Share

Nah lo! Pedo!

Penulis: Centong ajaib
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-14 22:50:00

Langit siang tampak cerah, tapi hati Nabila mendung.

Ia duduk di taman kampus dengan buku terbuka di pangkuannya, namun matanya kosong menatap rumput. Halaman yang seharusnya ia baca hanya dibolak-balik tanpa dipahami. 

Angin sepoi mengibaskan helai rambutnya, tapi ia tak peduli. Beberapa mahasiswa lalu lalang, tertawa dan mengobrol, sementara Nabila justru tenggelam dalam pikirannya sendiri.

“Aku salah ya...?” gumamnya lirih.

Ia memikirkan pamannya, Govan. Sejak kemarin, ekspresi pria itu terlihat lebih berat dari biasanya. Seolah-olah Govan sedang menahan sesuatu yang besar, dan tak ingin membaginya.

“Apa aku sudah terlalu sering bikin Om risih?” pikir Nabila, menggigit ujung pulpen.

Ia tahu, dirinya beban dan suka mengganggu Govan, tapi semua itu ia lakukan karena ia merasa nyaman. Karena Govan bukan hanya pamanny

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Menggoda Sang Paman   Nah lo! Pedo!

    Langit siang tampak cerah, tapi hati Nabila mendung.Ia duduk di taman kampus dengan buku terbuka di pangkuannya, namun matanya kosong menatap rumput. Halaman yang seharusnya ia baca hanya dibolak-balik tanpa dipahami.Angin sepoi mengibaskan helai rambutnya, tapi ia tak peduli. Beberapa mahasiswa lalu lalang, tertawa dan mengobrol, sementara Nabila justru tenggelam dalam pikirannya sendiri.“Aku salah ya...?” gumamnya lirih.Ia memikirkan pamannya, Govan. Sejak kemarin, ekspresi pria itu terlihat lebih berat dari biasanya. Seolah-olah Govan sedang menahan sesuatu yang besar, dan tak ingin membaginya.“Apa aku sudah terlalu sering bikin Om risih?” pikir Nabila, menggigit ujung pulpen.Ia tahu, dirinya beban dan suka mengganggu Govan, tapi semua itu ia lakukan karena ia merasa nyaman. Karena Govan bukan hanya pamanny

  • Menggoda Sang Paman   Memantau

    Sudah beberapa hari berlalu dan Govan merasakan ada yang mengusik pikirannya, sesuatu yang semula hanya samar dan tak penting, kini tumbuh seperti benih liar di tengah dadanya.Akhir-akhir ini Nabila sering keluar rumah, sesekali pamit sekadar beli buku, kadang beralasan ingin ngumpul bareng temen. Namun ketika pulang selalu sama Berlian.Govan tidak pernah bertanya. Tapi matanya selalu menangkap detail cara Nabila tersenyum saat membuka pagar, tawa kecilnya yang renyah terdengar dari teras, dan suara motor Berlian yang mulai terasa terlalu akrab di telinganya.Disuatu pagi itu, ketika matahari baru naik setengah dan langit bersih serta udara terasa segar. Di ruang makan, Govan duduk sendiri dengan koran dan secangkir kopi. Kemejanya sudah rapi, dasi tergantung longgar di leher. Tapi tatapannya kosong. Mengarah ke halaman depan, menembus jendela.Lalu suara yang ia kenal datang lagi, ra

  • Menggoda Sang Paman   Sleep call

    Malam itu...Langit tampak tenang, bulan setengah menggantung malu-malu di balik awan tipis. Di kamar Nabila yang hanya diterangi lampu tidur kekuningan, layar ponsel terus menyala pelan.Sebuah notifikasi pesan dari Berlian masuk.“Masih melek?”Nabila yang sedang membaca buku sambil tiduran langsung tersenyum kecil. Ia meletakkan buku di dada dan mengetik cepat.“Baru mau merem. Kenapa?” Nabila membalas.Detik berikutnya, panggilan masuk dari Berlian muncul di layar.“Dasar…” gumamnya terkekeh kecil. sebelum mengangkat panggilan.“Hallo?” suara Berlian terdengar di seberang, hangat dan santai.“Tumben nelpon.”“Yah... Kangen dengar suara kamu aja,” jawa

  • Menggoda Sang Paman   Senyum itu untuk siapa?

    Di dapur, aroma teh melati perlahan menguar dari cangkir yang baru diseduh. Nabila berdiri memandangi air mendidih yang mengalir ke dalam mug, tapi pikirannya melayang jauh ke belakang… ke momen beberapa menit lalu, tepat di depan pagar rumah.Wajahnya memerah pelan, tak bisa menahan senyum yang perlahan merekah.Flasback.Tangan Berlian mengangkat helm pelan dari kepala Nabila, lalu menepuk-nepuk rambutnya yang berantakan. Gerakannya lembut. Mata mereka sempat bertemu sejenak dalam sorot lampu jalan yang remang.Ada hening singkat. Tapi bukan hening yang kaku melainkan hening yang terasa penuh.“Helmmu gak copot-copot dari tadi. Rambutmu kusut semua,” celetuk Berlian, berusaha mencairkan suasana.“Biarin. Yang penting gak jatuh,” jawab Nabila, menepis tangannya pelan.Tapi kemudian gerakan yang tidak disangka terjadi. Berlian mendekat, jari te

  • Menggoda Sang Paman   Cemburu Govan?

    Di ruang tengah, Govan duduk sendiri di atas sofa. TV menyala menampilkan tayangan acak, tapi matanya tak benar-benar memperhatikan. Sesekali ia melirik ke arah jam dinding, lalu kembali menatap layar ponselnya seolah menanti sesuatu yang tak kunjung datang.Pukul 20.47.Masih belum ada kabar lagi dari Nabila.Ia menghela napas panjang, menyandarkan punggungnya ke sofa. Tangannya menggenggam ponsel erat, lalu jempolnya secara otomatis membuka pesan terakhir dari Nabila, pesan yang dikirim beberapa jam lalu."Om, aku ke gym sama Riska ya. Gak lama kok, paling jam tujuh udah balik."Dan ia hanya membalas singkat."Oke. Hati-hati ya."Itu tadi dan sekarang sudah lewat dari waktu yang disebutkan. Ia tahu Nabila sudah cukup dewasa untuk menjaga diri, tapi tetap saja... gelisah ini tak bisa ditepis.Govan berdiri, berjalan ke jendela samping dan menyingkap sedikit tirai. Pandangannya menatap jalanan depan rumah yang masih cukup ter

  • Menggoda Sang Paman   Ayam bakar

    “Laper gak?” tanya Berlian akhirnya.“Laper banget. Tapi aku belum kepikiran mau makan apa.” Nabila nyengir kuda, perutnya udah kerongkongan dari tadi.“Aku tahu satu tempat enak. Gak jauh dari sini. Ada ayam bakar, bumbunya enak. Kamu mau?”“Ayam bakar? Boleh tuh. Apalagi kalau bumbunya nendang.” Nabila mengangguk kecil.“Oke, kalau gitu, Princess. Mari ikut aku ke tempat paling sakral untuk pecinta ayam bakar.” Berlian tersenyum senang. Ia langsung berdiri dan meraih handuk kecil dari lehernya.Nabila tersenyum girang mendengar ajakan berlian. Mereka pergi bersihkan badan terlebih dahulu sebelum pergi ke tempat ayam bakar.Tak sampai lima belas menit, mereka sudah duduk berdua di sebuah warung sederhana yang cukup nyaman. Tempatnya tidak besar, tapi cukup bersih dan punya ar

  • Menggoda Sang Paman   Kamu kenapa berlian?

    Sore itu langit tampak mendung, tapi di dalam ruang gym yang terang benderang dan dipenuhi semangat, suasananya hangat. Musik upbeat mengiringi deru mesin dan napas terengah para pengunjung. Di sudut dekat rak dumbbell, Nabila sedang melakukan gerakan stretching dengan serius. Sementara Riska sibuk menyesuaikan tali sepatunya.“Eh, kamu yakin kita mulai dari treadmill dulu?” tanya Riska.“Yakin. Biar pemanasan dulu,” jawab Nabila, masih fokus membungkuk dan merentangkan tubuhnya.Baru saja mereka bersiap menuju treadmill, pintu gym terbuka, dan masuklah seorang cowok dengan rambut agak awut-awutan dan tas ransel selempang.“Hei!” Pemuda itu melambai kecil, senyumnya tak bisa ditahan.Nabila menoleh. Seketika matanya membesar. “Berlian?”“Astaga, kamu kok kamu bisa disini? Mau olahraga j

  • Menggoda Sang Paman   Galau

    Langkah Govan terdengar mantap menyusuri lobi kantor. Setelan jasnya rapi, rambut disisir ke belakang dengan gaya yang sederhana tapi elegan.Tatapannya fokus, meski ada sedikit bayang kelelahan yang tersisa dari semalam. Tapi ada pula sesuatu yang berbeda, seberkas cahaya tenang di balik ekspresinya. Mungkin karena pagi ini dimulai dengan seseorang yang membuatnya tersenyum, meski hanya lewat kecupan singkat.“Selamat pagi, Pak Govan.”Laras sudah berdiri di depan ruangannya, menyambutnya dengan senyum yang lembut tapi penuh harap. Rambutnya digelung rapi, dan ia mengenakan blouse biru muda yang membuatnya tampak profesional dan segar.“Pagi, Laras,” jawab Govan singkat, mengangguk.“Saya sudah print laporan meeting kemarin. Juga jadwal hari ini, ada rapat internal pukul sepuluh, lalu makan siang dengan Pak Haris dari klien T Group.” Lar

  • Menggoda Sang Paman   Kecupan pagi hari

    Cahaya pagi menyelinap malu-malu di balik tirai jendela. Burung-burung berkicau pelan, seolah ikut membangunkan dunia yang masih terlelap. Di dapur, aroma roti panggang dan telur mulai menyebar, tanda bahwa Nabila sudah bangun lebih dulu.Gadis itu melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 07.15. Ia menoleh ke arah tangga dengan dahi mengernyit.“Lho, biasanya jam segini Om Govan udah rapi,” gumamnya.Ia melepas apron, mencuci tangan cepat, lalu naik ke lantai atas. Langkah kakinya ringan, tapi wajahnya menunjukkan sedikit cemas. Ia berdiri di depan kamar Govan, mengetuk pelan.Tok... Tok... Tok...“Om? Udah pagi… harusnya udah siap-siap ke kantor, lho,” panggilnya.Tidak ada jawaban.Tok... Tok... Tok...“Om, bangun! Udah Jam tujuh lewat!” Nabila mengetuk lagi, kali ini agak keras.Masih hening.Nabila akhirnya mendorong pintu perlahan. Suara derit hal

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status