Share

PERTENTANGAN

"Siapa yang membunuh siapa?" 

Suasana di lantai 17 mencekam sesaat. Bahkan, kedua pria yang saling berhadapan itu saling bertatap pandang dengan sikap waspada.

"Levin Gerald?" Elliot menyebut nama pria yang sudah di hadapannya. Mata monolid miliknya melirik nama di dalam kartu nama itu. Dia sedang memastikan ejaan dari nama Levin diucapkan dengan benar.

Sebuah nama tidak membuat ekspresi Levin tergerak sedikit pun. Sikapnya tetap sama dengan pikiran yang menetap pada sebuah kesalah pahaman.

Pria yang baru menjadi korban dalam sebuah penculikan itu menaruh curiga pada kedatangan pria asing di depan pintu apartemennya. Dia sedang salah kira bahwa pria itu datang untuk melakukan hal serupa.

"Apa kau orang suruhan Elgie?" Sebuah nama yang disebut Levin adalah nama besar. Tentu saja bila di ujungnya tersematkan nama Dawson. Elgie Givardi Dawson, nama seorang CEO di sebuah perusahaan raksasa dalam bidang konstruksi-Royal Group.

Tentu saja nama itu tidak ada dalam pikiran Elliot. Pria itu hanya bisa mengerjap atas tuduhan yang tidak dimengerti. "Aku? Suruhan siapa?" 

Levin di hadapannya tetap berdiri awas.  Dagunya terangkat menagih jawaban dari Elliot.

"Aku kurir," canda Elliot yang tidak semuanya salah. Dia menunjukkan barang titipan Kainan agar sedikit lebih meyakinkannya. Akan tetapi, hal itu membuat Levin bertambah curiga. Dia tidak pernah memesan apa pun. Apalagi penampilan parlente dari orang yang mengaku sebagai kurir  tidak membuatnya yakin.

Mata tajam Levin menyapu pada setelan jas mahal pria itu, lalu beralih pada benda yang dia bawa seolah penasaran dengan isinya. Namun, rasa penasaran itu terbaca jelas oleh Elliot. Sambil menampakkan senyum terpaksanya, dia kembali menerangkan, "Sebuah dasi pria."

Levin mengendurkan kewaspadaannya. Sebuah dasi mengingatkannya akan janji seorang wanita. Wanita nekat yang meminta untuk menikahinya. Siapa yang akan menolak keinginan wanita cantik seperti Kainan. Namun, Levin memiliki alasan lain di baliknya.

“Si sekretaris?” tebak santai Levin membuat Elliot tercengan sesaat. Akan tetapi pria itu tidak memiliki waktu untuk menerima tamu. Dia membuka pintu kamar apartemennya dan mengabaikan Elliot. 

“Berikan padaku dan segeralah pergi.” ucap Levin untuk mengusirnya. Tubuh tingginya berdiri di tengah daun pintu yang sudah sedikit terbuka.

Mata sekretaris itu menatapnya dengan malas, tetapi tidak juga membuatnya pergi. Dia lebih memilih menerobos masuk ke dalam tanpa memperdulikan izin dari si tuan rumah. 

Pria itu menatap langsung, sebuah ruang apartemen dua kamar yang tampak luas dari apartemen pada umumnya. Ruangan itu tertata cantik dengan dekorasi mewah dari furniture berbahan premium. Tidak luput dari itu, Elliot lebih tertarik dengan warna serba monokrom membosankan dalam ruangan itu.

"Ckk! Bahkan, kau tidak satu level dengan Kainan," komentar merendah pria itu atas tempat tinggal Levin.

Meski apartemen miliknya terbilang premium, tetapi itu tidak sebanding dengan harta milik Kainan. Wanita yang bagaikan tuan putri tinggal di sebuah mansion besar. Bahkan, ruang apartemen mewah serupa milik Levin juga dimiliki Kainan di berbagai kota.

"Nama wanita itu Kainan?" sahut Levin menyusul Elliot ke dalam. Dia menatap paper bag hitam yang sudah diletakkan Elliot di atas meja.

“Apa?” Elliot terperangah tidak percaya. “Bahkan, kau tidak tahu nama wanita yang akan kau nikahi!”

Levin tidak bereaksi. Jas abu-abu arang yang melekat di tubuh berototnya dilepaskan, lalu dilemparkan di atas kursi bar yang menyekat ruangan itu.

“Aku tidak akan menawarkan minum karena sebentar lagi kau harus lekas pergi,” ungkap pria itu sambil menuang botol anggur di dalam gelas. Gelas itu diangkatnya tinggi, seolah mengajak Elliot untuk bersulang dari kejauhan.

Tidak terima mendapatkan penolakan dari Levin membuat Elliot semakin geram. Dia meraih anggur milik pria itu dan duduk tanpa permisi di atas sofa.

Hal itu tidak membuat si tuan rumah marah. Dia hanya tersenyum lucu dan kembali menuang gelas selanjutnya.

"Dilihat dari tingkahmu yang tidak sopan, sepertinya kau bukan sekretaris biasa," komentar ringan Levin tidak membuatnya tersinggung. Justru, membuat Elliot lebih leluasa untuk menyilangkan kaki.

"Lebih tepatnya aku bukan pria biasa untuk Kainan.” Mata monolid Elliot lebih tertarik memandangi gelas yang diguncangkannya dengan gerakan elegan.

Levin tersenyum puas setelah menenggak anggur ke dalam mulutnya. Bibir tipis pria itu bersiap mengucapkan sebuah kata yang penuh tekanan. “Bagi siapa? Bagi calon istriku?”

‘Byurr!’

Anggur dalam gelas wine Elliot berpindah membasahi wajah Levin. Bahkan, cairan merah itu ikut membekas pada kemeja putihnya.

“Hentikan kata-kata menjijikkan itu!” bentak Elliot mengerutkan hidung.

Levin tidak membalas. Dia lebih memilih mengulum senyum terpaksanya atas tindakan pria yang tidak sopan itu.

“Melihat ekspresimu, sepertinya kau tidak suka atas pernikahan Ka ….” Mata hitam pria itu melambung ke langit-langit untuk mengingat nama wanita yang akan dinikahinya. “Ka siapa? Kainan?”

“Aku lebih menentang bila kau yang akan jadi mempelai prianya," dengus kesal Elliot yang tidak terima.

Levin hanya ikut duduk di salah satu puff. Dia mengumbar senyumnya seakan tahu pikiran dari lawan bicaranya itu. “Apa bukan karena kau yang menyukainya?”

Sepasang mata hitam sekretaris itu terbelalak. Tanpa banyak bicara, dia bangkit dari duduknya dan menyerang pria itu.

'Srak!' Kedua tangan Elliot mencengkram erat pada kemeja Levin. Dia menumpahkan seluruh tenaganya hingga tubuh pria yang lebih besar darinya terdorong jatuh di atas lantai.

'Pyar!' Gelas yang ada di tangan Levin ikut terjatuh dan pecah. Butiran kaca itu membaur di atas lantai.

"Ada apa?" Levin berbicara tenang dalam cengkraman Elliot.  Elliot yang ada di atasnya hanya bisa menambah tenaganya.

"Jaga ucapanmu!" tegas Elliot justru mendatangkan senyum di wajah Levin. Pria itu tetap terlihat tenang meski dalam keadaan yang terancam.

"Sikapmu menunjukkan bahwa apa yang aku katakan itu benar."

"Aku melakukannya karena memang kau tidak pantas untuk kainan." Pria yang lebih muda empat tahun dari Levin hanya bisa berkelit sesaat. Namun, kebenaran yang dirasakan memang tidak bisa dipungkiri dirinya sendiri.

Dengan kasar Elliot melepaskan cengkramannya. Terlihat jelas rasa frustasi larut bersama sebuah keresahan.

"Kainan adalah seorang direktur dengan masa depan cerah. Tidak bisa dipercaya bahwa dia akan memilih sembarang pria tidak jelas sepertimu," cemooh Elliot secara terang-terangan di hadapannya.

"Direktur?" Levin mengulangi ucapan Elliot dengan  penuh tanya. Dia bangkit dan membenahi kemejanya yang masih basah.

"Kau bahkan tidak tahu pekerjaan calon istrimu? Dia adalah direktur utama di Angkasa Group Construction," jelasnya merendahkan Levin.

Seketika itu, Levin menatap Elliot dengan wajah pasi, tetapi tetap dengan pembawaan tenang. "Angkasa Group?"

Elliot membalas tatapan itu, seolah tidak puas dengan  cemoohan yang dilontarkannya tadi.

"Apakah kau akan tenang bila wanita itu menikah dengan pria yang sama-sama seorang dirut? Seorang dirut di sebuah perusahaan konstruksi raksasa, perusahaan yang setara dengan angkasa Group." Ucapan dari Levin membuat Elliot mengerjap. Tentu saja karena otaknya berpikir cepat. Di negara ini tidak ada perusahaan raksasa dalam bidang konstruksi kecuali Angkasa Group. Tentu saja dengan Royal Group yang merupakan perusahaan saingannya.

"Apa? Apa maksud perkataanmu itu." Elliot mendekatkan wajah seriusnya. Dia menatap pria itu dengan mata hitam yang tak bergetar sedikit pun.

"Aku adalah Levin Gerald, seorang direktur utama dari Royal Group Construction," tegas Levin dengan suara lantang.

"Kau-"

Mendengar hal itu membuat napas Elliot terhenti sesaat. Seluruh darahnya mendidih dan mengalir di antara nadinya.

Saat ini tidak akan ada yang bisa menghentikan murka Elliot. Dia benar-benar tidak bisa menerima bahwa calon suami dari Kainan adalah pria dari perusahaan lawan. 

Pria itu mendengus diam. Akan tetapi, pembuluh darah di tangannya sudah mengurat biru. Dia mengepal erat, memusatkan tenaganya dan siap meluncurkan sebuah pukulan.

'Plak!' Pukulan itu meluncur keras di salah satu pipi Levin. Tidak ada balasan dari pria itu, hanya senyum getir dari bibir berdarahnya yang tampak di wajah.

"Batalkan pernikahan konyol itu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status