Share

Lima

last update Last Updated: 2024-05-30 14:46:41

"Nggak usah dikembalikan uangnya, Dan. Anggap saja uang jajan buat Putri." Hanya itu yang bisa terdengar oleh Gina dari ujung pintu kamarnya.

"Nggak bisa gitu, Mbak Salma. Gina nggak pernah bilang kalo ada pinjam uang sama, Mbak. Saya sebagai suaminya harus tanggung jawab," lanjut Danu sambil mengeluarkan dompet dan mengambil empat lembar uang pecahan lima puluh ribuan.

Gina menahan napas karena terkejut. Ternyata Salma datang ke rumah kontrakan ini karena mau menagih hutang. Gina tidak bisa berbuat banyak karena memang tidak ada uang saat itu. Ia butuh uang karena Putri harus segera berobat.

"Bukan gitu, Dan. Maksudku, pakai saja uangku itu. Toh, anggap saja rezekinya Putri. Mungkin Gina nggak ada pegang uang pas mau bawa anak kalian berobat," kata Salma menolak uang pemberian dari Danu.

Napas Gina  terengah menahan amarah. Ia tidak bisa lagi terus di dalam kamar. Uang itu masih tersisa separuhnya. Astaga! Kenapa hal ini membuat emosi.

"Bu Salma, maaf, kalo saya pinjam uang terlalu lama. Ini saya ada seratus ribu. Separuhnya akan saya kembalikan lusa." Ucapan Gina membuat Salma dan Danu terkejut.

Danu mengira jika Gina menidurkan Putri, ternyata tidak. Anak mereka ada dalam gendongan Gina. Putri tampak lapar karena sejak tadi menggigit jari-jemarinya. Gina pun kembali masuk ke dalam kamar dan membuka amplop cokelat berisi uang sumbangan dari warga.

Gina mengambil uang lembaran seratus ribu lalu segera keluar dari kamar. Salma merasa tidak enak hati karena membahas utang Gina. Parahnya, Gina mendengar sendiri obrolan itu. Salma merasa canggung ketika berdua dengan Danu.

"Tidak jadi lusa. Aku kembalikan sekarang saja. Utangku lunas, jangan lagi ditagih atau bahkan digosipkan dengan banyak tetangga." Gina menatap tajam ke arah Salma. "Oh, ya, sudah malam, saya dan Putri harus tidur," usir Gina sambil menatap ke arah pintu.

"Oh, ya, maaf, sebenarnya bukan itu maksudku. Aku tidak ada maksud buat nagih uang itu sama Danu. Kamu salah sangka, Gin," kata Salma yang kini beranjak dari duduknya. 

'Salah paham gimana? Orang jelas nagih masih dibilang salah paham.' Gina menggerutu di dalam hati saat ini.

Orang yang dianggap tulus ternyata sangat jahat. Lantas orang seperti apa yang benar-benar bisa dipercaya Gina? Entahlah, Salma bisa tampak sangat baik, tetapi setelahnya sangat jahat. Gina tidak habis pikir dengan cara kotor yang dipakai oleh Salma 

"Saya pamit pulang dulu, ya, Danu dan Gina. Semoga Putri lekas sembuh," kata Salma yang saat ini sudah berada di depan pintu.

Salma pun meninggalkan rumah kontrakan Danu. Ia segera melajukan motornya menuju ke rumah. Entahlah, ada rasa senang ketika bisa menjatuhkan Gina di depan Danu. Setelah ini sudah bisa dipastikan pasangan suami dan istri itu akan bertengkar.

"Kamu kenapa malah pinjam uang sama Mbak Salma? Bikin malu aja!" Danu mengomel setelah Salma pulang.

Gina mengembuskan napas panjang. Rasanya sangat lelah berdebat dengan Danu. Perdebatan itu akan panjang jika Gina menjawab setiap ucapan sang suami. Tanpa pikir panjang, Gina kembali ke kamar untuk mengambil uang.

"Kamu mau ke mana?" tanya Danu saat melihat Gina keluar sambil menggendong Putri. 

Gina tidak menjawab karena malas. Ia pun berjalan menuju salah satu warung sembako untuk membeli beras dan telur. Tidak banyak yang dibeli oleh Gina saat ini, hanya beras satu kilo dan seperempat telur. 

Pemandangan tidak menyenangkan saat Gina baru saja pulang ke rumah; Danu tampak sedang makan. Ia makan makanan yang diberikan oleh Salma. Gina hanya bisa mengelus dada. Danu seolah merasa tidak bersalah sama sekali. Danu menatap ke arah anak dan istrinya.

"Kamu nggak makan? Itu bungkusan lauk dan nasi banyak sekali. Nggak usah masak. Nasinya udah aku pindahin ke magic com," kata Danu dengan enteng.

Gina hanya melirik sekilas dan segera ke belakang. Tak lama Putri merengek karena lapar. Terpaksa, Gina ikut mengambil nasi pemberian wanita ular itu. Ada nasi, sop daging, ayam goreng, tempe goreng, dan sambal; semua masakan itu adalah kesukaan Danu.

"Putri mau makan sama, Bapak? Biar Ibu istirahat dulu," kata Danu yang baru saja selesai makan.

Perubahan sikap Danu yang mendadak membuat Gina mengerjab beberapa kali. Danu tampak asyik dengan ponselnya. Saat Gina datang bersama Putri, benda pipih itu langsung diletakkan di meja. Entahlah, Gina tidak paham dengan sikap Danu.

Gina pun menyerahkan Putri pada Danu. Ia tidak langsung makan, tetapi membersihkan diri terlebih dahulu. Mandi di rumah sakit itu hanya dengan sedikit air dan rasanya tubuh masih kurang bersih. Air di rumah sakit sangat terbatas karena kebetulan sedang ada perbaikan selama beberapa hari ini.

Pagi datang dengan cepat, seperti biasa, Gina akan menyiapkan sarapan untuk sang suami dan juga anaknya. Danu sibuk bersiap menata semua buah-buahan yang ada di gerobaknya. Gina sesekali melirik ke arah Danu. Sekarang tidak hanya mangga saja yang dijual oleh Danu.

"Mas, kamu jualan banyak buah sekarang?" Entah pertanyaan atau sebuah kecurigaan dari Gina saat ini.

"Ya, mumpung ada rezeki aku coba aja ambil beberapa macam buah. Ada pepaya, melon, semangka, mangga, manggis, dan ini nanas. Kemarin juga hasil jualannya lumayan." Danu mengatakannya tanpa beban sama sekali pada sang istri.

"Emang dapat modal dari mana? Beli kulakan semua itu butuh banyak modal loh." Gina kali ini sedikit memancing sang suami.

"Ya, aku kemarin emang uang pokok modal dan keuntungan aku belikan semua buah ini. Aku kemas sendiri. Nggak satu kilo penuh ini, tapi hanya delapan ons saja. Jadi masih ada untung dari dua ons. Kalo jualannya di sekitar perkantoran dan pabrik lumayan cepat habis," jawab Danu tanpa curiga sedang dipancing oleh sang istri.

"Jualan di pabrik?" Gina mengernyitkan dahi sambil memindahkan sayur sop yang baru saja dipanaskan ke dalam wadah besar.

"Ya, tempat Mbak Salma bekerja. Karyawati pabrik sepatu itu lumayan banyak yang beli. Lumayanlah, bisa balik modal. Kalo hanya keliling perumahan dan kampung kaya biasanya juga nggak akan dapat banyak. Buah juga banyak yang busuk," jawab Danu sambil meletakkan beberapa kantung plastik di dekat tempat buah.

Ada rasa sesak di dalam dada Gina saat mendengar nama Salma disebut. Bukan rasa cemburu, tetapi lebih pada rasa kesal yang luar biasa karena kejadian semalam. Sengaja atau tidak, Salma seperti sedang menjatuhkan Gina di depan Danu. Danu kali ini gantian menatap Gina yang sedang terdiam.

"Kamu kemarin kenapa pinjam uang sama Mbak Salma?" Masih pagi mengapa harus pertanyaan itu yang keluar. "Dia semalam minta balik uang itu karena ada kebutuhan mendadak," lanjut Danu dengan nada lembut tetapi sukses membuat Gina meradang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   63

    Hujan turun deras malam itu, menampar atap kamar kontrakan tempat Gina tinggal. Suasana sunyi dan gelap, hanya disinari lampu temaram dari pojok ruangan. Gina duduk di pojok ranjang, memeluk lutut, tubuhnya terbungkus sweater lusuh warna abu. Raut wajahnya terlihat sendu, matanya sembab, bekas air mata masih tampak di pipinya.'Ternyata otak dan hati nggak sinkron. Mas Danu sama sekali tidak berubah.' Gina mengatakan dalam hati dengan sangat pilu. Gina masih sempat berpikir jika Danu akan berubah saat ia berangkat kerja ke luar negeri. Akan tetapi, justru Danu semakin parah. Entahlah apa yang ada di otak Danu saat ini. Cinta dalam hati Gina kini berubah menjadi sebuah kebencian mendalam. Sudah satu minggu berlalu sejak ia terakhir kali melihat wajah Danu. Satu minggu penuh dengan pergolakan batin, antara rindu, dan benci, antara luka dan keinginan untuk melupakan. Seharusnya ia bisa hidup tenang setelah lepas dari pernikahan pura-pura itu. Namun, kenangan tentang Danu terus berputa

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   62

    Malam telah jatuh dengan sempurna saat Gina melangkah keluar dari gedung restoran tempatnya bekerja. Lampu-lampu jalan menyinari aspal yang sedikit basah akibat hujan sore tadi. Langkahnya pelan, lelah menguasai setiap inci tubuhnya. Mata wanita itu sayu, wajahnya pucat, dan napasnya terdengar berat. Hampir dua bulan sudah ia hidup terpisah dari sang anak, Putri. Rindu itu tak pernah surut, malah semakin hari semakin menyesakkan.Gina selalu menaiki bus umum untuk mengantarnya sampai ke flat tempatnya mengontrak. Di dalam bus, ia merindukan sang anak--Putri. Ia butuh semangat, butuh kehangatan yang hanya bisa didapat dari suara dan wajah kecil yang sangat dirindukan. Putri adalah alasan Gina mau bekerja keras saat ini. “Assalamualaikum, Bunda!” sapa ceria Putri dari layar.Wajah mungil itu muncul dengan senyum lebar. Matanya berbinar, rambutnya ditata rapi dengan jepit warna merah muda. Di latar belakang, terlihat ruang tamu rumah Reza—kakaknya, tempat Putri sementara tinggal. Putri

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   61

    Malam itu, suasana di kantor polisi sangat berbeda dari biasanya. Lampu-lampu neon yang terpasang di langit-langit memantulkan cahaya terang yang terasa dingin, hampir seolah-olah menguatkan nuansa suram yang menyelimuti ruangan itu. Di sudut ruangan, Guntara duduk di kursi kayu keras, tangan terborgol, wajahnya tampak lelah dan kosong. Tidak ada sedikit pun ekspresi penyesalan yang terlukis di wajahnya, hanya kelelahan yang tampak menghantui setiap gerak-geriknya.Salma sudah tidak ada di sana. Ia menolak memberikan kesaksian atau bertemu dengan Guntara. Setelah kejadian tadi malam, Salma memilih untuk meninggalkan tempat itu dan kembali ke rumah salah satu warga. Meski di dalam dirinya masih ada rasa sakit yang mendalam, ia merasa lebih tenang di tempat yang jauh dari Guntara. Ia tahu, apapun yang terjadi, ia harus mengakhiri semua ini—kehadirannya di rumah itu, pertemuan mereka yang penuh amarah, dan hubungan yang sudah lama mati.Sementara itu, di kantor polisi, kegaduhan akibat p

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   60

    "Kamu benar-benar gila, Mas!" Salma berteriak dengan sangat kencang saat mereka berada di dalam rumah."Ya, aku memang gila!" bentak Guntara tak kalah keras dari Salma.Angin malam menyusup dari celah jendela kayu rumah bergaya minimalis yang berdiri di pinggiran kota. Rumah itu sunyi, hanya diisi oleh kenangan masa lalu yang tak pernah benar-benar mati. Dinding-dindingnya masih menyimpan gema tawa dan tangis, jejak-jejak cinta yang dulu pernah menyala, lalu padam tanpa aba-aba.Salma berdiri di ruang tengah, tubuhnya kaku, matanya menatap Guntara penuh kecurigaan. Ia masih mengenakan setelan santai, jaket krem menutupi gaun tidurnya. Rambutnya digerai, sebagian menutupi pipinya yang kini mulai memerah karena emosi yang tertahan. Laki-laki itu memang tidak bisa ditebak dan membuat Salma kehabisan kesabaran.“Kenapa kau bawa aku ke sini?” tanyanya, suaranya dingin, nyaris tanpa intonasi. “Kenapa bukan ke hotel atau tempat lain saja?”Guntara berdiri beberapa langkah darinya, tubuh tega

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Sembilan

    "Ibu dan yang lainnya sama saja. Mereka tidak akan membantu setiap masalahku, tapi sebaliknya, hanya menambah masalah!" Guntara sangat marah saat ini.Pekerjaan di kantor hari ini sangatlah banyak. Guntara bahkan melupakan jam istirahatnya. Ia tidak keluar untuk makan siang. Meski sudah bekerja dari pagi, tetap saja, pekerjaan itu belum selesai. Senja mulai menyelimuti langit dengan semburat jingga yang perlahan memudar. Udara di sekitar pabrik terasa penuh dengan debu dan bau besi yang khas. Para pekerja satu per satu keluar dari pintu produksi, wajah mereka tampak lelah setelah seharian bergulat dengan mesin dan pekerjaan berat. Lelah setelah bekerja seharian tampak pada wajah para pekerja itu. Di antara kerumunan itu, seorang pria tegap berdiri bersandar pada kap mobil hitamnya. Sorot matanya tajam, menelusuri wajah-wajah yang keluar dari dalam pabrik. Guntara menunggu dengan sabar, meski dadanya berdegup kencang. Dia tahu apa yang akan terjadi setelah ini tidak akan mudah, tetap

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Delapan

    "Ibu bukan nggak tahu kegilaanmu, Gun. Hanya saja, selama ini, Ibu diam dan sengaja menunggu kamu berubah. Tapi, ternyata tidak. Kamu justru semakin gila! Salma dan laki-laki itu sudah menikah!" Yulianti berbicara dengan nada penuh amarah pada sang anak. "Apa yang kamu harapkan dari wanita pelakor itu? Dia sengaja membuat istri laki-laki itu pergi!" bentak Yulianti dengan kasar dan keras."Ibu tahu dari mana mereka sudah menikah?" tanya Guntara yang tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Yulianti menoleh lalu tersenyum sinis. Ia menertawakan sang anak yang tampak bodoh itu. Yulianti lantas mengatakan kalimat pedas yang membuat Guntara terdiam seketika. Fakta itu memang menyakitkan."Sejak lama Ibu sudah tahu. Kamu saja yang menutup mata dan telinga. Sudah benar membuang batu kali dan mendapatkan berlian, kamu malah memilih mengambil batu kali. Di mana otak kamu?" Yulianti mengatakan dengan nada keras. Ruangan rumah mewah itu terasa begitu tegang. Yulianti berdiri di tengah ruang

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Tujuh

    Udara malam menyelimuti rumah kontrakan Danu dengan keheningan yang mencekam. Cahaya lampu jalan yang temaram menyoroti halaman sempit di depan rumah. Angin berembus pelan, mengayun tirai jendela yang dibiarkan terbuka sedikit, memberikan celah bagi cahaya bulan untuk masuk. Aroma tanah basah sisa hujan sore tadi masih tercium samar-samar.'Aku dan Salma sama-sama saling menguntungkan. Aku jelas tidak salah. Gina jauh!' Danu masih membayangkan aktivitas mereka saat di hotel beberapa waktu yang lalu.Danu duduk di kursi kayu tua di sudut ruangan, tangan kirinya memegang gelas berisi kopi hitam yang masih mengepul. Ia baru saja selesai mandi, rambutnya yang masih basah sedikit berantakan, meneteskan air ke kaus oblong yang dikenakannya. Pandangannya kosong, menatap ke luar jendela dengan mata sedikit sayu. Di dalam pikirannya, ada banyak hal yang berkecamuk—tentang Salma, tentang Gina, dan tentang kehidupannya yang semakin rumit.Ada Salma di rumah ini. Setelah kejadian itu, baru sekara

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Enam

    Sepanjang perjalanan menuju rumah, Salma selalu tersenyum. Ia masih mengingat bagaimana permainan Danu semalam. Sangat memuaskan dan Salma hampir kewalahan. Mendadak Salma membandingkan permainan ranjang Guntara dan Danu, lantas senyumnya langsung memudar. Salma baru saja tiba di rumahnya, sebuah rumah minimalis dengan pagar putih sederhana. Malam sudah larut, udara dingin menyelimuti lingkungan sekitar. Langit tampak gelap tanpa bintang, hanya rembulan yang bersinar redup di balik awan tipis. Rasa lelah masih menggelayut di tubuhnya, setelah seharian berada di luar rumah. Namun, belum sempat ia menghela napas lega, langkahnya terhenti.Di teras rumahnya, seorang pria berdiri tegap dengan tatapan tajam yang menusuk ke arah Salma. Guntara.'Ngapain dia di sana!' Salma menggerutu di dalam hati saat melihat Guntara duduk di salah satu kursi yang ada di terasnya.Salma kesal saat melihat sang mantan suami. Entah sejak kapan pria itu berada di sana. Salma tidak melihat mobilnya terparkir

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Lima

    Danu duduk di karpet rumah kontrakan dengan wajah kusut. Asap rokok yang mengepul di ujung jarinya perlahan membaur dengan udara dingin yang masuk dari jendela. Matanya menatap kosong ke arah jendela besar yang memperlihatkan kilauan lampu kota di malam hari. Hujan baru saja reda, meninggalkan jejak basah di trotoar dan jalan raya yang memantulkan cahaya lampu kendaraan yang melintas. Ternyata tidak semudah itu!Di depannya, Salma berdiri dengan tangan terlipat di dada, wajahnya penuh dengan ketegangan. Perempuan itu baru saja mentransfer sejumlah besar uang ke rekening Danu, dan kini menuntut kepastian. Ya, Danu meminta kompensasi atas apa yang diminta oleh Salma. Mereka baru saja beradu argumen dengan Guntara."Apa tidak ada pilihan lain?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Danu tanpa basa-basi sama sekali. "Kita sudah sepakat, Danu," ucapnya dingin. "Aku sudah melunasi hutang-hutangmu. Sekarang giliranmu melakukan bagianmu."Danu menghela napas panjang, membuang sisa rokoknya ke asb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status