"Dipinjem .... Emak sama Uwa, Mas."Menghela napas sambil ngusap muka."Kamu pinjemin ke mereka semua?""Iya, soalnya Emak lagi butuh buat bayar orang yang kuli di sawah, nanti juga diganti katanya."Mama langsung melirikku, dia kalau dikasih pegangan uang kayaknya nggak bakalan bener, abis semua dipinjem keluarganya."Nah duit yang ini jangan kamu pinjemin lagi, itu buat bekel kamu, gajian Mas kan masih lama.""Iya, Mas."Duduk di kursi untuk meredakan rasa marah, bukan pelit tapi harusnya Gia mikir tuh duit jangan dipinjem semua, sekarang dia nggak punya duit sepeser pun emaknya malah seenaknya menghinaku.Pengen marah tapi ya udahlah bukan tipeku marah-marah sama istri."Maafin aku ya, Mas." Gia ngomong lagi, orang lagi kesel juga "Iya, terus itu duit kapan di balikinnya?" Tanyaku."Nanti kalau Emak sama Uwa udah punya uang, Mas, gitu katanya."Tuh kan nggak ada kepastian, yakin banget ini mah mereka pasti bakal susah ditagih nantinya.Satu jam kemudian mama mengajakku keluar dari
MENIKAH DENGAN BO-CAH 1"Mas, mau sekarang apa besok?" tanya Gia sambil membuka k*ncing b4ju sebelah atas.Seketika aku menegak ludah, Anggia yang baru satu hari ini menjadi istriku kenapa begitu agresif? padahal usianya baru dua puluh tahunGadis itu dijodohkan denganku oleh orang tua kami, padahal usiaku sudah tiga puluh lima tahun, tentu sangatlah jauh perbedaannya.Dan yang membuatku heran gadis itu mau-mau saja padahal aku tak maksa untuk menerima lamaranku, katanya ia dinikahkan karena tak memiliki biaya untuk sekolah."Ja-jangan dulu dong sabar.""Yakin Mas bisa sabar?" Kurang ajar sekali bo,cah itu malah membuka kancing bajunya yang barisan kedua, alhasil gunung kembarnya sedikit menyembul terlihat oleh mataku."Aku capek, Gia, besok aja ya." Aku merebahkan diri dengan malas."Alaah, baru gitu aja capek, percaya sama Eneng capeknya nanti pasti ilang kalau udah dicoba." Buset dia maksa.Jujur, bukan aku tak n*fsu melihatnya. Namun, di mataku masih terbayang Delia, mantan keka
MENIKAH DENGAN BO-CAH 2Subuh-subuh Mama menatapku begitu intens terutama di area kepala, aku mengerlingkan mata dengan malas membalas tatapannya."Gimana? udah?"Bu tanya mama sambil berbisik."Apaan sih, gaje!" Aku mendelik"Aaawww!"Mama menc*bit pahaku sekuat tenaga, duh untung aku lahir dari rahimnya coba kalau bukan sudah kuiris-iris jadiin bakwan."Jawab yang bener kalau ditanya tuh, Alan!" Mama membentak.Aku menatap wajah mama dengan nelangsa."Lagi palang merah."Mama berdecak kesal. "Gimana sih kamu, coba malam kemarin engga jual mahal, pasti udah masuk surga," cerocosnya sambil berlalu meninggalkanku.Aku mencebikkan bibir, sudah dongkol semalam tak dapat jatah, paginya malah dengar suara mama marah-marah, ia pikir dirinya saja yang kecewa, aku bahkan lebih, apalagi si Joni."Mas mau makan dulu atau mandi dulu?" tanya istriku dari arah belakang."Makan," jawabku datar."Cie marah." Gia meledek."Maaf deh, Mas." Gia duduk di sampingku, memasang tampang semenyesal mungkin."D
MENIKAH DENGAN BO-CAH 3"Sama siapa?!" tanyaku agak membentak."Sama Si Meri, Si Mario maksudnya."Aku bergidik seketika, Meri alias Mario tetangga kami yang agak b3ngkok, seketika burung perkututku merasa gatal."Mama tega bener sih masa s3mpak aku ditukerin sama b*nci!" Aku melotot."Bukan dituker tapi ketuker, udah sini mana s3mp4knya Mama mau tuker lagi sama Ceu Romlah." Mama menyebut nama ibunya si Meri alias Mario."Ogah ogah ah, Mama mau aku pakai celana bekas si Meri, terus nanti b*rung aku ikut-ikutan b3ngkok kaya dia," cerocosku sambil bergidik.Tak terbayang pakai c3lana d4lam bekas b*nc1, ini pasti karena mama keasikan ngegosip sampai lupa sama d4l3man anak sendiri."Ya jangan dong, kalau b3ngk0k kaya Si Meri kapan Mama punya cucu dari kamu."Raut wajah mama terlihat lemes. "Duh, mana itu s3m-p4k mahal, Lan, sayang banget kalau ga ditukerin, Ceu Romlah juga ga bilang kalau keresek kita ketuker."Mama masuk kamar dengan tampang lesu."Itu karma, kebanyakan nyelipin amplop k
MENIKAH DENGAN BO-CAH 4(POV GIA)Beberapa bulan setelah aku menerima ijazah sekolah menengah pertama, Emak dan bapak menyuruhku bicara pada Rudi untuk melamarku.Emak menyangka selama ini aku dan Rudi memiliki hubungan spesial, nyatanya kami hanya berteman biasa, memang ada rasa cinta untuknya. Akan tetapi, cintaku hanya bertepuk sebelah tangan.Rudi meneruskan kuliah di luar kota, hingga kami tak saling sapa karena ponselku rusak, untuk keperluan darurat aku biasa nebeng pakai ponsel adikku."Kalau Rudi ga bisa nikahin kamu maka kamu harus nikah sama temen Emak, dia orang kota, punya kerjaan udah mapan, dan masih bujang pula," ucap Emak malam ituDi kampungku tak ada anak gadis di usia delapan belas tahun, sebelum menginjak usia itu kami sudah dinikahkan, entah karena perjodohan ataupun menikah dengan kekasih impian.Akhirnya mau tak mau aku nurut perkataan emak, pemuda kota itu datang ke kampungku, orangnya tinggi semampai, kulitnya sawo matang, dengan mata tajam dan hidung yang te
MENIKAH DENGAN BO-CAH 5(POV ALAN)Kutatap wanita yang telah melahirkanku itu dengan bengis."Ngapain sih, Ma?"Perempuan yang mengenakan daster bolong di bagian ketiaknya itu terkekeh menatap kami berdua yang sedang kikuk.Rasanya seperti digrebek warga, sumpah!"Mama salah masuk, maaf ya. Ayo lanjut lagi."Mama menutu pintu sambil nyengir.Aku mengacak rambut dengan kesal."Sabar, Mas, Mama cuma salah masuk kamar," tutur Gia Kalau begini aku jadi ingin pindah ke kamar depan!****Pagi ini aku sarapan sambil cemberut, beberapa kali mama berdehem pun tetap kuabaikan, entah dia keselek biji duren atau sengaja memancingku bicara."Alan, mumpung kamu masih libur ajakin Gia jalan-jalan sana," ucap ibu sambil naruh tumis kangkung ke piringku."Ga ada duit, gajian masih lama."Uang tabunganku memang habis separuh untuk biaya pernikahan kemarin, mana amplop hasil undangan dari para tamu dipegang mama semua."Nih." Mama menyerahkan lima lembar uang warna merah, senyumku seketika mengembang.E
MENIKAH DENGAN BOCAH 6Sepanjang motor melaju Gia duduk begitu jauh dari tubuhku, padahal tadi pas mau berangkat dia langsung nempel kayak perangko, sekarang aku tak ubahnya seperti tukang ojek."Mas aja gih yang ke dalam," ujar Gia saat melepas helm."Kamu marah? yang tadi itu bukan siapa-siapa aku, Gi." Aku terpaksa merayunya dulu.Entahlah aku risih saja melihatnya cemberut begitu, aku lebih suka Gia yang periang dan ceria."Mantan kamu?" tanya Gia tanpa menoleh ke arahku."Iya."Gia terlihat menghela napas."Kayaknya perempuan itu masih cinta sama Mas." Wajah Gia langsung tak bergairah.Sejujurnya bukan hanya dia, tapi aku pun sama masih mencintainya, hanya saja aku lebih memilih dewasa dan menerima kenyataan."Dia udah punya suami."Seketika senyum Gia mengembang."Oh udah nikah, kirain janda." Gia terkekeh."Dih." Aku langsung melongo, secepat itu mood Gia kembali?"Ya udah yuk masuk, aku pilihin kamu baju ya, tadi Mama ngasih duit," bisikku ke dekat telinganya.Wajah Gia makin
Suara pintu terdengar dibuka dari luar, duh gawat, Gia malah masuk ke kamar, padahal aku belum selesai bicara, Delia juga malah sibuk menangis bukan cepat bicara, dasar perempuan. "Lan, kamu marah sama siapa?" Ternyata mama yang masuk, malah tambah berabe kalau begini, matanya bisa mengeluarkan cahaya jika tahu aku telponan dengan Delia. "Emm ... Ini, Ma, temen kantorku, Mama keluar dulu aku lagi nelpon." "Emang temen kantormu ada yang namanya Dadang?" Mama menatap layar ponsel dan wajahku bergantian, entah kenapa perempuan satu ini bawaannya curiga terus. "Ya ada lah, Ma, udah sana sana keluar, ganggu aja ah.", "Oh berani kamu ya ngusir Mama, minta dikutuk hah?!" Aku menggaruk kepala yang tak gatal, menghadapi emak emak emang serba salah. "Ya udah kutuk aja, Ma, kutuk jadi orang kaya!" Mama hanya mendelik sambil mencebikkan mulutnya lalu keluar dan menutup pintu kamarku, tetapi entah kenapa perasaanku mengatakan jika mama belum pergi dan menguping pembicaraanku. Sengaja aku