Share

6. Surat Wasiat

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-08-10 09:54:49

Happy Reading

*****

Jenni tak menjawab malah tertawa lebar. Sementara itu, sang pembantu mulai resah. Ardha menggedor pintu kamarnya, berharap sang majikan akan membuka kunci dan membiarkan dia keluar. Perilaku Harsa saat ini sangat menakutkan.

"Pak, Anda sebenarnya kenapa?" tanya Ardha setelah mendengar langkah kaki Jenni menjauh.

Menatap pembantunya lekat dari ujung rambut hingga kaki, Harsa menarik pinggang Ardha hingga keduanya kini menempel erat. "Aku cuma mengimbangi permainan Jenni. Dia sengaja mengurung kita di sini. Membiarkan aku melampiaskan semua hasrat padamu. Jadi, mari sukseskan apa yang sudah dia rencanakan," katanya.

Harsa mulai mendekatkan bibirnya, sedangkan Ardha berusaha menjauhkan diri agar tidak larut dalam permainan sang majikan.

"Pak, jangan begini. Artinya, kita sama saja kalah dalam permainan Bu Jenni," ucap Ardha agar sang majikan tidak menodainya. Walau selama ini si perempuan sering menggoda Harsa, tetapi jika sampai tidur dan berhubungan intim, jelas Ardha tidak mau.

"Aku tidak akan benar-benar menyentuhmu. Kita cuma akting saja. Aku yakin, Jenni menaruh kamera di kamarmu ini. Jika tidak, kenapa dia bisa tahu dan langsung mengunci kita di kamar ini."

Harsa kembali memajukan bibirnya, tetapi dengan cepat dicegah oleh telapak tangan sang pembantu. "Saya rasa nggak akan ada kamera pengintai di kamar ini. Mungkin, Bapak salah menduga."

Di saat Harsa dan Ardha sedang berdebat di kamar, Jenni mulai menyalakan laptopnya. Jarinya bermain di atas keyboard. Tatapannya mulai fokus pada layar. Namun, sampai beberapa menit kemudian, dia belum juga mendapatkan apa yang diinginkan.

"Sialan, kenapa tidak berfungsi. Padahal, jelas-jelas aku sudah meletakkan kamera pengintai di kaktus itu. Bunga itu juga terlihat jelas berada di atas meja rias Ardha tadi. Tapi, kenapa tidak berfungsi." Jenni mengeram penuh kekesalan. Jika seperti ini, sia-sia apa yang sudah diusahakannya. 

Mengambil ponsel, mulai menghubungi seseorang. "Gimana ini?" tanyanya tergopoh.

"Ada apa, rencanamu gagal?" kata seseorang di seberang sana.

"Aku tidak akan punya bukti perselingkuhan Harsa. Artinya, kemungkinan untuk menjatuhkannya semakin kecil."

Terdengar suara tawa dari lawan bicara Jenni.

"Kenapa kamu malah tertawa?"

"Menurutmu, apa dia tahu tentang rencana yang sedang kita jalankan?" tanya seseorang itu.

"Kayaknya, sih, dia tidak tahu. Semua yang aku lakukan sangat rapi." Walau berkata demikian, tetapi Jenni merasa apa yang dikatakan lawan bicaranya itu kemungkinan besar ada benarnya.

"Apa pembantumu itu yang membocorkan rahasia kita?"

"Sialan!" umpat Jenni keras dan langsung mematikan sambungannya tanpa salam. Perempuan bertubuh sintal dengan kulit mulus seputih salju itu, meninggalkan ruangan tersebut dengan kemarahan.

Jenni berjalan ke arah kamar sang pembantu. Langkah terhenti di depan pintu. Ragu untuk membuka kunci yang telah dia bawa sendiri. Perempuan itupun menempelkan telinganya ke daun pintu. Hening, tak ada suara apa pun dari dalam sana.

"Apa mungkin apa yang dikatakannya benar? Ardha, aku akan menghukummu jika sampai itu terjadi. Jangan berharap hidupmu baik-baik saja setelah mengkhianatiku." 

Tak sabar melihat apa yang sudah dilakukan dua orang di kamar tersebut. Jenni  memasukkan kunci yang sejak tadi berada di kantong celananya ke lubang pintu. Pemandangan yang cukup mencengangkan matanya. Harsa dan Ardha berpelukan dengan pakaian yang nyaris bugil. Perempuan itu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengabadikan apa yang terjadi. Setelahnya, dia menutup kembali pintu kamar dan berlalu meninggalkan keduanya.

Harsa membuka mata beberapa menit kemudian, tersenyum puas ketika mengetahui sang istri sudah meninggalkan kamar tersebut. "Bangun," perintahnya pada sang pembantu.

Membuka mata, Ardha menatap sang majikan. "Apa rencana kita sudah berhasil?"

"Lima puluh persen, kemungkinan dia menganggap jika rencananya sudah berhasil," jawab Harsa. Kini, kakinya sudah menapaki lantai dan bersiap meninggalkan kamar pembantunya. Namun, sebelaum dia benar-benar meninggalkan kamar tersebut. Harsa berbalik, menatap Ardha yang masih betah cuma mengenakan dalaman saja. "Segera bersiap, aku akan mengajakmu keluar sebentar lagi."

"Baik," jawab Ardha patuh. Pembantu itu melihat kepergian majikannya dengan senyum lebar. Turun dari pembaringannya, dia mengambil sebuah benda yang terselip diantara alat-alat make up miliknya.

Setelahnya, dia segera ke kamar mandi tak jauh dari dapur yang memang dikhususkan untuk pembantu. Ardha berniat memenuhi tugasnya menemani Harsa. Perempuan itu sangat bahagia bisa selalu berdekatan dengan sang majikan walau cuma sebagai penunjang rencana.

Keluar dari kamar mandi, suara Harsa sudah terdengar memanggilnya. "Apa kamu sudah siap?"

"Lima menit lagi, Pak. Saya nggak lama kok kalau dandan."

"Oke, aku tunggu."

Bergerak cepat ke kamarnya. Ardha segera mengganti pakaian dan merias wajah. Kulit sehat dan putih bersih serta parasnya yang memang di atas rata-rata, pembantu itu tidak perlu memoles wajahnya dengan make up tebal. Jadi, kurang dari lima menit, dia sudah keluar dengan pakaian rapi dan menawan.

"Pak, saya sudah siap," ucap Ardha. Berdiri tepat di hadapan sang majikan pria yang tengah asyik manatap ponselnya.

Harsa mendongak dan saat itu juga netra keduanya bertemu. Ardha tidak bisa memungkiri jantungnya yang berdesir hebat ketika ditatap dengan intens, demikian juga dengan Harsa. Jantungnya berdebar hebat seperti pertama kali dia jatuh cinta pada sang mantan istri.

"Tidak, aku tidak mungkin jatuh cinta pada wanita seperti yang jelas tidak memiliki latar belakang pendidikan dan keluarga dari kalangan atas," kata Hars dalam hati. Segera membuang muka.

"Ayo berangkat," perintah Harsa. Menyerahkan tas jinjingnya pada sang pembantu.

"Kita mau ke mana, Pak?"

"Kamu akan tahu nantinya."

Lelaki itu berjalan terlebih dulu ke arah garasi. Di belakangnya, Ardha mengikuti tanpa banyak kata bahkan sampai mereka masuk mobil.

"Pak, kita sebenarnya mau ke mana?" tanya Ardha mengulang pertanyaan sebelumnya.

"Kita ke kantor pengacara."

Ardha cuma mengangguk walau dalam hati terus bertanya untuk apa sang majikan mengajaknya ke kantor notaris. Namun, semua pertanyaan itu tidak bisa keluar dari bibirnya hingga dia benar-benar sampai di sebuah ruangan.

"Kamu tunggu di sini," perintah Harsa.

"Baik, Pak."

Harsa masuk ke ruangan tersebut sendirian. Sementara Ardha, menunggu di sofa tak jauh dari ruangan tersebut. Perempuan itu mengedarkan pandangan. Mengamati tempat yang terasa aneh baginya.

Di dalam ruangan tersebut, Harsa bertemu dengan kenalan lama.

"Aku mau kamu mengubah surat wasiat yang pernah dibuat sebelumnya. Jenni tidak bisa dipercaya. Mungkin, saat ini dia sudah mengalihkan semua asetku atas namanya. Kemarin, dia sudah mengambil sidik jariku."

"Kamu terlalu ceroboh, Sa. Kalau sampai dia mengalihkan semua aset yang kamu miliki atas namanya dengan cap jempol itu, bagaimana?" tanya lelaki dengan kemeja abu-abu di depan Harsa.

Harsa tertawa keras. "Kamu kira aku bodoh? Surat asli yang dibuat Jenni sudah aku amankan. Aku menggantinya dengan surat lain."

"Syukurlah kalau begitu," ucap sang pengacara, "Lalu, surat wasiat seperti apa yang kamu inginkan?"

"Aku ingin memasukkan nama Ardha di dalam surat wasiat tersebut."

"Siapa Ardha? Apakah dia orang yang kamu cintai?"

Harsa menatap sang pengacara dengan tatapan yang sulit dipahami. "Dia adalah pembantu baru di rumahku."

"Hah?!" tanya sang pengacara tak percaya. "Gila. Kamu akan memberikan sebagian harta untuk orang yang baru kamu kenal?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menggoda Suami Majikanku   94. Chat Pengubah Fokus

    Happy Reading***"Yan, lepas," pinta Thalia terbata, tetapi sang pengacara malah mengetatkan tangannya. Sang asisten hampir kehabisan napas. Air matanya sudah mengajak sungai, isakan pun mulai terdengar. Yandra menatap sang kekasih, raut wajahnya berubah sedih dan perlahan tangannya mengendur."Maafkan aku, Honey. Aku nggak bermaksud menyakitimu." Kedua tangan sang pengacara menangkup pipi Thalia. Bergerak perlahan mengusap air mata yang berjatuhan. Lalu, lelaki itu menyatukan kening mereka. Ada banyak kesedihan di mata sang pengacara melihat kekasihnya kesakitan."Kamu gila, Yan. Kenapa ada pengacara yang memiliki sifat sepertimu," bentak Thalia sambil berusaha melepaskan diri. "Honey, jangan katakan itu. Aku cuma terlalu mencintaimu, aku sangat takut kamu pergi. Meninggalkan aku dengan sejuta harapan dan rencana masa depan kita," ucap sang pengacara begitu memilukan.Andai Thalia benar-benar jatuh cinta pada Yandra, mungkin kalimat yang dikeluarkan tadi sangat menyentuh hati sehi

  • Menggoda Suami Majikanku   93. Yandra Menggila

    Happy Reading*****Jenni diam, tetapi tatapannya berpindah-pindah antara Elang dan Harsa. Sepertinya, perempuan itu sedang mencari dukungan dari salah satu lelaki di hadapannya. "Apakah benar bukti yang kamu katakan itu adalah hasil tes DNA janinmu?" tanya Harsa mengulang pertanyaan Elang sebelumnya.Elang tersenyum. "Bagus jika kamu melakukannya. Jadi, nggak akan ada nama pria lain yang tercemar karena ulah pengacara itu," ucapnya. "Aku cuma belajar darimu, Lang," ucap Jenni. Tak ada lagi panggilan manja pada lelaki yang pernah berhubungan dekat dengannya. Elang mendengkus, lalu tertawa lirih. "Jadi, kamu sudah menduga jika hal-hal seperti ini akan terjadi?""Pastinya. Hubungan kami tidak terjalin dalam satu atau dua bulan dan kami sering melakukan hubungan intim. Yandra tidak pernah mau memakai pengaman saat kami melakukannya." Cukup lantang, Jenni membeberkan hubungan intimnya bersama Yandra tanpa ada rasa penyesalan sedikitpun. Perempuan itu bahkan seolah mengabaikan kehadira

  • Menggoda Suami Majikanku   92. DNA

    Happy Reading*****"Mas Harsa?" kata Jenni terkejut. Tak menyangka Harsa masuk tanpa diketahui siapa pun.Elang tersenyum tipis. Jemarinya bergerak di dalam saku. Mematikan alat perekam yang dihidupkan tadi. Bukti itu sudah kuat. "Kenapa kamu merusak nama baik sahabat karibku?" bentak Harsa, tak terima ketika sang istri menyebut nama Yandra.Sebenarnya, sudah agak lama Harsa berdiri di depan pintu sambil menguping pembicaraan keduanya. Ingin juga mengetahui siapa ayah janin di rahim sang istri. Namun, pengakuan Jenni menjadi tamparan baginya. Harsa tak terima jika sahabat karibnya dijadikan kambing hitam oleh perempuan yang gemar berselingkuh itu. Jenni melirik Elang, berusaha mencari dukungan. Lelaki berkemeja hitam itupun menoleh ke arah Harsa. "Tenang, Sa. Nggak perlu kamu membela sahabat karibmu secara brutal. Kita ini cuma manusia biasa, tempat salah dan khilaf. Mungkin, Yandra saat ini sedang khilaf. Jadi, dia nggak peduli jika Jenni adalah istrimu sehingga menyebabkan masal

  • Menggoda Suami Majikanku   91. Yandra

    Happy Reading*****Ardha dan Thalia memukul keras lengan Elang. Lalu, ketiganya pun tertawa."Apa pun yang kamu lakukan, aku percaya semua akan berakhir baik," kata Thalia. "Pokoknya, Mas Awan nggak boleh membahayakan diri sendiri demi mendapat kebenaran dari Jenni," tambah Ardha. Masih ada sisa-sisa kekhawatiran pada perempuan yang telah melahirkan Zanitha itu. "Tenang saja, Dek. Nggak usah khawatir berlebihan sama Mas," sahut Elang. Mengusap lembut kepala perempuan yang sangat disayanginya itu. "Ya, sudah. Adek percaya sama rencana, Mas Awan." Ardha berusaha menenangkan hatinya bahwa Elang pasti bisa mengatasi semua permasalahan tersebut dan mendapat bukti kuat tentang Yandra dan Jenni. "Jadi, setelah kita mendapatkan bukti-bukti kuat itu, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanya Elang pada dua perempuan di depannya. "Menurutmu, Mas?" tanya Ardha membalik pertanyaan Elang. "Kamu ini sengaja ngetes kita apa gimana, sih, Lang?" sindir Thalia, "jelas-jelas kalau kita dapa

  • Menggoda Suami Majikanku   90. Gempar

    Happy Reading*****Seketika, Ardha menoleh pada si mas. Matanya membulat dan hampir saja dia tersedak karena mendengar pertanyaan Elang. "Mas, kenapa ngambil kesimpulan seperti itu?" tanya Ardha. "Mas cuma menyimpulkan apa yang sudah didengar dari rekaman ini." Elang menunjukkan benda berbentuk bulat lonjong di tangannya. "Coba saja dengarkan, kamu pasti akan mengambil kesimpulan sama seperti yang Mas katakan sekarang."Ardha mengambil benda mungil di tangan Elang, mulai menyetel alat perekam tersebut dan mendengarkan dengan saksama. Ardha tak henti-hentinya membekap mulutnya sendiri dengan tangan ketika suara bentakan yang bernada ancaman keluar dari bibir sang pengacara. Sesekali menatap Thalia dan Elang, bergantian. Ardha benar-benar tak percaya jika ternyata Yandra jauh lebih jahat dari perkiraannya. Setelah semua rekaman sudah didengarkan, wajah perempuan itu memucat. "Mas, bagaimana bisa Yandra mengkhianati sahabat karibnya sendiri?" ucap Ardha. "Sekarang, Adek pasti berke

  • Menggoda Suami Majikanku   89. Terungkap

    Happy Reading***Ardha menatap Elang disertai gelengan kepala, tanda jika lelaki itu tidak boleh meneruskan perkataan kasarnya tadi. "Li, katakan dengan jelas. Ada apa sebenarnya? Kamu nggak perlu sampai takut seperti ini." Ardha menggeser posisi duduknya lebih dekat pada sang sahabat. Penepuk-nepuk punggung Thalia lembut, menenangkan. "Ar, kamu nggak akan pernah percaya jika aku mengatakan semuanya," ucap Thalia. Detik berikutnya, dia menatap si bos. "Lang, aku nggak mau lagi dekat-dekat sama Yandra. Dia lelaki yang cukup menakutkan," keluhnya.Kening Elang berkerut, kedua alisnya hampir menyatu mendengar perkataan sang asisten. "Lia, aku mengenalmu sudah bertahun-tahun dan baru kali ini, kamu ketakutan.""Lang, Yandra ...." Ucapan Thalia terhenti karena ada yang mengetuk pintu ruangan tersebut. "Masuk," pinta Ardha. Seorang lelaki masuk dengan membawa tas plastik berisi susunan kotak makan beserta beberapa gelas jus kemasan. "Pak, ini makanan yang dipesan Bu Ardha kita kurirny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status