Share

Pernikahan

"Saya terima nikah dan kawinnya Karamel Nandhita dengan mas kawin uang tunai sebesar 500 ribu rupiah dibayar tunai." ucap Dirga dengan lantang. Dia sudah pasrah menjadi tumbal kenakalannya dan teman-temannya itu.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

Sah

Sah

Sah

Suara keriuhan kembali memenuhi ruangan tersebut. Terlihat wajah dari sang pengantin laki-laki yang masam sedangkan dari sang wanita masih menangis sesenggukan.

Takdir memang tidak ada yang tahu. Tetapi menikah karena penggrebrekan, ini adalah suatu kesialan.

Penjebakan dalam waktu dan tempat yang salah itu yang terjadi.

Karamel Nandhita, perempuan 20 tahun yang harus menerima kesialan karena telah dijebak oleh temannya. Sedangkan untuk Dirga, dia terlambat melarikan diri bersama kawan-kawannya tadi.

"Pernikahan sialan ini akan segera berakhir. Jangan harap Kau akan bisa bahagia setelah ini." lirih Dirga yang membuat Karamel semakin menunduk pasrah.

Kara hanya mampu menangisi semuanya. Andai dia tidak percaya omongan sahabatnya, kesialan ini tentu tak akan terjadi padanya.

Tubuhnya masih sakit, hatinya pun masih perih karena pengkhianatan sahabatnya, dan kini terjebak pernikahan dengan salah satu pembuat sakit hatinya.

Kurang sempurna apa penderitaannya hari ini?

Dirga, Kara dan keluarga Kara pulang ke rumah Kara setelah pernikahan singkat tadi. Meski dengan terseok dan tubuh serasa remuk karena luka disana sini, Kara tetap memaksakan diri untuk pulang.

Hingga sampai dirumah pun tak ada satu pun yang bersuara. Semua masih bungkam dengan apa yang baru saja terjadi.

Meskipun ini adalah sebuah kecelakaan untuk keluarga, tapi jujur Pak Santoso sangat kecewa dengan kelakuan putri bungsunya kali ini. Bukan lagi piala yang dia bawa tetapi suami hasil penggrebrekan.

"Haduhhh.... Anak emas, anak emas! Katanya cerdas, tapi kok murah ya?" sindir Kesya kakak Kara yang selama ini selalu iri dengan Kara.

Kara yang selalu juara, Kara yang selalu beasiswa, Kara yang mandiri, selalu Kara, Kara, Kara.

Seolah-olah Kesya adalah anak yang tak terlihat selama ini.

" Kesya, masuk ke dalam kamarmu!" perintah pak Santoso yang dibalas decakan dari sang anak.

"Kenapa? Bapak ngga mau kalau aku menghina anak kesayangan Bapak? Makanya, anak itu jangan terlalu dibangga-banggakan! Kalau buat kecewa, takut nanti malah bikin stres!" ucap Kesya masih penuh hinaan pada adik bungsunya tersebut.

"Key...!" teriak Pak Santoso yang membuat Kesya berdecak kasar.

" Aku pulang dulu. Nanti kita bicara lagi. Kau selesaikan dulu masalahmu dengan keluargamu yang sepertinya rumit." ketus Dirga yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari sang ayah mertua.

"Tetap duduk Kau menantu brengsek! Jika bukan karena ulahmu yang seperti binatang, putriku tak akan menjadi seperti ini. Kau adalah masalah utama dari kesialan putriku, Ba******!" teriak Pak Santoso yang tak terima putrinya ditinggal begitu saja oleh suami brengseknya itu.

" Ck... Aku kan sudah tanggung jawab. Sudah menikahinya. Terus salahnya dimana lagi? "gerutu Dirga.

Mendengar gerutuan dari menantunya itu, tentu saja mengundang emosi pak Santoso.

" Salahmu banyak. Sekarang bagaimana dengan masa depan anakku? Bagaimana kalau sampai dia hamil? "teriaknya lantang. Sungguh menantu barunya itu benar-benar menyulut emosi.

Dirga yang mendapat bentakan dari sang ayah mertua pun ikut tersulut emosi" Kami sudah menikah. Kalau dia hamil, berarti anakku. Kenapa bapak mempermasalahkan masalah yang jelas-jelas tidak penting sih? " balas Dirga dengan tak keras lantang. Mereka seolah tak sadar kalau para tetangga sudah berkerumun di depan rumah mereka.

Bukan... Bukan karena Dirga tidak tau sopan santun. Tetapi gairah yang belum tersalurkan juga kelelahan membuat emosinya gampang tersulut. Apalagi tak satupun dari sahabatnya ikut bertanggung jawab dengan datang ke rumah Kara untuk menemaninya.

" Lalu bagaimana dengan masa depan Kara? Bagaimana jika kabar kalau Kara menikah karena penggrebekan ini tersebar? Apa yang bisa kau lakukan?" tanya pak Santoso kembali dengan sedikit menurunkan emosinya. Jujur beliau takut dengan keadaan Kara yang mendapatkan kasus seperti ini.

Kara anaknya yang penurut. Bahkan sangat mandiri karena kakaknya yang selalu minta diutamakan. Kini harus mendapatkan ujian yang seperti ini.

Bukan tidak mungkin kabar buruk ini akan cepat tersebar. Dan nama baik keluarga pak Santoso pasti akan dipertaruhkan.

" Apa mau bapak sebenarnya? "tanya Dirga to the point.

" Bawa Kara bersamamu. Dia akan jauh terhormat jika bersama suaminya. "

Ucapan pak Santoso membuat Dirga mengernyitkan dahi. Biarpun sudah menikah, tetapi Kara masih di bawah umur. Apakah kedua orangtuanya tega?

Sedangkan untuk Dirga, kedua orang tuanya tak tau apapun tentang pernikahan ini. Kalau sampai mereka tau, bukan tidak mungkin Dirga akan diusir dari kediaman orangtuanya.

"Oke. Bereskan bajumu. Kita pergi sekarang!"

Perintah dari Dirga mendapatkan tatapan tajam dari Kara. Sejujurnya, tubuhnya sudah tidak mampu untuk disangganya. Tetapi orang-orang ini seolah buta dengan penderitaannya.

"Kar..." Panggilan sayu dari sang ibu mengalihkan pandangan Kara.

Perempuan yang telah melahirkannya itu sudah berhias airmata. Sedari tadi diam. Tetapi siapa yang tau kalau hati perempuan itu pun sudah remuk redam.

Anak kebanggaannya. Anak yang selalu mengalah dari kakaknya. Apa yang sedang dialaminya sebenarnya?

Tapi Lastri bisa berbuat apa saat bukti sudah ada di depan mata? Putri kesayangannya terciduk sedang melakukan hal terlarang dengan mantu kecilnya itu.

Kara tetap membisu. Jalannya tertatih menuju kamar yang biasa dipakainya. Berbagai piala penghargaan menghiasi kamar ini. Bukti bahwa otaknya cerdas. Tetapi lemah dalam menerka hati dan memilih teman.

"Berikan ATMmu!" bisik Kesya yang hanya dijawab kebisuan Kara.

"Ck... Kau tuli? Berikan ATM mu!" lagi-lagi Kara hanya diam sambil terus menata baju-bajunya ke dalam tas yang akan dibawanya.

"Berikan saja, nak! Bukankah Kamu akan menjadi menantu orang kaya? Biarkan saja uangmu yang tak seberapa itu buat kakakmu. Kasihan kan kakakmu kalau dia tak punya uang?" pinta ibunya yang membuat darah Kara mendesir kelam.

Selalu seperti ini! Itu adalah tabungannya. Hasilnya berlomba. Tetapi kenapa ibunya masih saja tega memintanya untuk memberikan uang itu kepada kakaknya?

Kara melemparkan ATM itu kepada kakaknya. Sial sudah biarkan sial seterusnya. GERAH!!!

Tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Kepala Dirga tersembul dari balik pintu.

"Apakah saya boleh berbicara sebentar dengan Kara?" tanya Dirga pelan kepada 2 orang wanita yang ada di kamar istrinya itu.

Ibu dan kakak Kara mengangguk dan segera meninggalkan kamar Kara.

"Tanda tangani!" perintah Dirga yang dibalas tatapan bingung Kara.

Namun tanpa membantah, Kara menerima berkas yang diberikan Dirga padanya.

Sebuah kontrak perjanjian untuk segera berpisah!

Kara hanya tersenyum miris. Benarkan kalau hari ini memang hari sial untuknya?

"Baca dan pahami! Gue ngga mau di kemudian hari Kau menuntut macam-macam." tegasnya kembali yang membuat Kara tanpa berpikir panjang langsung menandatangani kertas tersebut.

AKU HANYA BERHARAP, SEMOGA KALIAN SEMUA TAK AKAN MENYESAL SUDAH MEMBUATKU SEPERTI SAMPAH KAYAK GINI!!!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status