Share

Bab 7

Penulis: Ina Qirana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-18 16:53:47

Suara pintu terdengar dibuka dari luar, duh gawat, Gia malah masuk ke kamar, padahal aku belum selesai bicara, Delia juga malah sibuk menangis bukan cepat bicara, dasar perempuan.

 

"Lan, kamu marah sama siapa?" Ternyata mama yang masuk, malah tambah berabe kalau begini, matanya bisa mengeluarkan cahaya jika tahu aku telponan dengan Delia.

 

"Emm ... Ini, Ma, temen kantorku, Mama keluar dulu aku lagi nelpon."

 

"Emang temen kantormu ada yang namanya Dadang?" Mama menatap layar ponsel dan wajahku bergantian, entah kenapa perempuan satu ini bawaannya curiga terus.

 

"Ya ada lah, Ma, udah sana sana keluar, ganggu aja ah.",

 

"Oh berani kamu ya ngusir Mama, minta dikutuk hah?!"

 

Aku menggaruk kepala yang tak gatal, menghadapi emak emak emang serba salah.

 

"Ya udah kutuk aja, Ma, kutuk jadi orang kaya!"

 

Mama hanya mendelik sambil mencebikkan mulutnya lalu keluar dan menutup pintu kamarku, tetapi entah kenapa perasaanku mengatakan jika mama belum pergi dan menguping pembicaraanku.

 

Sengaja aku berdiri dibalik pintu tanpa bicara cukup lama, lalu kubuka pintu dengan satu kali hentakan.

 

"Eh copot! Copot!" 

 

Mama hampir saja tersungkur kalau tidak kutahan, benar saja dia menguping dibalik pintu, untung dia mamaku kalau bukan sudah aku karungin.

 

"Mama ngapain sih? Nguping Alan?"

 

"Ah engga, siapa yang nguping, ini lagi liatin pintu kamarmu, udah pada dimakan rayap itu, harus diganti jelek nggak enak dilihat, udah ah Mama mau ke dapur."

 

Perempuan yang sudah mengandungku itu akhirnya pergi, lalu bergegas kembali masuk ke dalam kamar, ternyata Delia sudah mematikan panggilannya, karena rasa penasaran melanda kembali kutelepon perempuan itu, ada rasa bahagia ketika dia mengangkatnya.

 

"Halo, Lan, Ibu kamu marah ya?"

 

"Ahh, Ibuku udah biasa marah marah, Del, jadi gimana? Lanjutin ya ceritanya aku penasaran, walaupun kita cuma masa lalu tapi apa aku salah kalau mau mengetahui sebenarnya?"

 

"Iya, Lan, boleh."

 

"Jadi gimana? Apa malam itu kamu begituan sama dia?"

 

Sakit sekali menanyakan hal itu, tapi bagaimana lagi dari pada mati penasaran lebih baik kutanyakan.

 

"Aku nggak tahu, Lan, yang kutahu pas sadar pakaianku udah lepas semua."

 

"Aneh banget sih, masa pakai lepas semua tapi nggak bisa ngerasain enaknya," sahutku karena memang tak masuk akal.

 

"Aku sih curiga dia memang jebak aku, secara ada temenku yang bilang kalau dia menyukaiku dari dulu secara diam diam."

 

Aku langsung meninju kasur, ingin sekali mengh4jar suaminya Delia itu, berani beraninya dia merebut kekasihku, kalau dia tak melakukan itu mungkin sekarang kami sudah menikah dan bahagia, hidup normal tanpa merasa canggung pada istri sendiri, dasar lelaki k4mpr3t!

 

"Terus, kamu bahagia nikah sama dia?"

 

Ah, jangan sampai Delia mengatakan iya, bisa makin remuk hatiku ini, bagaimana pun juga aku belum merelakan dia sepenuhnya walaupun kami sudah sama sama menikah.

 

"Entahlah, Lan, kebahagiaan aku cuma kamu." Dia terdengar menangis terisak, ya Tuhan tragis sekali kisah cinta kami.

 

Maafin aku, Gi, kalau kamu tahu aku telponan dengan mantan pasti kamu cemberut lagi kayak tadi, segala gerobak somay mau dibeli.

 

"Harusnya waktu itu kamu cerita sama aku, Del, bukan langsung maen nikah aja sama tuh laki."

 

Gemas juga pada Delia, kenapa kelakuannya sudah seperti artis sinetron FTV, setidaknya jika dia cerita mungkin akan ada solusi lain.

 

"Ya gimana lagi, Lan, aku juga panik, keluargaku dalam tekanan dan ketakutan, mungkin kamu bakal Nerima, tapi gimana sama keluarga kamu, pastinya mereka nggak akan mau nerima, percuma juga aku ngomong, Lan." Dia menjelaskan sambil terisak.

 

Tapi benar juga apa katanya, ibu pasti akan marah marah satu Minggu kalau sampai aku dan Delia menikah setelah kasus penggerebekan itu terjadi, Tuhan, apa mungkin jalannya harus seperti ini? Delia bukan jodohku tapi Gia lah yang akan jadi jodohku, tetapi kenapa rasanya sulit sekali berdamai dengan keadaan ini.

 

"Ya sudah, Del, jangan nangis aku jadi ikutan sedih."

 

Tidak ada jalan lain selain ikhlas pada takdir masing masing, lagi pula Gia tidak terlalu buruk untuk jadi istriku, apalagi dia masih per4wan, banyak sekali nilai plus dari dirinya, mungkin aku akan belajar mencintai Gia seperti aku mencintai Delia.

 

"Aku ... Aku ...."

 

"Aku kenapa, Del?"

 

Perempuan itu ragu ragu mengatakan sesuatu.

 

"Aku masih cinta sama kamu, Lan ...." Isakan perempuan itu terdengar pilu, andai bisa kupeluk mungkin sudah kupeluk raganya itu seerat mungkin.

 

"Ya gimana lagi, Del, sekarang kita udah punya pasangan masing masing, cinta kita udah nggak berguna lagi."

 

Aku pun rasanya ingin menangis, tetapi ya sudahlah, ditangisi pun tidak akan mengembalikan keadaan.

 

"Lan, apa kamu cinta sama istrimu itu?"

 

Duh pertanyaan yang sulit.

 

"Kamu kok nanya gitu sih, Del, udahlah nggak usah ditanya kalau soal itu."

 

"Apa kamu bahagia dengan rumah tanggamu sekarang, Lan?"

 

Aku hanya bisa mondar mandir tanpa berkata kata, mau bilang bahagia kenyataannya hatiku belum sebahagia itu.

 

"Aku nggak tahu, Del, cuma menjalani takdir aja, semoga aja kita bahagia walau pun tanpa hidup bersama, Del, sudah ya nggak usah nangis, mending kamu masak gih buat suamimu."

 

Dia terdengar terkekeh walau isakannya masih ada.

 

"Aku pengennya masakin kamu, Lan?"

 

Dia makin ngaco saja, walau pun aku sempat patah hati karenanya tetapi masih bisa berpikir waras.

 

"Lan, aku masih cinta sama kamu, bagaimana kalau kita menjalani hubungan lagi diam diam di belakang? Kalau pun ketahuan aku nggak peduli toh aku nggak cinta sama dia, ku mau kan?"

 

Eh buset, setan apa yang merasuki Delia, kenapa dia bicara seperti itu? Padahal aku sudah niat mau tobat?

 

"Del, kamu jangan gitu ah, kamu mau nanti kita viral di tok tok gara gara selingkuh?"

 

"Viral kan kalau ketahuan, Lan, ya jangan sampai ketahuan dong."

 

Waduh, nih perempuan makin nekat juga.

 

"Enggak tahu ah, Del, aku nggak mau macem macem, sudah dulu ya, assalamualaikum."

 

Kumatikan panggilan meski pun Delia masih ingin bicara, kalau terus diladeni serem juga.

 

Perutku teras lapar lagi, aku pun keluar kamar. Namun, berapa terkejutnya saat ada seseorang yang berdiri di depan pintu kamarku, dia adalah Gia, matanya menatapku penuh kecewa, setelah itu dia melenggang pergi meninggalkanku, Ya Tuhan, apa dia mendengar percakapanku tadi dengan Delia? Duh sepertinya iya.

 

Aku pun berjalan mengikutinya.

 

"Gi, kamu marah lagi?"

 

"Engga!" Jawabnya dengan tegas, dia pun mengambil air minum sampai segelas penuh lalu meneguknya sampai habis.

Ya dia memang marah. Tapi, kenapa?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Meri Rohana
bagus lanjutkan cerita ny
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 42

    "Dipinjem .... Emak sama Uwa, Mas."Menghela napas sambil ngusap muka."Kamu pinjemin ke mereka semua?""Iya, soalnya Emak lagi butuh buat bayar orang yang kuli di sawah, nanti juga diganti katanya."Mama langsung melirikku, dia kalau dikasih pegangan uang kayaknya nggak bakalan bener, abis semua dipinjem keluarganya."Nah duit yang ini jangan kamu pinjemin lagi, itu buat bekel kamu, gajian Mas kan masih lama.""Iya, Mas."Duduk di kursi untuk meredakan rasa marah, bukan pelit tapi harusnya Gia mikir tuh duit jangan dipinjem semua, sekarang dia nggak punya duit sepeser pun emaknya malah seenaknya menghinaku.Pengen marah tapi ya udahlah bukan tipeku marah-marah sama istri."Maafin aku ya, Mas." Gia ngomong lagi, orang lagi kesel juga "Iya, terus itu duit kapan di balikinnya?" Tanyaku."Nanti kalau Emak sama Uwa udah punya uang, Mas, gitu katanya."Tuh kan nggak ada kepastian, yakin banget ini mah mereka pasti bakal susah ditagih nantinya.Satu jam kemudian mama mengajakku keluar dari

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 41

    Ya Tuhan, bener udah keterlaluan ya tu nenek-nenek, gua bawa Gia kabur ke mana coba?"Alan, lu bawa Gia ke mana?! Jangan bikin gua malu ya!" Bentak Mama, sumpah aku stres banget."Ke rumah sakit, Ma, dia pendarahan gara-gara perutnya diurut tuh sama besan mama, untung aku bawa Gia tepat waktu coba kalau nggak.""Terus kenapa bisa mertua kamu bilang kamu bawa kabur Gia?""Aku ke rumah sakit malam saat mereka lagi tidur, emang dasar besan Mama aja yang lebay apa-apa berlebihan."Langsung masuk mobil dan merenung sejenak, kok gini amat ya hidupku, dulu dijodohin sekarang malah disuruh cerai, lawak banget.Mataku kembali fokus ke dalam rumah mak mertua, terdengar suara cekcok di dalam sana, pasti Mama ribut sama emaknya Gia. Aku kembali masuk ke dalam walaupun malu sama tetangga karena mereka tertuju pada kami"Kamu jangan nyalahin anakku terus, Narsih, dia udah berusaha maksimal jagain anakmu, obati anakmu, enak aja kamu ngomong ya." Itu suara mama.Padahal dulu mereka akrab sekali, kok

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 40

    "Bentar deh, bentar." Kutahan tangan Gia yang hendak masuk ke dalam, sumpah aku takut banget dia kenapa-napa."Kenapa, Mas?" Dia malah terlihat santai."Itu di kain kamu ada darah, kamu kenapa sih?""Oh ini, ya biasa, Mas, namanya juga baru k3guguran.""Kita periksa lagi ya, kamu udah kontrol ke dokter belum?""Udah kok diurut sama paraji."Gia masuk ke dalam sementara aku melongo, ini anak kayaknya musti diselamatkan deh, pikirannya masih belum modern, gimana kalau dia kenapa-napa? Malah diurut lagi.Lalu aku masuk ke dalam walaupun tidak dipersilahkan, ada bapak mertua dia langsung tersenyum ramah."Alan, kapan nyampe?"Kami bersalaman meski tangan bapak mertuaku banyak tanah, habis dari kebun katanya "Baru aja, Pak, sehat?""Alhamdulillah.""Gini, Pak, saya mau bawa Gia pulang ya, masa kita suami istri jauh-jauhan, saya juga kerja ya enggak bisa tiap hari atau tiap Minggu jenguk Gia."Emak mertua yang sedang ngelap toples langsung melirikku, biarin dah dia marah juga aku nggak ped

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 39

    Ah elah, tuh nenek-nenek bikin gue ribet aja, mana kerjaan lagi banyak, kemarin abis minta izin cuti, mana bisa gue minta izin pulang lagi, duh bikin dada gue nyap-nyap aja."Duh coba aja deh Mama cegah Gia gimana caranya, aku nggak bisa pulang lagi banyak kerjaan ini.""Ah elu gimana sih, mama udah coba tapi Narsih engga mau denger.""Ya udah aku mau ngomong sama Gia."Langsung mematikan panggilan dan menelpon Gia, ternyata dia menelpon sejak tadi, karena ponselku disenyapkan makanya tak terdengar, kebetulan saja barusan lihat ponsel pas lagi mama nelpon."Gi.""Iya, Mas, jam berapa pulang?""Nanti jam enam magrib, barusan mama telpon katanya kamu mau dibawa emak ke kampung?"Dia terdiam bikin aku jengkel."Jawab, Gi.""Iya, Mas.""Terus kamu mau?"Dia diam lagi, ini pasti dipelototin emaknya."Gi, kalau sudah menikah perempuan itu ya harus ikut dan nurut sama suami, Mas enggak izinin kamu ke mana-mana ya, kamu harus istirahat di rumah," ujarku agak tegas.Pikiran Gia masih kayak boc

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 38

    Mereka berdua terkejut khususnya emak mertua, coba aku mau lihat, ngomong apa dia di depanku, apa berani ngomong kayak tadi?"Eh, Alan, bikin kaget aja." Dia malah senyum engga jelas, beraninya main belakang doang ternyata."BPJS kamu enggak aktif, Gi," ujarku menahan kesal.Emak mertua dan Gia kompak melirikku lagi. "Kok bisa nggak aktif?" Tanya mertuaku."Katanya nggak pernah dipakai.""Lah terus gimana? Berarti biaya rumah sakitnya kita bayar sendiri dong, duitku yang kemarin tinggal dikit lagi, Mas, cukup nggak ya kira-kira?" Tanya Gia."Loh, kenapa harus pakai duit kamu, Gi? Ya pakai duit Alan lah, terus tabungan kamu kenapa tinggal sedikit? Oh jadi pas kemarin masuk rumah sakit itu pakai duitmu ya? Bukan duit Alan?"Mak mertua memojokkanku, menyebalkan emang kalau hidup tak punya uang. "Iya?!" Mak mertua membentak Aku menghela nafas, jujur aja deh daripada bohong, dosaku udah banyak soalnya."Iya pakai duit Gia, soalnya aku nggak punya duit, Mak," jawabku dengan pasrah dan ra

  • Menikah Dengan Bocah   Bab 37

    "kok bisa pendarahan sih, Ma? Dia kecapean lagi?"Keinget Gia yang ngeyel dan keras kepala tidak mau istirahat maunya terus-terusan bekerja di rumah, awas aja kalau dia bandel."Kecapean sih enggak, Lan, udah deh kamu jangan banyak tanya, cepetan aja pulang sekarang.""Itu emak mertuaku masih ada?"Karena katanya hari ini dia mau pulang ke kampung. "Masih ada kebetulan mertuamu belum pulang ini."Hem kesempatan, Aku bakal pojokan emaknya Gia karena gelang yang dia berikan itu tidak bisa melindungi Gia sekaligus menyadarkan jika perbuatan tersebut merupakan dosa syirikAku harus mendapatkan tatapan sinis dari atasan ketika izin pulang tetapi bagaimana lagi istriku dalam keadaan darurat masa iya aku masih terus menerus bekerja. Tiba di rumah Gia sudah duduk di ruang tamu sementara mamah nunggu di teras. "Ayok cepetan bawa Gia ke mobil."Langsung berlari masuk ke dalam. "Gi, ayok Mas bantu naik ke mobil." Aku membantunya berdiri."Maafin aku ya, Mas, aku takut anak kita meninggal." D

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status