Share

Bab 6

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2024-03-18 16:53:17

MENIKAH DENGAN BOCAH 6

 

 

Sepanjang motor melaju Gia duduk begitu jauh dari tubuhku, padahal tadi pas mau berangkat dia langsung nempel kayak perangko, sekarang aku tak ubahnya seperti tukang ojek.

 

 

"Mas aja gih yang ke dalam," ujar Gia saat melepas helm.

 

 

"Kamu marah? yang tadi itu bukan siapa-siapa aku, Gi." Aku terpaksa merayunya dulu.

 

 

Entahlah aku risih saja melihatnya cemberut begitu, aku lebih suka Gia yang periang dan ceria.

 

 

"Mantan kamu?" tanya Gia tanpa menoleh ke arahku.

 

 

"Iya."

 

 

Gia terlihat menghela napas.

 

 

"Kayaknya perempuan itu masih cinta sama Mas." Wajah Gia langsung tak bergairah.

 

 

Sejujurnya bukan hanya dia, tapi aku pun sama masih mencintainya, hanya saja aku lebih memilih dewasa dan menerima kenyataan.

 

 

"Dia udah punya suami."

 

 

Seketika senyum Gia mengembang.

 

 

"Oh udah nikah, kirain janda." Gia terkekeh.

 

 

"Dih." Aku langsung melongo, secepat itu mood Gia kembali?

 

 

"Ya udah yuk masuk, aku pilihin kamu baju ya, tadi Mama ngasih duit," bisikku ke dekat telinganya.

 

 

Wajah Gia makin cerah.

 

 

Aku mengerlingkan mata, mau perempuan kota atau desa matanya langsung melek kalau lihat duit.

 

 

"Ya ampun, baik banget mama mertuaku itu, semoga panjang umur dan sehat selalu." Gia berdoa.

 

 

"Aamiin."

 

 

Gadis itu seperti kalap ketika memilih baju, ini mau itu mau, mana setiap yang ia tunjuk harganya selangit, bisa-bisa tabunganku kebobolan ini.

 

 

"Mas aku boleh beliin baju buat adik sama kakakku ga?" tanya Gia.

 

 

Aku menelan Saliva, bajunya sendiri saja begitu banyak, lah ini malah mau membelikan saudaranya.

 

 

"Bo-boleh." Aku garuk-garuk kepala.

 

 

"Thank you." Gia tersenyum manis.

 

 

 

*

 

 

"Waah banyak banget belanjaannya, Gi?" tanya mama dengan mata terpukau.

 

 

Aku mendelik ke arahnya, duit pemberian mama tak seberapa, terpaksa tabunganku yang dikuras.

 

 

"Gia juga beliin ini buat Mama." Gia menyerahkan satu kresek putih.

 

 

"Apaan ini, Gi?" tanya mama sambil melihat isi kresek itu.

 

 

"Gamis, Ma, dipake ya."

 

 

Aku masuk ke dalam meninggalkan dua wanita yang sedang dimabuk belanjaan itu, aku sungguh masih penasaran, sebenarnya apa alasan Delia menikah dengan orang lain?

 

 

Terlebih dahulu celingukan ke luar, di rasa aman aku langsung menelpon nomor Delia yang kini kuberi nama Dadang.

 

 

"Halo."

 

 

Suara lembut yang dulu selalu kurindukan terdengar di ujung sana.

 

 

"Aku ganggu ga?" tanyaku agak sungkan.

 

 

"Engga, kamu kenapa nelpon? kangen sama aku?" tanya Delia.

 

 

Nada suaranya sedikit manja.

 

 

"Aku masih penasaran, Del, sebenarnya kamu ninggalin aku nikah karena alasan apa?"

 

 

Pertanyaan ini akhirnya berani aku lontarkan setelah sekian bulan, dahulu aku memang tak memiliki keberanian, jangankan bertanya melihat dan mendengar kabarnya pun aku tak kuasa.

 

 

"Kamu beneran mau tahu? tapi jangan marah ya, dan jangan percaya sama aku," jawabnya membuatku heran.

 

 

"Ya udah cepet katakan," ujarku sedikit tak sabar.

 

 

Takut saja Gia atau mama masuk ke kamar.

 

 

"Kamu ingat malam ketika temenku ulang tahun dan aku sendiri pergi ke pesta itu?"

 

 

Memoriku berputar pada kejadian beberapa bulan silam, benar memang waktu itu Delia pernah mengajakku ke sebuah pesta. Namun, aku menolak karena sedang tak enak badan.

 

 

"Iya inget, emang ada apa?"

 

 

Aku semakin dilanda penasaran.

 

 

"Malam itu aku minum terlalui banyak, Lan." Delia terisak.

 

 

Dadaku mulai berdegup kencang, sebenarnya ada apa dengan Delia?

 

 

"Ya terus?" 

 

 

Kudengar Delia berusaha meredam tangisannya.

 

 

"Aku mabuk berat, terus diantar seorang lelaki, dan lelaki itu yang sekarang nikahin aku, Lan." Gia menangis di sebrang sana.

 

 

Tetapi aku belum puas dengan semua ceritanya.

 

 

"Kamu diapain sama dia, Del? kamu diperk*sa?" tanyaku dengan suara agak kencang

 

 

Seketika aku membekap mulut sendiri karena takut mama dan Gia mendengar.

 

 

"Ga tahu, Lan, tiba-tiba aja pas tengah malam aku digrebek warga di sebuah rumah sama lelaki itu." Delia terisak.

 

 

Badanku seketika lemas, pantas saja baik Delia atau pun kedua orang tuanya tak ada yang berani bicara ataupun meminta maaf padaku selaku pacar Delia.

 

 

Mungkin Om Haris dan Tante Candra malu dengan kelakuan anaknya.

 

 

 

"Digrebek? digrebek di mana, Del? kamu kok tega sih sama aku?" hampir saja aku menangis kalau tak malu.

 

 

Bukan menjawab Delia malah menangis sesenggukan.

 

 

"Di sebuah rumah, Lan, dia bawa aku ke rumahnya," jawab Delia sambil terisak.

 

 

Tubuhku bergetar, darahku terasa panas setelah mengetahui hal sebenarnya, ini bukan pengkhianatan tapi bisa jadi Delia dijebak.

 

 

"Waktu itu mama sama papa aku terpaksa menikahkan kami, demi nama baik keluarga, karena papa merasa malu kalau aku dinikahkan sama kamu, Lan," lanjut Delia dengan suara tersedu-sedu.

 

 

Kepalan tanganku meninju kasur beberapa kali, andai waktu itu Delia dan keluarganya bicara yang sebenarnya, tentu aku akan berpikir ulang untuk meninggalkannya.

 

 

"Sekarang aku tanya, kamu sama laki-laki itu melakukan itu atau engga hah?!" tanyaku dengan sedikit teriak.

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 42

    "Dipinjem .... Emak sama Uwa, Mas."Menghela napas sambil ngusap muka."Kamu pinjemin ke mereka semua?""Iya, soalnya Emak lagi butuh buat bayar orang yang kuli di sawah, nanti juga diganti katanya."Mama langsung melirikku, dia kalau dikasih pegangan uang kayaknya nggak bakalan bener, abis semua dipinjem keluarganya."Nah duit yang ini jangan kamu pinjemin lagi, itu buat bekel kamu, gajian Mas kan masih lama.""Iya, Mas."Duduk di kursi untuk meredakan rasa marah, bukan pelit tapi harusnya Gia mikir tuh duit jangan dipinjem semua, sekarang dia nggak punya duit sepeser pun emaknya malah seenaknya menghinaku.Pengen marah tapi ya udahlah bukan tipeku marah-marah sama istri."Maafin aku ya, Mas." Gia ngomong lagi, orang lagi kesel juga "Iya, terus itu duit kapan di balikinnya?" Tanyaku."Nanti kalau Emak sama Uwa udah punya uang, Mas, gitu katanya."Tuh kan nggak ada kepastian, yakin banget ini mah mereka pasti bakal susah ditagih nantinya.Satu jam kemudian mama mengajakku keluar dari

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 41

    Ya Tuhan, bener udah keterlaluan ya tu nenek-nenek, gua bawa Gia kabur ke mana coba?"Alan, lu bawa Gia ke mana?! Jangan bikin gua malu ya!" Bentak Mama, sumpah aku stres banget."Ke rumah sakit, Ma, dia pendarahan gara-gara perutnya diurut tuh sama besan mama, untung aku bawa Gia tepat waktu coba kalau nggak.""Terus kenapa bisa mertua kamu bilang kamu bawa kabur Gia?""Aku ke rumah sakit malam saat mereka lagi tidur, emang dasar besan Mama aja yang lebay apa-apa berlebihan."Langsung masuk mobil dan merenung sejenak, kok gini amat ya hidupku, dulu dijodohin sekarang malah disuruh cerai, lawak banget.Mataku kembali fokus ke dalam rumah mak mertua, terdengar suara cekcok di dalam sana, pasti Mama ribut sama emaknya Gia. Aku kembali masuk ke dalam walaupun malu sama tetangga karena mereka tertuju pada kami"Kamu jangan nyalahin anakku terus, Narsih, dia udah berusaha maksimal jagain anakmu, obati anakmu, enak aja kamu ngomong ya." Itu suara mama.Padahal dulu mereka akrab sekali, kok

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 40

    "Bentar deh, bentar." Kutahan tangan Gia yang hendak masuk ke dalam, sumpah aku takut banget dia kenapa-napa."Kenapa, Mas?" Dia malah terlihat santai."Itu di kain kamu ada darah, kamu kenapa sih?""Oh ini, ya biasa, Mas, namanya juga baru k3guguran.""Kita periksa lagi ya, kamu udah kontrol ke dokter belum?""Udah kok diurut sama paraji."Gia masuk ke dalam sementara aku melongo, ini anak kayaknya musti diselamatkan deh, pikirannya masih belum modern, gimana kalau dia kenapa-napa? Malah diurut lagi.Lalu aku masuk ke dalam walaupun tidak dipersilahkan, ada bapak mertua dia langsung tersenyum ramah."Alan, kapan nyampe?"Kami bersalaman meski tangan bapak mertuaku banyak tanah, habis dari kebun katanya "Baru aja, Pak, sehat?""Alhamdulillah.""Gini, Pak, saya mau bawa Gia pulang ya, masa kita suami istri jauh-jauhan, saya juga kerja ya enggak bisa tiap hari atau tiap Minggu jenguk Gia."Emak mertua yang sedang ngelap toples langsung melirikku, biarin dah dia marah juga aku nggak ped

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 39

    Ah elah, tuh nenek-nenek bikin gue ribet aja, mana kerjaan lagi banyak, kemarin abis minta izin cuti, mana bisa gue minta izin pulang lagi, duh bikin dada gue nyap-nyap aja."Duh coba aja deh Mama cegah Gia gimana caranya, aku nggak bisa pulang lagi banyak kerjaan ini.""Ah elu gimana sih, mama udah coba tapi Narsih engga mau denger.""Ya udah aku mau ngomong sama Gia."Langsung mematikan panggilan dan menelpon Gia, ternyata dia menelpon sejak tadi, karena ponselku disenyapkan makanya tak terdengar, kebetulan saja barusan lihat ponsel pas lagi mama nelpon."Gi.""Iya, Mas, jam berapa pulang?""Nanti jam enam magrib, barusan mama telpon katanya kamu mau dibawa emak ke kampung?"Dia terdiam bikin aku jengkel."Jawab, Gi.""Iya, Mas.""Terus kamu mau?"Dia diam lagi, ini pasti dipelototin emaknya."Gi, kalau sudah menikah perempuan itu ya harus ikut dan nurut sama suami, Mas enggak izinin kamu ke mana-mana ya, kamu harus istirahat di rumah," ujarku agak tegas.Pikiran Gia masih kayak boc

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 38

    Mereka berdua terkejut khususnya emak mertua, coba aku mau lihat, ngomong apa dia di depanku, apa berani ngomong kayak tadi?"Eh, Alan, bikin kaget aja." Dia malah senyum engga jelas, beraninya main belakang doang ternyata."BPJS kamu enggak aktif, Gi," ujarku menahan kesal.Emak mertua dan Gia kompak melirikku lagi. "Kok bisa nggak aktif?" Tanya mertuaku."Katanya nggak pernah dipakai.""Lah terus gimana? Berarti biaya rumah sakitnya kita bayar sendiri dong, duitku yang kemarin tinggal dikit lagi, Mas, cukup nggak ya kira-kira?" Tanya Gia."Loh, kenapa harus pakai duit kamu, Gi? Ya pakai duit Alan lah, terus tabungan kamu kenapa tinggal sedikit? Oh jadi pas kemarin masuk rumah sakit itu pakai duitmu ya? Bukan duit Alan?"Mak mertua memojokkanku, menyebalkan emang kalau hidup tak punya uang. "Iya?!" Mak mertua membentak Aku menghela nafas, jujur aja deh daripada bohong, dosaku udah banyak soalnya."Iya pakai duit Gia, soalnya aku nggak punya duit, Mak," jawabku dengan pasrah dan ra

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 37

    "kok bisa pendarahan sih, Ma? Dia kecapean lagi?"Keinget Gia yang ngeyel dan keras kepala tidak mau istirahat maunya terus-terusan bekerja di rumah, awas aja kalau dia bandel."Kecapean sih enggak, Lan, udah deh kamu jangan banyak tanya, cepetan aja pulang sekarang.""Itu emak mertuaku masih ada?"Karena katanya hari ini dia mau pulang ke kampung. "Masih ada kebetulan mertuamu belum pulang ini."Hem kesempatan, Aku bakal pojokan emaknya Gia karena gelang yang dia berikan itu tidak bisa melindungi Gia sekaligus menyadarkan jika perbuatan tersebut merupakan dosa syirikAku harus mendapatkan tatapan sinis dari atasan ketika izin pulang tetapi bagaimana lagi istriku dalam keadaan darurat masa iya aku masih terus menerus bekerja. Tiba di rumah Gia sudah duduk di ruang tamu sementara mamah nunggu di teras. "Ayok cepetan bawa Gia ke mobil."Langsung berlari masuk ke dalam. "Gi, ayok Mas bantu naik ke mobil." Aku membantunya berdiri."Maafin aku ya, Mas, aku takut anak kita meninggal." D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status