Share

Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku
Menghitung PELAKOR Di Hati Suamiku
Penulis: Rein_Angg

BAB 1 "MALAM PERTAMA"

Malam ini adalah malam pernikahanku. Rasa penat, lelah, nyeri menghunjam di sekujur pergelangan kaki. Ya, berdiri berjam-jam memakai hak tinggi rupanya cukup menyiksa. Meski aku sudah biasa memakainya untuk bekerja, tetap saja rasanya sangat sakit.

“Sini, Mas pijetin,” ucap Mas Ricky menarik kakiku ke atas pangkuannya.

Suami yang lebih tua delapan tahun daripada usiaku. Wajahnya sangat tampan dengan kulit putih bersih. Ia bekerja sebagai manajer area di sebuah bank swasta terkenal, tempat kami bertemu hingga akhirnya menikah.

“Nggak nyangka, kita akhirnya nikah juga, ya, Mas,” celotehku asal berbunyi. Memang aku tipe orang yang ceplas-ceplos. 

“Yah, namanya jodoh, Cha,” sahutnya santai masih terus memijat kakiku.

Kutatap perbuatannya menyentuh tubuh ini. Ia tersenyum begitu tulus. Bahkan, rona bahagia terpancar jelas di wajahnya. Tidak kupungkiri, aura khas para raja memang memancar di sana. Mas Ricky berasal dari Solo, kotanya para raja. Ia pun memiliki gelar Raden Bagus di depan namanya. Keturunan ningrat, itulah dia.

Seandainya saja status darah biru bisa berbanding lurus dengan kelakuan, mungkin aku tidak akan ada dalam rasa muak, sesak, dan kalah pada malam pertamaku.

Kulirik telepon genggam yang ada di atas meja. Baru saja sebuah chat masuk dan terlihat di layar notifikasi saat Mas Ricky di kamar mandi. Ada nama Tanti, mantan yang sangat tergila-gila dengan Mas Ricky. Bisa-bisanya ia mengirim pesan menjijikkan.

[Jangan mikirin aku saat bercinta dengan Anissa.] Begitu yang aku baca tadi.

Dasar wanita bejat! Sudah punya suami, loh, dia itu! Masih saja meringsek ke lelaki lain, ke suamiku.

Namun, dimana ada asap, di situ ada api. Tanti tidak akan begitu kalau Mas Ricky tidak menanggapi, bukan?

Aku sengaja diam dan menanti reaksi suamiku. Apakah dia akan bercerita? Atau justru menghapus pesan dan bersikap seolah tidak ada apa-apa?

Gila! Begitu selesai mandi, Mas Ricky langsung menghapus pesan itu. Wajahnya pun tidak terlihat panik. Semua biasa saja. Apa-apaan ini? Aku menjerit dalam hati. Malam pernikahan yang kacau!

Bahkan, sekarang dengan santainya ia memijit kakiku seolah tidak terjadi apa-apa.

“Mas, cewek-cewek itu masih suka ngegodain kamu, nggak?” selidikku pura-pura merajuk. Mas Ricky tahu kalau aku suka cemburu dengan para wanita di sekelilingnya.

“Hmm, kamu sendiri gimana? Cowok-cowok masih suka ngajakin hang out, nggak?” balasnya ikutan merajuk. “Malam pertama kok bahas orang lain, toh, Cha?”

“Pengen aja. Kenapa? Nggak boleh?” sahutku semakin cemberut.

Ih, kenapa sih dia harus sembunyikan kehadiran Tanti. Aku benar-benar menanti Mas Ricky menceritakan semuanya.

“Nggak boleh, dong! Ini kan malam pertama. Kita harusnya … itu tuh!” Ia menaikkan pijatan ke atas pahaku.

“Hmm, terusin aja. Alih pembicaraan, kan?” tukasku kesal. Kutarik paha dan kutepis tangannya.

“Ayolah, Cha. Jangan begini. Yuk, kita matiin lampu, terus kita … ehm ehm,” rayunya tak kenal menyerah.

Ia menubruk tubuhku dengan peluk dan cium. Jemarinya mulai menggerayangi lingerie seksi hadiah dari Rini, sahabat baikku.

“Kamu seksi sekali malam ini, Beb!” bisiknya semakin mendesah. Bisa kurasakan jemari yang besar-besar itu menyelinap ke berbagai celah di area sensitif tubuhku.

Bukannya menikmati, aku justru wondering. Kenapa dia begitu ahli? Katanya belom pernah make love dengan siapa pun juga. Lalu, kalau memang benar, kenapa tidak ada lagi rasa canggung atau malu?

“Ah!” Aku menjerit kecil ketika merasakan tekanan di bawah pusar. Benar-benar ahli suamiku ini! Dari cerita yang aku dengar, malam pertama biasanya sama-sama malu dan bingung.

Sementara saat ini, aku yang malu dan bingung, sedangkan dia sudah ahli dan tak kepalang tanggung langsung membuatku melayang dengan rangsangan-rangsangan.

Otak mulai berkabut. Desiran dan rasa panas menjalar di seluruh tubuhku. Ah, semua ini terasa sungguh mendebarkan.

Kutinggalkan rasa curiga, cemburu, dan prasangka. Malam ini, adalah malam pertama kami. Kuputuskan untuk melupakan semua dan pasrah menyerahkan mahkota kesucian pada Mas Ricky, suami tercinta.

***

Mendekati waktu Subuh, aku terbangun. Udara dingin dari AC menusuk kulit lenganku yang polos tanpa pakaian. Mas Ricky melarangku untuk memakai pakaian. Ia ingin tidur dengan kami berdua sama-sama telanjang. Katanya, dengan begini akan lebih intim.

Ada sedikit rasa nyeri di bawah sana. Aku berdiri dan memegang kewanitaanku. Khawatir saja kalau ada apa-apa yang membuatnya sakit. Ketika aku bangkit, ada bercak merah di atas kasur. Aku bangga, menjadi perawan untuk suami tercinta.

Kembali masuk ke bawah selimut, aku berusaha tidur. Entah kenapa, sesuatu terus menggelayuti pikiran. Hati ini tidak tenang. Katakanlah ini firasat seorang wanita, karena setelah itu ponsel Mas Ricky berbunyi lagi dalam mode getar.

Aku penasaran. Kuintip wajah lelapnya. Ia tertidur sangat pulas. Setelah bercinta dua ronde sepertinya ia kehabisan tenaga. Ia tidak akan tahu kalau aku melihat ponselnya.

Sial! Lagi-lagi Tanti! Wanita jahanam! Aku terus memaki dalam hati.

[Sudah tidur, ya? Gimana malam pertama dengan Anissa? Enak?] tulis Tanti pagi ini.

Aku tidak tahan lagi! Kubangunkan Mas Ricky dengan mengguncang tubuhnya.

“Mas! Bangun! Aku mau bicara!” seruku persis di telinganya. “Cepat bangun!”

Dengan berat, ia membuka mata dan langsung menguap. “Apaan, Cha?” tanyanya kesal menatapku, mengantuk.

“Nih! Jelasin! Aku mau kamu buka chatnya! Aku mau lihat!” todongku tanpa basa-basi.

Mata Mas Ricky mendelik begitu melihat chat Tanti, sang mantan. “Ah, nggak usah dipeduliin! Dia itu cuman kesepian aja!”

“Pokoknya buka! Aku mau baca!” paksaku tidak peduli. Mau dia kesepian kek, mau dia keramean kek, tidak seharusnya dia chat suami orang jam tiga dini hari.

“Haduuuh! Ngeganggu aja! Nih, buka dan baca sendiri!” Mas Ricky menyerahkan ponsel setelah membuka layar dengan menekan pola password.

Mataku tak berkedip saat ia menekan layar dan membentuk pola garis untuk membuka layar. 1-2-5-4. Aku membuat pola garis itu menjadi seperti angka di ponsel ketika hendak menelepon. Kuhafalkan terus menerus di dalam otak.

Kutekan aplikasi hijau bundar. Nama Tanti langsung kuterjang. Aneh, tidak ada chat sebelumnya. Hanya ada chat yang barusan aku baca tadi. Ini sangat aneh!

“Mana chat sebelumnya?” tanyaku ketus.

“Nggak ada!” tandas Mas Ricky balik badan, membelakangiku.

“Bohong! Mana mungkin sebelumnya nggak ada chat terus ujug-ujug dia chat kayak gini? Sebut-sebut namaku lagi?”

“Terserah kamu mau percaya apa nggak. Yang jelas aku nggak bohong. Emang Tanti itu begitu. Suka iseng ngegodain!” Mas Ricky masih terus memberi alasan.

Aku terdiam. Mau bilang apa lagi? Tidak ada bukti konkret mereka berselingkuh. Malah sekarang dengan tenangnya Mas Ricky sudah mengorok lagi, tanpa beban.

Pernikahan ini sebenarnya sudah ingin aku batalkan sejak tiga bulan yang lalu. Waktu itu, aku memergoki Mas Ricky sedang menggombal di depan seorang gadis cantik. SPG rokok yang masih sangat muda.

Tidak hanya cantik, tapi juga seksi. Memakai rok mini dan kaos ketat setengah perut. Lelaki mana yang tidak kembang kempis melihatnya?

Mas Ricky tidak sadar bahwa aku bersama teman-temanku datang ke café yang sama dengannya. Aku malu, melihat calon suamiku tidak bisa menahan hasrat playboynya.

Kami bertengkar hebat sampai aku melepas cincin pertunangan dan melemparkan ke tubuhnya lalu pulang begitu saja.

Namun, ketika aku mengutarakan ini ke orang tuaku, Mama justru menangis. Mengatakan bahwa kami akan menanggung malu di hadapan saudara dan relasi karena tidak jadi menikah.

Mereka justru menasehatiku agar bersabar dan berusaha tampil semenarik mungkin agar Mas Ricky tidak tergoda perempuan lain. 

Yah, memang penampilanku biasa saja. Tidak secantik para SPG itu. Aku juga bukan anak orang kaya yang bisa perawatan wajah sampai habis jutaan biar sekedar glowing. 

Namun, kalau memang wajah yang jadi sasaran utama Mas Ricky, dia tidak akan melamarku, bukan? 

Setelah itu, Mas Ricky mendatangi dan meminta maaf. Ia berjanji tidak akan begitu lagi, sampai selamanya. Bahkan ia langsung chat SPG Rokok itu di depanku, dan menulis bahwa ia akan menikahi aku.

Selesai satu SPG rokok, datang seorang Tanti. Mereka bertemu di reuni kampus satu bulan lalu dan berlanjut dengan ajang chatting secara intens. Aku sudah katakan kalau aku keberatan, tetapi Mas Ricky tetap cuek dan terus berhubungan. Katanya, hanya berteman.

Aku tidak bisa menghentikan pernikahan yang hanya kurang tiga minggu lagi. Kubawa dalam doa, berharap Mas Ricky akan berubah dan tobat setelah kami benar-benar menikah.

Sebenarnya, bukan hanya itu saja. Aku terlanjur jatuh cinta padanya. Ya, aku sebenarnya sangatlah mencintai suamiku. Seberapa besar marahku, akan selalu luluh ketika ia meminta maaf dan merayu.

Ponsel Mas Ricky bergetar lagi. Duh, Tanti lagi. [Aku barusan mimpiin kamu, Ricky. Aku kangen kamu.]

Brengsek! Cukup sudah! Aku telepon wanita gila itu.

“Halo, Ricky,” jawabnya lembut dan manja.

“Heh! Perempuan tua dan gatel! Berhenti ganjen sama suami orang! Nggak malu apa jadi pelakor?” makiku kasar. Aku sudah tidak peduli, meledak sudah amarahku.

“Ih, kamu Anissa ya?” Tanti terdengar tenang, tanpa ada emosi. Macam pembunuh berdarah dingin.

“Iya! Ini Anissa! Istrinya Ricky! Berhenti ngeganggu suami aku!” bentakku keras.

“Yeee, suami kamu doyan kok sama aku. Mungkin kamu kurang cantik, jadi Ricky lari ke aku! Hahaha! Kenapa jadi aku yang dimarahin?” sahut Tanti mencibirku dengan sukses. Suaranya benar-benar menghina dan merendahkan.

“Dasar murahan!” balasku menjerit. Air mata mulai merebak. Aku melempar guling ke lantai saking marahnya.

Mas Ricky kaget dan langsung bangun,  menoleh. Ia makin mendelik karena melihat aku sedang memegang teleponnya di telingaku. Dengan cepat ia ambil benda pintar tersebut dan melihat layar. Ia langsung menekan tombol merah lalu kembali mengunci layar.

“Kamu gila telepon Tanti Subuh begini?” amuk Mas Ricky semakin membuatku sakit hati. Kenapa jadi aku yang diamuk?

“Kamu kok belain dia sih, Mas?” Aku ganti mengamuk. "Dia gatel! Dia ngegodain kamu, tau nggak?"

“Ya ampun, Cha! Jaga martabat suamimu ini, dong! Kalau kamu tanggapin Tanti, aku yang malu!” jelasnya panjang lebar.

“Kamu selingkuh sama dia, kan? Dia bilang kamu doyan sama dia!” Aku turun dari kasur dan menuju koper kecil di pojok ruangan.

Aku tidak ingin lagi telanjang begini. Rasanya memalukan sekali karena Mas Ricky lebih membela Tanti.

Tiba-tiba tanganku ditarik dengan lembut dari belakang. Mas Ricky membimbingku naik ke atas kasur lagi. “Sini, ayo kita chat dia bareng. Oke? Berhenti menangis, Sayang.” Kecupan lembut ia daratkan di bibirku.

Bagai kerbau dicocok hidung, aku menurut. Kami kembali masuk ke dalam selimut. Jemari Mas Ricky mulai menyentuh layar ponsel, membuka chatnya dengan Tanti.

[Maafkan istriku. Dia masih kekanak-kanakan. Tapi tolong, kamu juga berhenti menggodaku seperti itu supaya tidak ada salah paham di antara kita semua. Oke? Salam untuk Dio.]

“Dio itu suaminya Tanti. Nah, sudah aku chat, kan? Apa kamu sudah tenang?” Mas Ricky menaruh ponsel lalu memelukku erat.

“Ya, pokoknya, kamu jangan selingkuhin aku, Mas!” rengekku terisak. Rasanya hati masih sakit terkena masalah Tanti pada malam pertama.

“Ish, mana mungkin aku selingkuh dari kamu? Dapetinnya aja pakai nunggu setengah tahun! Susah banget macarin kamu, tau nggak?” kenangnya terkekeh lalu menciumi pipiku dengan gemas.

Aku terbawa suasana syahdu yang ia ciptakan. Akhirnya aku menyerah, kalah. Ya, aku kalah, demi atas nama cinta. Aku kembali ke atas peraduan, menganyam cinta bersama suamiku.

***

Tiga bulan berlalu dengan tenang tanpa ada chat atau telepon yang mencurigakan di ponsel Mas Ricky. Tanpa dia sadari, aku selalu mengecek ponselnya ketika ia tidur atau mandi. Tentu saja aku bisa membuka ponselnya, karena aku mengingat pola passwordnya. Aku merasa bahagia. Tiap malam kami bercinta dengan penuh gairah.

Namun, malam ini aku mendadak gelisah, sama seperti saat malam pertama. Seolah ada sesuatu yang mengaduk-aduk perutku. Rasa tidak tenang terus mencuat. Entah mengapa, tapi aku selalu berpikir Mas Ricky ada wanita lain.

Akan tetapi, ponselnya bersih, tidak ada chat apa-apa. Tiba-tiba, sesuatu melintas di otakku. Apakah kamu sudah mengecek medianya? Seolah ada suara yang membisiki untuk menyasar penyimpanan media.

Duh, perutku semakin mules! Akan tetapi, aku harus melakukannya. Kuambil ponsel Mas Ricky, kembali kubuka layar dan langsung menekan ikon media.

Ada banyak folder di sana. Bahkan ada folder di dalam folder, di dalam folder, dan di dalam folder lagi. Gila! Sampai banyak sekali folder tersembunyi untuk apa? Jantungku serasa mau lompat dari dalam dada. Mataku memicing dengan nanar.

Tanpa bisa dicegah, telapak tanganku menjadi sangat dingin, sedingin es batu.

Nah, ini sudah folder terakhir. Duh! Dikasih password pula! Aku berpikir keras apa angka yang sekiranya dibuat password? Aku coba ulang tahunnya. Ah, gagal! Ulang tahunku? Gagal juga! Huh! Menyebalkan!

Aku coba tanggal pernikahan kami, dan … wow! Folder terbuka. Aku gembira karena tanggal pernikahan dijadikan password. Berarti ia mengingatnya terus. Mungkin ini adalah gambar-gambar kami bermesraan. Mas Ricky suka sekali mengambil foto saat kami berciuman.

Kubuka folder dan melihat foto yang ada di sana. Seketika itu juga, aku lebih baik pingsan!

BERSAMBUNG

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ira Kirana
klu yg penulisnya rein ... ............ ne buku ketiga yg gw baca, sukses buatmu rein .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status