Share

Menikah dengan Mantan
Menikah dengan Mantan
Penulis: Salwa Maulidya

Bertemu Kembali

Penulis: Salwa Maulidya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-23 10:30:28

"Argh! Sialan! Tega banget lo putusin gue, Rangga! Berengsek!" Paramitha Indira Angela--wanita cantik berusia dua puluh enam tahun baru saja diputuskan oleh Rangga, sang kekasih.

Gabriel Kusuma Damian mengerutkan kening saat melihat Indi, setelah sekian lama tidak ia jumpai. "Indira? Sudah lama sekali kita tidak bertemu," gumam Damian lalu menghampiri wanita itu. 

Rupanya Indi sudah mabuk berat. Bahkan matanya sudah remang-remang tak bisa melihat orang dengan jelas. Ia hanya tersenyum, lalu .... 

Bruk!  

Damian menaikan alisnya. "Hei, bangun. Indira?" Damian menghela napasnya melihat Indi yang tertidur di pangkuannya. 

**

“Tidak pernah kusangka. Rupanya kamu memang senikmat ini.” Suara berat yang tengah mendorong lebih dalam tubuh Indi menggeram karena nikmat yang tiada kentara. 

Damian Kusuma—pria tampan, pengusaha muda yang usianya baru menginjak dua puluh delapan tahun tengah menggerayangi tubuh Indira Pramesti—perempuan cantik berusia dua puluh enam tahun yang sudah lama ia kagumi sejak masih duduk di bangku kuliah. 

Sudah lama menjadi duda membuatnya bersemangat menyetubuhi tubuh wanita yang dia kagumi itu. Tidak peduli bila nanti Ind—sapaan perempuan itu mencaci makinya setelah sadar dari mabuknya kelak. 

“Arrgghh!” pekik Indi kala pria itu kembali mendorong dirinya di bawah sana. Desahan dan erangan terdengar dengan jelas di kamar tersebut. 

Dalam keadaan teler, tidak tahu siapa yang sedang menyetubuhinya, Indi hanya menikmati sentuhan nikmat itu. Damian yang sudah tergila-gila sejak lama kepada perempuan itu lantas menghantamnya tanpa ampun. Peluh keringat pun sudah bercucuran membasahi kain sprei yang menjadi alas senggama kedua insan itu. 

Damian yang sudah merindukan bercinta itu lantas sangat menikmati seruan akan desahan yang dikeluarkan oleh Indi. 

“Kapan selesainya ini, huh?! Aku sudah tidak tahan lagi,” pekik Indi dengan suara beratnya. “Tubuh ini .. eemmpt …!” Indi tak kuasa menahan permainan panas yang dibuat oleh Damian kepadanya.

“Kamu sudah sampai, heum?” tanya Damian dengan suara lembutnya. 

Indi hanya mengangguk. Sementara Damian kembali mendorong tubuhnya hingga suara percikan percintaan itu terdengar begitu jelas. Tubuhnya mengejang seketika bersamaan dengan keluarnya peluh nikmat itu di bawah sana. 

“Capek!” keluh Indi seraya mengatur napasnya. Kemudian tak sadarkan diri sebab mabuk yang masih terasa dalam dirinya. 

“So beautiful. Akhirnya, kita bertemu kembali, Indi. Sudah sejak lama kita tidak pernah bertemu, akhirnya kembali bertemu sekaligus mendapat tubuh indahmu ini,” ucapnya seraya menyentuh kulit putih yang masih polos tersebut. 

“Jangan takut, Indi. Aku tidak akan lari dari tanggung jawab. Aku akan menunggumu sampai sadar, dan mengatakan kalau kita baru saja tidur bersama. Membelah malam dengan suara teriakan dan desahan yang kamu keluarkan.” 

Damian memilih untuk istirahat di samping Indi yang sudah terlelap dalam tidurnya. 

**

Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Pengar itu masih sangat terasa di kepalanya sebab mabuk semalam. 

“Arrgh! Tubuh gue kenapa pegal-pegal. Mimpi apa gue, semalam,” gumamnya seraya menyibakkan rambutnya dengan pelan. “Heeuuh!” 

Indi baru sadar. Ini bukan kamar tidurnya. Ia kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu dengan cepat.

“Di mana ini?” tanyanya panik. Lalu, tersadar juga bila dirinya tidak mengenakan apa pun. “Kenapa gue nggak pake baju. Pusaka gue juga sakit banget.” Indi benar-benar tak sadar apa yang telah dia lakukan semalam. 

“Morning!” Damian menyapa perempuan itu dengan tubuh yang hanya dililit handuk sepinggang. 

Indi mengerutkan keningnya. “Da … mian?” gumamnya seraya mengucek matanya. Lalu membolakan matanya karena terkejut. “Damian … ngapain lo di sini?” teriaknya kemudian. 

Damian mengendikan bahunya. “It’s my room. Masih belum ingat, kejadian semalam?” tanyanya seraya menatap mata itu dengan lekat. 

“Jangan mendekat!” seru Indi seraya menatap tajam wajah tampan milik lelaki itu. “Kenapa gue ada di kamar elo? Apa yang terjadi  kemarin malam? Kita ….” Indi tak mampu meneruskan ucapannya itu. 

Damian mengangguk santai. “Semalam kamu mabuk. Ngoceh nggak jelas, karena nggak ada temen yang nungguin kamu, akhirnya aku bawa aja ke apartemenku,” tuturnya menjelaskan. 

“Apartemen? Di sini?” tanya Indi sembari menjambak rambutnya kemudian segera mengambil pakaiannya dan bergegas mengenakannya kembali.

Pria itu mengangguk. “Iyalah. Di mana lagi kalau bukan di sini. And thank, untuk semuanya. Kamu memang sangat luar biasa.” 

“Sshhhiitt!” pekik Indi seraya menatap nyalang wajah Damian. “Gilak lo, Damian! Gilaaak! Menyetubuhi gue tanpa izin dan sekarang bilang terima kasih?! Sialan, lo!” pekiknya kesal. Kebenciannya semakin besar terhadap lelaki itu sebab telah memperkosanya. Ya. Dia anggap Damian telah memperkosanya karena ia tidak tahu dan tidak mengiayakan ajakan Damian untuk bercinta dengannya.

“Mandi dulu, Indi. Aku nggak akan macem-macem lagi. Cukup semalam saja,” ucapnya kemudian menyunggingkan senyumnya.

Indi melirik malas kepada pria itu. “Gak perlu. Mandi di rumah aja. Gue ada urusan!” ucapnya kemudian mengambil pakaian tersebut dan segera memakainya. 

“Mobil gue di mana? Jangan bilang ….” Indi membolakan matanya. 

“Di bar. Aku nggak tahu, mobil kamu yang mana. By the way, apa kabar?” 

“Gak usah basa-basi, lo. Pertemuan kita cukup sampai di sini aja. Gue nggak mau ketemu sama elo lagi dan lupakan semuanya! Kalau ketemu di jalan, jangan nyapa gue atau apa pun itu!” ucapnya dengan mata menatap nanar wajah Damian penuh amarah.

Damian kembali menyunggingkan senyumnya. “Sampai jumpa lagi, Indi. Aku pastikan, kita akan bertemu lagi, tidak akan lama setelah kamu pulang,” ucapnya kemudian tersenyum menyeringai. 

Setibanya di rumah. Dengan langkah yang mengendap-endap, takut ketahuan oleh sang papa karena baru pulang. Ia kemudian segera masuk ke dalam kamarnya dan membuka seluruh pakaiannya. Masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. 

Namun, langkahnya terhenti kala melihat tanda merah di dadanya. Cukup banyak hingga membuatnya memekik hebat. 

“Damian sialan! Gila bener ini orang! Arrgghh!” Indi menjambak rambutnya kemudian menghentakkan kakinya hingga masuk ke dalam kamar mandi. Memutar kran shower dan mengguyur tubuhnya. 

“Kenapa gue harus ketemu sama dia? Tidur dengan cowok gila macam Damian merupakan mimpi paling buruk yang pernah gue alami,” ucapnya lirih. Sungguh, ia sangat menyesali semuanya lantaran harus melayani pria aneh seperti Damian. Lebih tepatnya diperkosa karena Indi tidak tahu menahu bila dirinya tidur dengan lelaki itu. 

“Jangan sampai gue ketemu sama elo lagi, anak sialan!” pekiknya seraya membersihkan tubuhnya dengan sabun agar sisa-sisa sentuhan Damian hilang di tubuhnya. 

“Bisa-bisanya dia ninggalin jejak banyak banget di sini.” Indi terus menerus menggerutu kesal kepada Damian.

“Nyesel banget gue mabuk nggak ditemenin, hanya sendirian. Jadinya gini, kan.” Indi mengeluh lesu. Damian merupakan pria yang tidak masuk dalam kategorinya. Jelas sangat membenci dan menyesali kejadian semalam.

Meskipun dia sudah merelakan dan masa bodoh, tetap saja bila meninggalkan jejaknya di tubuhnya membuatnya kesal bukan main.

“Indi?” Panggilan dari Wijaya—sang papa membuat Indi harus menyelesaikan acara mandinya. 

Ia kemudian segera menggunakan bathrobe dan menghampiri papanya yang ternyata sudah berada di dalam kamarnya. 

“Iya, Pa?” tanyanya seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk. 

“Hari ini, yaa. Kita bertemu dengan keluarga teman Papa.” 

“Heuh? Hari ini? Harus hari ini banget ya, Pa?” tanya Indi panik. 

Nasib sial benar-benar sedang menghampirinya. Tidur dengan musuh bebuyutannya, dan sekarang harus bertemu dengan calon yang sudah dipilihkan oleh Wijaya untuknya. 

“Iya. Sudah saatnya kamu dan dia bertemu kemudian merencanakan pernikahan ini. Sudahi main sana main sininya, Indi. Kamu sudah dewasa, ingat umur.” Wijaya berucap dengan pelan. 

Indi menghela napas kasar. “Tapi, Pa … terlalu dini dan aku belum siap ketemu sama dia. Belum tentu juga dia pria baik-baik. Emangnya Papa yakin, kalau dia jodoh terbaik buat aku?” Indi masih mencoba menolak permintaan papanya itu. 

“Ini yang terbaik. Papa yakin dan kamu pasti akan bahagia bersamanya!” ucapnya penuh percaya diri. 

Indi menghela napas pelan. ‘Kalau emang dia pria baik-baik, dia yang akan menyesal karena gue baru aja tidur sama Damian, si cowok aneh yang main perkosa gue aja. Duh! Gini amat nasib gue,’ ucapnya dalam hati kemudian menggaruk dengan pelan rambutnya.

“Papa. Kalau nanti dia nggak terima dengan kondisi aku yang tukang mabuk dan segala macamnya, yang malu Papa. Mending aku cari jodoh sendiri deh, Pa. Ya, Pa, yaaa?” Indi memohon agar perjodohan itu dibatalkan saja. 

“Dia sudah tahu dunia kamu seperti apa. Makanya Papa sangat senang karena ada pria yang mau menerima kamu apa adanya.”

“Haaah?” Indi terkejut bukan main. ‘Ada yaa, cowok modelan dia?’ ucapnya dalam hati.

Indi kembali menghela napas pelan. “Ya udah, Papa tunggu di luar aja. Aku pakai baju dulu,” ucapnya lemas. Mau tak mau, dia harus menerima perjodohan itu.

“Iya, Nak.” Wijaya menerbitkan senyumnya. 

Lima belas menit kemudian, Indi keluar dari kamarnya dan menghampiri sang papa yang sudah menunggunya di ruang tengah. Keduanya langsung keluar dari rumah tersebut dan Wijaya melajukan mobilnya menuju rumah temannya. 

“Orangnya kayak gimana sih, Pa?” tanya Indi kemudian. 

“Nanti juga kamu tahu.” Hanya itu yang diucapkan oleh sang papa kepadanya. 

Hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit saja, mereka akhirnya tiba di rumah tersebut. Indi kembali menghela napasnya dengan pelan. Lalu keluar dari mobil bersama sang papa. 

“Bung!” Wijaya memeluk Pradipta—sahabatnya. 

“Apa kabar, Wijaya? Hari ini, yaa? Dia sudah tahu?” 

Wijaya mengendikan bahunya. “Nggak perlu dikasih tahu, dia sudah paham sendiri.” 

“Wow! Good! Baiklah kalau begitu. Aku panggilkan anakku dulu.” Pradipta memanggil sang anak yang baru kembali ke rumah.

Sementara Indi dan Wijaya duduk di sofa ruang tengah. Perempuan itu kembali menghela napasnya seraya melihat-lihat rumah megah tersebut. 

“Orang kaya, rupanya,” gumamnya kemudian. 

“Hei!”

 Suara lembut itu sangat tidak asing di telinga Indi. Dengan cepat ia menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. 

Mulutnya menganga, matanya melotot menatap orang yang akan menjadi suami dan katanya sangat menerima dia apa adanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikah dengan Mantan   Tamat

    Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu

  • Menikah dengan Mantan   Dikubur Secara Bersamaan

    Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D

  • Menikah dengan Mantan   Panggilan dari Kantor Polisi

    Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu

  • Menikah dengan Mantan   Sudah Lama tidak Ditengok

    Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m

  • Menikah dengan Mantan   Tinggal di Rumah Damian saja

    Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t

  • Menikah dengan Mantan   Keluar dari Perusahaan

    Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status