Indi tersenyum hampa saat mendengar pengakuan Damian tentang siapa perempuan yang selama ini selalu menghubunginya. “Oh! Hubungan kalian sangat dekat pada jamannya. Kenapa jadi mantan?” tanya Indi ingin tahu lebih detail tentang perempuan yang sudah menganggu pikirannya itu. “Karena aku tidak ingin hubungan ini terlalu jauh dan akhirnya mengakibatkan perjodohan yang dilakukan Papa malah jadi batal. Aku nggak mau mengecewakan Papa dan akhirnya aku memutuskan untuk mengganti Cindy dengan sekretaris baru.”“Dan elo yakin, sekretaris baru ini nggak naksir juga ke elo?” tanya Indi kepada Damian. “Nggak mikir jauh ke arah sana. Elo hanya mengganti yang baru dan nggak bisa menghapus perasaan mereka. Yang ada, orang yang jatuh cinta ke elo jadinya ada dua. Sekretaris baru elo sama mantan sekretaris elo!” Indi memutar bola matanya sebab kesal pada keputusan Damian yang memilih untuk mengganti sekretaris hanya karena tidak ingin membatalkan perjodohan yang dilakukan oleh sang papa. “Kalau u
Satu minggu berlalu …. Sudah satu minggu itu pula mereka berada di pulau pribadi yang ada di Chicago, Amerika Serikat. Menikmati bulan madu hanya berdua di sana, tidak ada yang mengganggu satu pun. Di depan villa, Indi tengah asyik berjemur sembari memandang sang suami yang tengah asyik berenang di pantai. “Udah seminggu aja, gue di sini. Dan kerjaan gue di sini cuma melayani suami, berenang, lihat sunset, bantuin Damian masak. Bener-bener udah jadi ibu rumah tangga alias istri idaman rupanya gue.” Indi berucap pada dirinya sendiri kemudian mengembungkan pipinya. “Bakar seafood entar malam enak kayaknya. Ditambah minumnya vodka atau wine tahun 1990. Damian juga suka kalau wine mah. Nggak suka beer doang. Wajar, orang kaya.” Indi menyunggingkan senyumnya seraya mengkhayal bisa minum alkohol di malam nanti. Dering ponselnya berbunyi. Ia kemudian menolehkan kepalanya ke arah ponselnya. “Si kampret baru nelepon,” ucapnya kepada sang sahabat yang baru menghubunginya. “Indiraaaa! Kapa
Indi mengerutkan keningnya. Seolah pura-pura tak paham dengan apa yang diucapkan oleh sang suami kepadanya. “Di tepi pantai? Di sini?” tanyanya seraya menepuk-nepuk kursi yang ia duduki. Damian menggeleng. “Sebentar lagi mau malam. Matahari sudah mau tenggelam. Sebelum kembali ke villa, aku ingin kita merasakan hangatnya pesisir pantai dengan panasnya bercinta yang kita lakukan di sana.” Damian menunjuk ke arah pesisir pantai. Indi menoleh dengan pelan, mengikuti arah tangan Damian yang menunjuk pada bibir pantai. Lalu menatap sang suami kembali kemudian menghela napas kasar. “Di sana?” tanyanya kemudian. “Ya. Selama ini kita hanya menikmati di ruangan tertutup saja. Sesekali di ruang terbuka seperti ini. Hanya ada kita berdua, why not? Bahkan, di luaran sana, di pantai yang ramai banyak orang yang melakukan hal itu secara terang-terangan.” Indi memutar bola pelan. “Kalau mengikuti gaya Barat, ya begitu. Kalau mengikuti tempat lahir kita, yaa nggak bisa gitu.”“Aku bukan terlahir
Mata sayunya masih menatap puas wajah Damian yang tengah kalap oleh permainan yang dilakukan olehnya kepada Indi. Suara langkah kaki menuju villa dari seberang sana membuat Damian menghentikan acara bercintanya. Mencabutnya begitu saja kemudian menolehkan kepalanya ke arah villa. “Siapa, Damian?” tanya Indi seraya berdiri menyeimbangi Damian. “Kita lanjut lagi setelah makan malam. Sepertinya pesanan kamu sudah sampai.”“Thank you!” ucap Damian sembari mengambil barang yang dia pesan itu. “Yuk!” ajaknya kepada Indi yang tengah berdiri di sampingnya. “Di mana mereka tinggal?” tanya Indi setelah masuk ke dalam villa. “Ada pelabuhan kecil di seberang sana. Banyak pemukiman dan tempat memantau villa di sini.” Indi mengerutkan keningnya. “Berarti … tadi, kita main di sana kelihatan dong sama mereka?” tanyanya dengan wajah terkejut. Damian mengendikan bahunya. “Bisa iya, bisa nggak. Kalaupun iya, memangnya kenapa? Jangankan sudah menikah, yang belum menikah pun dilegalkan melakukan ha
Dua minggu berlalu ….Sudah dua minggu ini pula mereka berada di pulau pribadi, menikmati masa bulan madu berdua di alam yang indah dan juga asri. Disebut pulau pribadi sebab hanya ada satu villa yang ada di sana, tidak ada lagi orang selain pelayan yang bila Damian panggil untuk membawakan pesanan di seberang sana. “Sudah bisa melepas masa liburan kita, kan?” tanya Damian kepada Indi yang tengah mengemas semua barang-barang miliknya ke dalam koper. Indi mengangguk pelan. “Banyak kerjaan yang harus diselesaikan di Indonesia, Damian. Udah kelamaan ini dua minggu juga.” Damian lantas mengulas senyumnya kala mendengar ucapan istrinya itu. “Oke. Kita pulang malam ini juga. Karena perjalanan yang memakan waktu dua puluh jam lebih menuju Indonesia, lebih baik kita ambil jam pulang malam agar tiba di sana pada saat malam juga. Kamu bisa istirahat, dan aku bisa siap-siap untuk pergi ke kantor.” Indi menganggukkan kepalanya lagi. “Ya. Terserah kamu saja. Aku juga udah kangen lukis baju. Ud
“Ckk!” Indi berdecak pelan kemudian duduk di tepi tempat tidur seraya mengembungkan pipinya. “Damian nggak kayak gitu, Manda. Dari pertama kita nikah juga dia tahu kalau gue nggak cinta sama dia. Tapi, buktinya—““Buktinya apa? Selama dua minggu kemarin hanya ada kalian berdua di sana. Di sini banyak cewek cakep yang bisa Damian pilih buat dijadiin selirnya. Nggak usah aneh-aneh, Indi. Jangan melihat kebaikan dan kesetiaan Damian hanya karena baru dua minggu nikah. Gue udah pengalaman, percaya deh.” Indi lantas menghela napasnya setelah mendengar nasihat dari sang sahabat yang begitu perhatian kepadanya. Ketiga sahabatnya memang sangat setia dan tidak ada yang munafik satu orang pun. “Siapa?” tanya Damian yang sudah keluar dari kamar mandi. “Udah dulu, yaa. Gue mau mandi dulu. Nanti besok lanjut lagi.” Indi menutup panggilan tersebut setelah melihat Damian menyudahi acara mandinya. “Kok dimatiin? Kalau masih banyak yang mau dibahas, nggak usah ditutup dulu.” “Udahan kok. Manda ha
Pagi hari …. Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Mata Indi masih tertutup rapat, belum ingin bangun dari tidurnya. Sementara Damian sudah membuka matanya dan kini tengah memandang indah wajah Indi yang begitu damai dan tenang. Lalu mengusapi lembut sisian wajah sang istri dengan pelan dengan bibir tersenyum manis. Mungkin sudah menjadi bagian dari kebiasaannya menatap wajah Indi seperti itu setelah keduanya mengikat janji suci.“Euuh ….” Indi menggeliat pelan kemudian membuka matanya. Menatap sang suami yang sudah bangun kemudian mengerutkan dahi. “Ngapain kamu lihatin aku kayak gitu?” tanya Indi kemudian duduk menyender di sandaran tempat tidur. “Sudah pagi. Bangun dan mandi. Sarapan mungkin sudah disiapkan ART. Sekalian ….” Damian mengedipkan sebelah matanya dengan senyum nakal menggoda Indi. “Apaan?” tanya Indi ketus. Kemudian menyibakkan selimutnya dan bangun dari tidurnya. “Sayang. Nggak boleh menolak keinginan suami. Yuk!” ajak Damian kemudian ikut beranjak dari tempat t
Damian tidak menjawab. Hanya menatap wajah istrinya dengan santai. Sembari mengenakan pakaian kemejanya, Damian menghela napasnya dengan pelan. Sementara Indi masih berdiri di belakangnya yang masih mengenakan handuk melilit di tubuhnya. Indi kemudian menghela napas kasar dan mengambil bajunya di dalam lemari. Lalu mengenakannya sembari melirik Damian yang sedari tadi hanya diam, tidak memberi tahu pesan apa yang dikirim oleh Rangga di ponselnya. “Sudah jam delapan. Kita sarapan dulu, habis itu ke kantor.” Damian berucap sembari mengenakan dasinya. “Pesan yang dikirim oleh Rangga?” kata Damian akhirnya membahas hal itu. Indi menoleh pelan ke arah sang suami. Hanya menatapnya tidak berkata apa pun. Damian kemudian melangkahkan kakinya satu langkah lalu mengulas senyumnya. “Dia … belum tahu kalau kamu sudah menikah?” tanya Damian kemudian. Indi mengangguk pelan. “Belum. Setelah Papa meminta aku menikah dengan kamu, udah nggak pernah saling tukar kabar lagi. Makanya aku heran, kena