Pak," ucapnya pelan, lalu berbalik keluar dengan langkah gontai, dan tangan mengepal.

Begitu pintu tertutup, Raya bersandar di dinding, napasnya memburu. Tangannya gemetar.

"Apa yang salah denganku?!" bisiknya frustasi. "Kemarin dia menciumku! Kenapa sekarang dia bisa sedingin ini?! Apa ada yang bikin dia tersinggung?"

Raya menarik nafas panjang, mencoba menenangkan perasaannya. Matanya terasa panas. Tidak. Ia tidak boleh menangis. Tidak untuk pria seperti Ares. Ternyata Ares dan Kenzie memang sama. Pria brengsek.

Malam hari saat akan pulang, Raya sudah lelah, tapi harga dirinya tidak membiarkannya menyerah. Sebelum pulang, ia datang dengan touch up riasan lebih tebal, eyeliner tajam, lipstik merah menyala, blush on yang membuat pipinya terlihat merona.

Saat Ares keluar dari ruangannya untuk mengambil dokumen di bagian arsip, Raya "tidak sengaja" berpapasan dengannya di lorong.

"Oh, Pak Ares!" serunya dengan nada kaget yang dibuat-buat. "Kebetulan sekali. Saya mau tanya soal laporan—"

"Tanya ke Pak Budi saja. Dia yang handle," potong Ares tanpa berhenti melangkah.

Raya terpaku. Ia bahkan tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.

"Pa—Pak tunggu!" Raya setengah berlari mengejar dengan heels tingginya. Ia hampir tersandung, tapi berhasil menahan diri.

Ares berhenti, menoleh. Keningnya berkerut dengan tatapan datar. "Ada apa?"

"Saya... saya hanya ingin memastikan semuanya sesuai dengan keinginan Bapak," ucap Raya, berusaha terlihat profesional meski napasnya tersengal.

"Kalau begitu pastikan lewat email. Jangan menggangguku di tengah jam kerja untuk hal-hal sepele." Nada suara Ares lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, wajah Ares pun terlihat sangat terganggu

Kata-kata itu menohok. Keras. Dingin.

Raya merasakan sesuatu retak di dalam dadanya. Ia menunduk, menggigit bibir untuk menahan tangis yang sudah di ujung kelopak matanya.

"Ma-maaf, Pak," bisiknya.

Ares menatapnya sesaat, tatapan yang sulit dibaca, lalu berbalik dan melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Raya berdiri sendirian di lorong, menatap punggung Ares yang semakin menjauh. Tangannya mengepal erat, kuku-kukunya menancap keras di telapak tangannya hingga terasa perih.

"Aku benci kamu, Ares. Kamu dan Kenzie sama saja," bisiknya getir. "Tapi kenapa... kenapa aku tidak bisa berhenti mencoba?"

Air matanya tumpah, tapi ia menahannya keras-keras. Entah kenapa hatinya begitu kecewa. Perasaan yang kemarin sempat berkembang, kini di patahkan oleh sikap Ares.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menggoda Ayah Mantan Kekasihku   Bab 10

    Keesokan harinya, Raya datang ke kantor dengan perasaan campur aduk, malu, gugup, tapi juga sedikit penasaran. Ares sudah membaca pesannya tadi malam, tapi pria itu tidak membalas apa-apa.Apakah strateginya berhasil? Atau malah membuat Ares semakin jijik padanya, menganggapnya seperti wanita murahan?Ares tiba pukul delapan pagi, Raya menyapanya dengan formal seperti biasa. "Selamat pagi, Pak. Ini jadwal Bapak hari ini."Ares mengambil tablet dari tangannya tanpa menatapnya. "Terima kasih."Tapi Raya menangkap sesuatu. Sesaat setelah Ares mengambil tablet itu, tatapannya turun sekilas ke tubuhnya sebelum cepat berpaling.Jantung Raya berdetak lebih cepat. Apa tadi? Apa Ares baru saja meliriknya? Apa semalam berhasil?Entahlah itu berhasil atau tidak. Yang pasti Raya mulai menyadari perubahan kecil pada perilaku Ares.Saat meeting pagi dengan tim finance, Raya duduk di samping Ares untuk mencatat risalah. Beberapa kali ia menangkap Ares melirik ke arahnya, tatapan singkat yang turun k

  • Menggoda Ayah Mantan Kekasihku   Bab 9

    Sudah tiga hari sejak makan malam itu. Tiga hari Raya berusaha bersikap profesional seperti yang diminta Ares. Tiga hari ia mengenakan pakaian tertutup, berbicara formal, dan menjaga jarak.Tapi malam ini, sendirian di kost-nya, Raya menatap ponselnya dengan tatapan frustasi. Di layar terbuka grup chat dengan Liodra tadi siang. Liodra : 'Ray, jalankan jurus terakhir malam ini. Tiga hari udah cukup bikin bos-mu kehilangan sosok Raya yang menggoda.'Raya menatap saran itu lama. Sesuatu di dalam dadanya bergejolak, campuran antara ragu, malu, dan sedikit harapan yang tidak mau mati."Gila... Apa aku sudah gila?" gumamnya, tapi jemarinya sudah membuka kamera ponselnya.Ia berdiri di depan cermin besar di kamarnya, melepas semua pakaiannya kecuali celana dalam hitam satin yang seksi. Jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar."Ini gila. Ini benar-benar gila," bisiknya sambil mengatur angle kamera.Tapi tangannya tidak berhenti. Ia mengambil beberapa foto dari belakang, memperlihatkan

  • Menggoda Ayah Mantan Kekasihku   Bab 8

    Raya berbaring di kasurnya, menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya. Matanya bengkak karena menangis. Tubuhnya terasa remuk.Ponselnya berdering di meja. Nama Liodra muncul di layar.Dengan tangan gemetar, Raya mengangkatnya."Ray! Gimana? Berhasil nggak? Udah jadian sama si bos ganteng?" suara cempreng Liodra memecah hening malam.Raya menutup mata, mencoba menahan sesak di dadanya. Suaranya serak saat menjawab, "Gagal. Dia tahu semuanya. Dia tahu aku cuma deketin dia buat balas dendam ke Kenzie. Dia anggap aku anak kecil.""WHAT?!" Liodra langsung teriak. "Serius?! Aduh, Ray... terus sekarang gimana? Kamu masih mau lanjutin, atau mau udahan aja?"Raya terdiam.Air matanya jatuh lagi tanpa izin. "Gak tahu. Rasanya pengen hilang aja, Li. Aku malu banget. Semua yang aku lakuin, sia-sia. Dan yang lebih parah gajiku bulan ini abis." Suara tangisnya pecah di ujung kalimat.Beberapa detik hening, hanya terdengar suara isak dan tarikan napas tertahan. “Ray...” suara Liodra kali ini t

  • Menggoda Ayah Mantan Kekasihku   Bab 7

    Pukul sebelas malam, Ares masih duduk di kursi kerjanya di ruang pribadi mansionnya. Di hadapannya, sebuah gelas whiskey setengah kosong. Ini gelas ketiganya malam ini.Ditatapnya layar komputernya yang menampilkan foto profil Raya dari database karyawan. Foto itu diambil di hari pertama Raya bekerja, tersenyum polos, mata berbinar penuh harapan, rambut diikat sederhana. Tidak perlu berdandan berlebihan pun Raya sudah terlihat menarik.Sangat berbeda dengan Raya yang ia tinggalkan tadi. Raya yang terluka. Raya yang hancur.Ares menutup mata, mencoba mengatur detak jantungnya yang memburu. Baru saja ia melakukan kebohongan terbesar dalam hidupnya. Dan yang lebih menyakitkan, ia harus menyaksikan bagaimana wajah Raya berubah dari harapan menjadi kehancuran total.Mata gadis itu berkaca-kaca. Bibirnya yang bergetar menahan isak. Tangannya yang gemetar saat menggenggam tas."Sialan," desis Ares, membuka mata dan menatap pantulannya sendiri di jendela dengan penuh kebencian.Ares meneguk w

  • Menggoda Ayah Mantan Kekasihku   Bab 6

    Malam itu, Raya duduk di kamar kost-ya, menatap kosong ke arah layar laptopnya yang membuka folder berisi foto-foto dirinya dengan Kenzie dulu, saat mereka masih bahagia."Kenzie... aku melakukan semua ini karena kamu," gumamnya getir. "Tapi kenapa diacuhkan Ares, aku malah lebih patah hati?"Ponselnya berdering. telepon dari Liodra, satu-satunya sahabat yang mengetahui niatnya menggoda Ares, ayah Kenzie."Raya, gimana udah berhasil belum misinya?" seru Liodra di seberang telepon.Raya terdiam lama, sampai akhirnya menjawab dengan nalas, "Belum. Dia sepertinya emang kebal." "Tidak mungkin! Kamu udah pake semua jurus kan?""Aku udah lakuin semuanya, Li."Sesuatu di dalam dada Raya bergejolak campuran antara putus asa, frustasi, dan sedikit harapan yang tidak mau mati."Dengerin, Ray. Sebagai 'ani-ani' profesional, aku kasih tahu ya cara yang paling ampuh. Pancing dia dengan sentuhan yang lebih berani terlebih dulu," ujar Liodra.Sebagai simpanan seorang direktur tentu Liodra lebih pah

  • Menggoda Ayah Mantan Kekasihku   Bab 5

    Raya tiba di kantor pagi itu dengan senyum penuh percaya diri. Kemarin ia berhasil membuat Ares kehilangan kontrol. Ciuman itu yang panas dan intens adalah bukti nyata bahwa rencananya berhasil. Kini, ia hanya perlu mendorong sedikit lagi.Hari ini, sengaja ia memakai gaun hitam selutut dengan potongan V di bagian dada, cukup menggoda tapi tetap terlihat profesional. Rambutnya ia gerai dengan sedikit gelombang, memancarkan aura feminin yang lebih kuat. Parfum vanilla-nya sengaja ia semprotkan sedikit lebih banyak. Di cermin toilet kantor, ia tersenyum puas melihat penampilannya."Hari ini pasti lebih berhasil," bisiknya pada bayangannya sendiri.Seperti kemarin, ia datang lebih awal dan membuatkan kopi untuk Ares. Saat pria itu tiba, Raya menyambutnya dengan senyum manis, sedikit memiringkan kepalanya, pose yang ia pelajari dari video semalam, "bagaimana terlihat menggoda secara natural"."Selamat pagi, Pak. Kopi Anda sudah siap," ucapnya dengan nada suara yang sengaja dibuat lebih le

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status