Home / Romansa / Menikah Karena Visa / BAB 2 Pernikahan Kontrak

Share

BAB 2 Pernikahan Kontrak

Author: Kim Hwang Ra
last update Last Updated: 2025-06-18 18:12:51

Pagi sudah berlalu. Elena membatalkan keberangkatannya pagi ini karena harus menunggu Daniel yang tiba-tiba pingsan di samping mobilnya tadi malam. Untung saja ada seseorang di sekitar itu yang membantu Elena memapah Daniel ke rumahnya, dan akhirnya mau tak mau Elena terpaksa menginap di rumah pria itu.

“Kau sudah bangun?”

Elena menyadari gerak Daniel yang tampak terkejut saat melihatnya duduk dengan kedua tangan dilipat di atas dada. Untung saja ada kursi di sana.

“K-Kenapa kau bisa ada di rumahku? Bukankah tadi malam—”

“Kau mau aku jelaskan bagian kau pingsan atau bagian saat kau memuntahkan isi perutmu di depan pintu?”

Daniel mencoba mengingat dengan cermat apa yang dikatakan bosnya. Meski masih pusing, dia mencoba duduk untuk mendengar alasan Elena membantunya tadi malam.

“Kita buat kontraknya sekarang. Aku tidak punya waktu menunggumu sampai sadar.”

“K-Kontrak apa?”

Spontan, ingatan Daniel berputar tentang kejadian tadi malam.

“Apa kau mau bertunangan denganku? Kau bisa mendapatkan posisi yang lebih tinggi dengan gaji yang cukup untuk membeli rumah dalam tiga bulan.”

Daniel melotot ke arah Elena sembari bergerak maju mendekatinya. Pria yang membawanya semalam sudah pergi, meninggalkan Daniel tepat di depan pintu rumahnya.

“Aku sudah muak diremehkan. Apa itu bisa mengubah nasibku?”

Tentu saja Elena mengangguk cepat. Cara bicara Daniel menunjukkan bahwa ia sudah sadar dari pingsan dan mabuknya, dan tak perlu dibantu lagi menuju kamar.

“Aku setuju! Kita bertunangan, dan aku bebas dari ocehan mereka!” teriak Daniel, lalu memuntahkan isi perutnya lagi di depan pintu kamar.

Sambil memegang kepala, Daniel tersenyum hambar dengan wajah bonyok seperti orang habis berkelahi. Ia meminta maaf karena Elena harus membersihkan bekas muntahnya, dan mengatakan bahwa malam itu ia tidak sadar sama sekali saat menyetujui tawaran Elena.

“Sia-sia saja aku menunggu semalaman. Padahal, posisi Johan masih kosong dan perusahaan butuh pengganti. Sayang sekali,” ujar Elena sambil berdiri dan meraih tasnya di atas meja untuk keluar dari kamar tersebut.

Seakan merasa usahanya akan berhasil, Elena sengaja memperlambat langkahnya, membiarkan Daniel yang akhirnya angkat suara.

“Siapa yang tidak mau posisi itu ... tapi aku tidak mau mengambil risiko yang lebih besar.”

“Semua pasti ada jalan keluarnya, hanya saja manusia sering tidak mau mencari.”

Elena sengaja berbalik, menunggu respons Daniel selanjutnya. Dengan berbagai tawaran dan pertimbangan agar mereka tidak dicurigai oleh kantor Imigrasi, akhirnya Daniel dengan berat hati setuju.

“Tapi kalau kau merasa terpaksa, aku tidak bisa melanjutkannya. Ini pekerjaan yang harus menguntungkan kedua pihak.”

“Baiklah. Aku setuju dengan sukarela, dan kita bisa bahas kontraknya.”

Elena tersenyum puas. Usahanya membuahkan hasil. Saat membicarakan kontrak tersebut, tiba-tiba ponsel Elena berdering. Ada panggilan masuk: Adi! Dengan tergesa-gesa, Elena mengangkatnya sambil keluar dari kamar Daniel. Jantungnya berpacu kencang.

“Aku akan segera kembali, percayalah.”

Elena setengah meyakinkan Adi ---tunangannya--- yang sedang menjalani tugas sebagai dokter di desa terpencil di Cakrawana. Meski berada di Molgrad, Elena tetap sering berkomunikasi dengan tunangannya untuk menjaga kesetiaan yang telah dibangun sebelum ia bekerja di Castelvaux.

“Hati-hati. Kabari aku kalau pekerjaanmu sudah selesai,” ucap Adi sebelum Elena menutup panggilan. Sesaat kemudian, Elena kembali masuk ke kamar dan tak mendapati Daniel di sana. Saat mendengar suara shower dari kamar mandi, Elena tahu itu Daniel dan segera keluar untuk menunggunya di ruang tamu.

“Kita ke kantor Imigrasi dulu. Proyek untuk minggu ini tidak bisa ditunda lagi.”

Daniel yang baru selesai membersihkan diri, menawarkan untuk sarapan dulu sebelum pergi ke kantor Imigrasi. Perutnya lebih penting pagi ini daripada harus menahan lapar. Elena setuju dan menawarkan sarapan makanan siap saji di dekat kantor Imigrasi.

Setelah selesai sarapan, mereka langsung ke kantor Imigrasi yang berdekatan dengan tempat mereka makan. Saat masuk, suasana masih tenang karena pemilik ruangan belum berada di tempat.

“Kau yakin kita bisa melakukan ini? Ada banyak risikonya.”

“Kau mau membuatku kerja dua kali karena rasa curigamu?”

Pertanyaan Elena membuat Daniel yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja selama ditangani oleh bosnya yang punya tekad kuat. Tak berapa lama, seorang wanita paruh baya masuk ke ruangan dengan ponsel di telinga.

“Besok aku ke sana. Siapkan berkas yang dibutuhkan,” ucapnya sebelum menutup panggilan dan duduk di kursi kerja yang menghadap Daniel dan Elena.

Elena menyodorkan amplop yang diterimanya kemarin dari atasannya kepada wanita itu, sambil memperhatikan ekspresi saat amplop dibuka.

“Lantas, apa tujuanmu?”

“Aku dan pria ini sudah bertunangan. Aku rasa ini bisa dipertimbangkan oleh kantor Imigrasi. Tidak mungkin kalian memisahkan kami, bukan?”

Wanita itu menatap Elena dengan datar, kemudian mengalihkan pandangan ke Daniel untuk memastikan bahwa pernyataan Elena bukan main-main. Daniel mengangguk setuju.

“Pernyataan seperti kalian sudah sering memenuhi kantor ini. Dan nyatanya, mereka berakhir di penjara karena mempermainkan urusan negara,” tegas Ms. Callahan ---petugas Imigrasi--- sambil mengembalikan amplop resmi tersebut.

“T-Tapi kami tidak berbohong. Kami akan ke kantor sipil untuk mendaftarkan pernikahan kami,” bantah Elena dengan cepat. Ia juga meyakinkan Daniel bahwa sebagian proyeknya akan diserahkan kepadanya sebagai tambahan tawaran.

“Aku akan memberikan waktu sampai jam satu siang nanti. Jangan buat aku menunggu. Masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.”

Elena setuju dan segera mengajak Daniel ke kantor sipil. Kantor itu penuh sesak, dan Elena hampir menyerah menunggu antrean, tetapi Daniel menyemangatinya agar tidak menyerah karena ia sendiri akan diuntungkan dari ini semua.

“Sudah jam setengah dua belas. Kita harus pergi sekarang sebelum jalanan kota macet,” ujar Elena mengajak Daniel cepat. Surat pernikahan mereka sudah diterima dan tidak ada waktu lagi untuk menundanya. Begitu tiba, Elena segera menyerahkannya kepada Ms. Callahan yang sudah berada di sana.

“Jika aku menemukan kebohongan dari pernikahan ini, sanksi yang akan kalian terima cukup berat, terutama kamu!” ucap Ms. Callahan sambil menunjuk Daniel, dengan sorot mata yang tajam.

Demi meyakinkan Ms. Callahan, Daniel tiba-tiba angkat suara.

“Kami akan menemui keluargaku secepatnya. Kami akan tunjukkan beberapa foto sebagai bukti kalau kami tidak berbohong,” ujarnya sambil menarik napas karena berbicara tanpa pikir panjang.

“Kau yakin?” bisik Elena pelan di telinga Daniel. Gerak tubuh Elena jelas menunjukkan bahwa ia menyangkal dan tidak setuju dengan ucapan Daniel. Namun, tiba-tiba saja Daniel memegang tangannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Karena Visa   BAB 93 : Siapa Kamu?

    Langit sore di Maple Hollow berwarna jingga pucat, matahari mulai turun di balik gedung-gedung rendah. Daniel melangkah keluar dari rumah sakit, udara dingin musim gugur langsung menyapa kulitnya. Tadi, sebelum kembali tertidur, Elena sempat berbisik pelan—meminta sesuatu yang manis. “Cupcake stroberi… yang dari toko dekat taman,” katanya lemah. Daniel tahu toko yang dimaksud. Namun ada satu alasan lain ia keluar: mencari petunjuk. Sosok ber-mantel gelap itu masih menghantui pikirannya. Jalan menuju toko cupcake melewati taman kota yang tak terlalu ramai sore ini. Beberapa anak bermain di ayunan, dan pasangan lansia duduk di bangku sambil memberi makan burung. Daniel memandang sekeliling, matanya mencari kemungkinan wajah yang pernah ia lihat tadi di rumah sakit. Di seberang jalan, ada kios bunga. Daniel memperlambat langkahnya, karena dari sudut mata, ia melihat sekilas bayangan seseorang yang mirip—postur tubuh, cara berjalan, dan mantel gelap yang sama. Orang itu sedang ber

  • Menikah Karena Visa   BAB 91 : Daniel tidak kenal

    Daniel baru saja mendorong pintu, membawa kantong plastik berisi bubur hangat. Senyum kecilnya langsung lenyap saat melihat tubuh Elena terkulai di ranjang, kepalanya miring ke samping dengan mata terpejam. “Elena!!” serunya panik, kantong plastik jatuh begitu saja ke lantai. Daniel segera berlari mendekat, menepuk pelan pipi Elena. “Elena, bangun… dengar aku, Elena…” Tak ada respon, perlahan Daniel meletakkan kepala Elena diatas bantal kemudian menekan tombol darurat di dekat ranjang. Seorang perawat tak lama kemudian datang. " Apa yang terjadi?" "Entahlah, aku juga tidak tahu. Begitu sampai dia sudah pingsan" Suster segera memeriksa Elena, kemudian memeriksa kotak infus Elena lagi dan mengatakan jika Elena mungkin melihat atau mendengar sesuatu yang membuatnya syok. "Lebih baik anda di sini saja, setidaknya bisa langsung hubungi kami jika terjadi sesuatu" Daniel mengangguk, setelah suster keluar Daniel duduk menepi di dekat ranjang Elena. Menepuk pelan punggung tanga

  • Menikah Karena Visa   BAB 91 : Siapa Pelakunya?

    Daniel menatap Adi lama, rahangnya mengeras, tapi di balik tatapan tegas itu, pikirannya mulai terusik. Apa mungkin... yang dia bilang ada benarnya? Ingatan-inginannya tentang Elena, kejadian beberapa minggu terakhir, semua berputar di kepalanya. Keraguan yang tak pernah ia izinkan masuk, kini perlahan merayap. Namun, ia tak mau menunjukkannya di depan Adi. “Aku nggak tahu apa maksudmu,” ucap Daniel akhirnya, nadanya terdengar datar, nyaris tanpa emosi. “Tapi kalau kau datang ke sini untuk memprovokasi, aku sarankan kau pergi sebelum aku benar-benar marah.” Adi tahu jika Daniel mungkin saja tak percaya padanya, tapi mustahil tabrakan itu tak disengaja hanya karena kantuk."Kita bisa cari tahu dari CCTV jalan"Adi menambahkan namun Daniel belum sepenuhnya percaya, dia segera menuju ruangan inap Elena. Masuk dengan ekspresi yang sulit dibaca oleh keluarganya, dia duduk disebelah Elena."Adi sudah pulang?"Daniel menoleh, " Belum, dia ingin menjengukmu"Elena diam, tentu saja dia ta

  • Menikah Karena Visa   BAB 90 : Adi menjenguk Elena

    Daniel berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi. Jarum jam terus bergerak, namun waktu terasa begitu lambat. Setelah hampir dua jam, pintu ruang operasi akhirnya terbuka, dan dokter keluar dengan ekspresi lelah namun tenang. “Operasinya berjalan lancar,” kata sang dokter. “Namun, pasien masih belum sadar. Kita akan memindahkannya ke ruang inap untuk pemantauan.” Daniel mengangguk, mengucapkan terima kasih berkali-kali. Setelah Elena dipindahkan, ia tetap berada di sisinya. Peralatan medis berderit pelan, dan napas Elena yang teratur menjadi satu-satunya hal yang sedikit menenangkan hatinya. Di kursi sebelah tempat tidur, Daniel meletakkan tas dan ponsel Elena yang tadi ia bawa dari lokasi kejadian. Malam semakin larut, hampir semua lampu di lorong rumah sakit sudah redup. Tiba-tiba, ponsel Elena berdering. Daniel menoleh, melihat nama “Adi” terpampang jelas di layar. Alisnya mengerut. Ia mengambil ponsel itu, menekan tombol terima sambil melangkah keluar ruangan agar suar

  • Menikah Karena Visa   BAB 89 : Elena, bangunlah!

    Sirine ambulans meraung membelah malam. Daniel duduk di dalam, menggenggam tangan Elena yang dingin dan masih berlumur darah. Matanya merah, wajahnya tak tenang. “Bertahan, Elena…,” gumamnya pelan, seakan berbicara pada seseorang yang mungkin sudah tidak mendengar. Sesampainya di rumah sakit, tim medis segera membawa Elena masuk ke ruang IGD. Daniel sempat tertahan di luar, berdiri lemas dengan pakaian berantakan, sebagian basah oleh darah Elena. Tangan dan lututnya gemetar. Tak lama setelah itu, ia segera menghubungi keluarganya. “Nek... tolong datang ke rumah sakit kota. Elena... kecelakaan.” Suaranya tercekat. Kurang dari setengah jam, Nenek Rose datang bersama Lily, yang matanya membelalak ketika melihat Daniel berdiri sendiri di lorong rumah sakit, wajahnya murung. “Daniel! Bagaimana Elena?” tanya Lily panik sambil menggenggam lengan kakaknya. “Dia masih di ruang tindakan...” jawab Daniel lirih, menunduk. “Dia berdarah... dia... pingsan.” Beberapa menit kemudian,

  • Menikah Karena Visa   BAB 88 : Kecelakaan

    Aroma masakan menguar dari dapur rumah Daniel. Di ruang makan, meja telah tertata rapi dengan berbagai hidangan khas rumahan. Nenek Rose tampak sibuk memastikan semua orang duduk di tempatnya masing-masing, wajahnya ceria seperti biasa. "Kayla, duduk di sebelah Elena ya," ucap Nenek Rose sambil tersenyum hangat. “Margaret, di sebelah saya. Daniel, kamu bantu tuangkan air ya?” Daniel yang berdiri dekat meja hanya mengangguk, mengambil teko dan mulai menuang air putih ke gelas-gelas. “Terima kasih sudah mengundang kami,” ucap Margaret, nenek Kayla, dengan suara lembut dan sopan. “Saya senang melihat Kayla bisa duduk bersama kalian.” Elena tersenyum ramah. “Kami juga senang, Nenek. Semuanya sudah selesai, jadi nggak perlu ada beban lagi.” Kayla menunduk sejenak, lalu mendongak dan menatap Elena dan Daniel bergantian. “Terima kasih… karena kalian mau memaafkan aku. Aku tahu… aku udah lancang. Aku cuma… terlalu tertekan. Tapi sekarang, aku sadar itu bukan cara yang baik.” Dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status