Share

Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....
Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....
Author: Pena_yuni

Bab 1

Author: Pena_yuni
last update Huling Na-update: 2022-12-12 16:20:08

"Aku tidak bisa menikah denganmu, Ra. Orang tuaku tidak merestui kita."

"Tapi kenapa?" tanyaku pada pria yang telah menanamkan sejuta bunga di taman hatiku.

Namun, saat bunga sudah bermekaran, kini dengan tanpa rasa bersalah, dia menginjak dan membuangnya dengan seenaknya.

"Kamu itu miskin, Raya. Kamu orang susah. Aku tidak akan merestui anakku, untuk menikah denganmu. Kamu hanya akan menyusahkan dia. Menggerogoti uangnya, dan menikmatinya dengan ibumu yang janda itu," ujar seorang wanita yang baru saja datang.

Deru ombak dan derasnya hujan menjadi saksi kepedihanku. Aku terjatuh terhempas pada duri yang sangat tajam.

"Jadi karena ini kamu memutuskan mengakhiri hubungan kita, Ga? Karena aku orang miskin?" tanyaku pada pria yang hanya menunduk tidak berani menatapku.

"Ra—"

"Masih nanya lagi? Kamu, tuh harusnya ngaca di cermin yang gede, bukan melihat dirimu di air yang keruh. Tidak akan nampak kejelekan dan kebusukanmu jika bercermin di air got. Sama-sama kotor! Pikiranmu kotor, mau memoroti uang putraku," ujar Bu Rahmi semakin menyakiti hati. Sedangkan putranya, hanya diam dengan tatapan sendu ke arahku.

Dua tahun aku menunggu kepastian. Dua tahun, aku mendambakan pernikahan. Tapi, akhirnya hanya ada perpisahan yang menyakitkan.

Jika saja aku tahu dari dulu, bahwa orang tua kekasihku tidak memberikan restu, tidak akan aku membuang waktu untuk menunggu kepulangannya. Menunggu dia yang menyelesaikan pendidikan di luar kota.

"Dengar Raya, cari laki-laki yang sepadan denganmu. Putraku tidak pantas berdampingan dengan wanita yang hanya lulusan SMA. Dia itu calon sarjana. Dia akan jadi seorang dokter, dan sudah seharusnya dia menikah dengan dokter juga. Bukan pelayan restoran sepertimu!" ujar Bu Rahmi lagi, seraya menekan dadaku hingga kaki ini mundur beberapa langkah ke belakang.

Wanita yang terus menatapku sinis itu mengapit lengan putranya, lalu membawa Arga pergi meninggalkanku yang diam di tempat.

Seperti orang bodoh, aku hanya berdiri menyaksikan kepergian mereka. Air mataku jatuh dengan deras, sederas air hujan yang turun membasahi bumi.

Ingin rasanya aku meraung dan berteriak sekencang mungkin. Bahagia yang kudambakan, ternyata harus berakhir dengan nestapa.

"Ra. Raya!"

Aku mengerjapkan mata beberapa kali saat panggilan dan sentuhan tangan Ibu membangunkan diri ini dari lamunan masa lalu.

Lamunan tentang dia yang pernah menanamkan luka. Namun, luka itu kini sirna. Berganti dengan bahagia yang tiada tara, karena aku sudah menemukan penggantinya.

"Kenapa, Bu?" tanyaku dengan senyum manis pada Ibu.

"Ibu, mau tanya sekali lagi, Raya. Kamu yakin dengan pilihanmu?"

Wanita yang telah melahirkanku dua puluh lima tahun yang lalu, duduk dengan anggun di depanku. Diambilnya tanganku, ditatapnya mataku dengan begitu lekat.

"In syaa Allah, Bu. Raya, yakin."

Kulihat Ibu mengembuskan napas dengan berat. Pertanyaan itu selalu Ibu tanyakan padaku. Bahkan, sekarang pun. Disaat waktu pernikahanku tinggal menghitung jam.

"Ini untuk yang terakhir kali Ibu bertanya. Kamu yakin, dengan pilihanmu?"

"Sangat yakin, Ibu," jawabku.

Sungguh, tidak ada keraguan dalam ucapanku. Aku memang sudah sangat siap menikah. Apa pun dan bagaimanapun keadaan suamiku nanti, aku akan menerimanya. In syaa Allah.

Tidak ada lagi kata dari bibir Ibu, ia mengusap surai hitam milikku yang baru saja disisir.

"Baiklah, Nak. Jika itu pilihanmu, Ibu bisa apa? Hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk putri Ibu," ucapnya bersiap untuk keluar dari kamarku.

"Ibu!" panggilku.

Wanita itu berbalik melihatku.

"Restui pernikahan kami, Bu."

"Tentu, Anakku. Restuku menyertaimu." Ibu menghampiriku, mengecup pucuk kepalaku sangat lama.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Aku sudah siap dengan riasan pengantin khas Sunda. Musik sudah dinyalakan untuk menyambut kedatangan calon pengantin pria beserta rombongan.

Ibu keluar dari kamarku untuk melihat persiapan pernikahan. Aku pun mengekor di belakang dia, lalu pergi ke dapur karena rasa haus membuat kerongkonganku terasa tandus.

"Si Raya, apa gak malu, ya punya pasangan kayak gitu?" ucap wanita yang paling tua diantara dua wanita lainnya.

"Iya, ya. Kalau aku, pasti malu banget. Ogah, nikah sama laki-laki macam calon suaminya si Raya." Naima sepupuku menimpali.

"Lebih baik jomblo, daripada malu seumur hidup."

"Mungkin matanya ketutupan ...," ujar Naima menggantungkan ucapannya saat melihatku ada di antara mereka.

Rasa haus yang tadi mendera, kini sirna. Aku kembali ke depan menghindari ucapan-ucapan yang membuatku merasa tidak nyaman.

Ucapan yang membicarakan fisik suamiku.

Iya, calon suamiku memang tidak seperti pria pada umumnya. Dia berbeda, dia istimewa dengan apa yang dimilikinya.

Setelah dari dapur, aku tidak lagi pergi ke kamar tempatku seharusnya berada. Aku memilih duduk di kursi plastik di bawah jendela seraya menikmati semilir angin dari luar sana.

"Eh, itu pengantinnya," seru seseorang di luar sana.

Aku ingin melihatnya, tapi tidak bisa. Jendela ini ditutupi kain hiasan dekorasi yang tidak bisa aku singkap dari dalam.

"Astaga ... ternyata calonnya si Raya seperti itu? Ih, aku takut lihatnya!"

"Ya Allah ... apa tidak ada pria lain di dunia ini hingga si Raya menjatuhkan pilihan pada pria yang ... Ih, serem!" timpal yang lainnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Unie Willi
Lebih lengkap disini ya, Thor...???
goodnovel comment avatar
yt prem
yg penting hatinya tulus
goodnovel comment avatar
Gusti Abdul Nasir
kita jangan hanya memandang fisik seseorang.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   EXTRA PART SEASON 2

    "Raihanum." Aku menyebut nama dari bayi perempuan yang sedang menggeliat di tempat tidurnya. Bibirku tersenyum manis menatap sepasang mata yang mulai melihat dunia. "Selamat pagi, Sayang ...." Aku mengusap pelan pipinya dengan jari telunjukku. Dia menggoyangkan kepalanya seolah merasa terganggu dengan sentuhan lembutku. Bibirnya bergerak seperti mengemut sesuatu. Dan aku semakin gemas melihat itu. "Hey, princess Papa sudah bangun ternyata?" Aku menoleh pada Mas Raffi yang baru saja datang, dan langsung menghampiriku. Bukan. Bukan aku yang dia datangi, melainkan putri kecilnya. "Sepertinya dia haus, Sayang," ujarnya lagi. "Iya. Dia cari sesuatu.""Kasihlah. Kasihan dia."Aku pun mengambil bayi perempuan berusia empat puluh hari itu. Kini, dia menggeliat dalam gendongan, lalu kepalanya ke kanan dan kiri mencari sarapan paginya. Aku membuka kancing piyamaku, kemudian memberikan asupan gizi untuk putriku tercinta. "Persiapan di bawah gimana, Mas?" Aku melihat pada Mas Raffi. "

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 273 Ending Season 2 Kebahagiaan yang Sempurna

    "Sayang ... udah belum?" "Belum!" Aku berteriak menjawab pertanyaan Mas Raffi. Saat ini aku tengah mondar-mandir di kamar mandi seraya memegang testpack. Sudah lima belas menit aku di dalam sini, tapi benda kecil itu belum menyentuh urinku. Rasanya campur aduk antara takut tidak sesuai dengan ekspektasi, juga penasaran yang luar biasa. "Sayang, ayo, dong! Masa dari tadi belum terus!" Mas Raffi kembali berujar. "Iya, bentar, Mas!"Dengan tangan yang bergetar, aku memasukkan testpack ke dalam urin yang sudah aku tampung dalam wadah. Setelah beberapa detik menunggu, aku mengangkatnya dengan mata terpejam. Sebelah mata aku buka sedikit, mencari garis yang menjadi penentu aku hamil atau tidaknya. Samar-samar aku melihat garis itu, hingga akhirnya mata kubuka lebar-lebar untuk memastikan penglihatanku tidaklah salah. "Dua?" gumamku, kemudian bibir tersenyum. Aku menutup mulut dengan mata yang berkaca-kaca. Ini memang bukan kehamilan pertama, tapi rasanya masih sama seperti waktu tah

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 272 Telat

    "Pagi, Sayang ...."Sepasang tangan melingkar di pinggang, disusul dengan kecupan kecil di pipi. Aku yang tengah berkutat dengan alat masak, membalas sapaan Mas Raffi dengan usapan pelan di lengannya. Hal seperti ini bukan terjadi sekarang, tapi setiap pagi datang. Sikap Mas Raffi selalu hangat dan tambah romantis sejak kami tinggal di rumah ini. Itu mengapa, aku memperkejakan asisten rumah tangga yang pulang pergi. Aku tidak ingin melewatkan keromantisan ini karena ada orang lain di istana kami. "Sudah aku siapkan teh di atas meja. Mas duduk, sebentar lagi gorengan yang aku buat akan matang," ujarku. "Emh ... enggak mau. Aku mau tetap meluk kamu sampai gorengan itu pindah ke meja makan." Mas Raffi berucap manja. "Nanti kamu kecipratan minyak, Mas.""Biarin. Jangankan minyak, percikan api asmara dari luar pun bisa aku padamkan demi kamu.""Hah, gimana-gimana?" Aku menoleh, mencari wajah Mas Raffi yang menyusup di tengkuk leherku. Dia tidak berani mengangkat kepala. Malah semaki

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 271 Dipanggil Teteh

    "Gini aja, deh, Fi. Daripada kamu jual perhiasan Raya, mendingan kamu pinjem uang aja dari Mama." Aku yang tadi sudah berpikiran buruk, merasa lebih tenang saat mendengar suara Mama. Ternyata yang masuk tadi bukan Reyhan, melainkan Mama dan Mas Raffi yang membahas perhiasan. Oh, ya ampun. Mas Raffi ketahuan Mama akan menjual perhiasan? Aku berjalan mendekati mereka yang berada di ruang tamu. Pandanganku mengarah pada Mas Raffi yang memberikan isyarat dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Aku mengangguk kecil, lalu meraih tangan Mama dan menciumnya. "Rayyan mana, Ra?" tanya Mama tanpa melepaskan tanganku. "Lagi main di ruang tengah, Mah.""Kalau gitu, kamu duduk di sini, Mama mau bicara dengan kalian."Aku dan Mas Raffi saling pandang, lalu aku pun duduk di samping Mama. Begitu pun Mas Raffi. Kami mengapit Mama yang berada di tengah-tengah. "Fi, Ra, kalian ini masih punya orang tua. Ada Mama dan Papa, yang masih bisa bantu kalian. Bukan Mama mau sombong, soal uang, insya

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 270 Menjual Perhiasan

    "Semalam aku kaget banget, loh saat Mas Bayu membekap mulutku. Aku kira itu Reyhan."Aku menyeruput jus alpukat seraya memperhatikan Rayyan yang bermain. "Tadi malam, saat aku menyuruh kamu tidur, emang sudah merasakan ketidakberesan di rumah kita. Yang kata aku melihat kucing di kosan, itu sebenarnya yang aku lihat emang manusia.""Kok, gak bilang ke aku?" tanyaku. Saat ini, aku dan Mas Raffi masih membahas kejadian semalam yang membuat tubuh ini bergetar ketakutan. Kami duduk lesehan di teras depan seraya mengasuh Rayyan yang bermain di halaman. "Aku tidak mau kamu takut, Ra. Makanya aku menyuruh kamu tidur cepat. Dan setelah kami tidur, aku langsung menelepon polisi untuk datang secara diam-diam. Dan Bayu juga.""Terus, saat aku bangun dan ke lantai bawah, kamu kan tidak ada. Itu ke mana?" Aku masih bertanya karena penasaran. "Aku di luar. Secara tidak langsung, aku menggiring Reyhan masuk ke kamar tamu lewat jendela. Dan Bayu, saat itu sudah ada di dalam rumah ini. Dia aku su

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 269 Penangkapan Reyhan

    "Mas Bayu ngapain di sini?" tanyaku, saat dia melepaskan tangannya dari bibirku. "Aku diminta Raffi datang ke sini. Dan kamu tahu, yang ada di kamar itu siapa? Si Reyhan. Dia nyusup masuk ke rumahmu lewat jendela kamar yang tidak dikunci.""Apa?" Rasa terkejutku bertambah berkali lipat. Jika saja tadi aku masuk ke sana, habislah riwayatku. Reyhan pasti akan dengan mudah melakukan perbuatan jahatnya padaku. Suara gagang pintu yang diputar dari dalam kamar tamu, membuatku dan Bayu menoleh. Semakin lama, suara di sana semakin keras. Karena mungkin Reyhan sudah menyadari jika dia masuk perangkap. "Mas Raffi, mana?" tanyaku, karena tak kulihat keberadaan suamiku. "Dia di luar.""Sendirian?" tanyaku lagi. "Temenin, Mas. Aku takut Reyhan menyerang Mas Raffi. Dia belum pulih." Aku panik. Bayu hendak melangkah menjauh dariku, tapi dia urungkan saat ada bayangan yang berjalan mendekat ke arah kami. Tidak lama kemudian, lampu pun menyala membuat ruangan yang gelap menjadi terang. Aku lan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status