Serena sudah mandi sebelum matahari terlihat. Kebiasaan yang ia lakukan seperti yang ibunya ajarkan yakni mandi sebelum memulai aktivitas. Menjadi asisten rumah tangga itu pekerjaan yang berat mereka harus memulai bekerja sebelum tuannya membuka mata sampai mereka menutup mata kembali. Maka dari itu mandi pagi-pagi sekali adalah kunci agar memiliki energi saat memulai aktivitas. Meski pun kini Serena bukan lagi seorang asisten rumah tangga namun kebiasaan itu mengalir begitu saja.
Di rumah ini hanya ada satu kamar mandi yang mereka gunakan bersama. Alasan inilah yang membuat Serena mandi sebelum Andreas bangun. Selesai membasuh tubuhnya Serena mengeringkan rambutnya dengan hair dryer lalu ia mengikat rambut dengan gaya kuncir kuda. Poninya ia jepit dengan jepitan rambut berwarna abu. Pakaian yang Serena kenakan adalah kaos berwarna abu-abu dengan celana berwarna abu juga. Selesai menyemprotkan parfum berbau soft ia keluar kamar untuk membangunkan pak Andreas.
Serena
Setelah mengalami banyak hal yang berbeda dengan kehidupanku sebelum koma, aku mulai merencanakan banyak hal. Salah satunya adalah rencana balas dendamku. Namun untuk melakukan balas dendam aku harus memiliki pertahanan yang kuat. Dari segi fisik dan materi. Sudah ku susun untuk menerapkan pola hidup dan makan sehat setiap hari. Kemudian dari segi materi pun demikian, tak mungkin aku bisa menyerang Andrew jika tidak memiliki uang. Maka dari itu prioritaku sekarang adalah Daily Health dan aku berencana bahwa Daily Health sendirilah yang akan menyerang Andrew. Sepertinya itu akan jauh menyakitkan karena Daily Health adalah sesuatu yang ia bangun dengan tangannya sendiri.“Pak mari sudah sampai.” Aku menganggukkan kepala menjawab Serenan.Aku dan Serena turun dari mobil berjalan bersama masuk ke Tower 11 menuju kantor Daily Health. Kami kemudian berpisah di depan pintu ruang meeting. Aku harus masuk ruang meeting sedangkan Serena ke ruang tengah untuk me
"Hallo Andreas?" "Hallo pak Jundi?" "Bagaimana apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya pak Jundi tanpa basa-basi "Apakah kuasa hukum Daily Health masih bapak?" "Tentu masih saya, apa terjadi sesuatu?" "Sepertinya ada orang yang bermain-main dengan uang perusahaan tapi ini masih belum terbukti karena tim audit masih memeriksa. Hanya saja dua orang ini sampai siang tidak masuk kantor dan telepon mereka mati." "Kirimkan data kedua orang itu biar kami lacak terlebih dahulu. Benar atau tidaknya yang penting kita tahu keberadaan mereka." "Baik akan saya kirimkan." Panggilan kumatikan. Aku meletakan ponsel di meja kerja dan berjalan ke jendela yang semuanya adalah kaca. Aku menatap kota dari ruang kerjaku yang masih berisi barang-barang Sonny. Sebenarnya ingin ku buang segera tetapi aku harus bersabar karena bisa saja banyak bukti yang Sonny sembunyikan di ruangan ini. Ku dengar suara pintu dibuka tetapi pandanganku masih m
"Sesuatu apa yang ingin kamu bicarakan dengan istriku?" Selidik Miko. "Aku sepertinya sudah menemukan ide untuk kelanjutan Daily Health, tapi aku butuh saran dari Donna." "Oke, Donna pun sepertinya akan sangat terkejut melihatmu karena aku belum menceritakan keadaanmu sekarang." "Kalau begitu ayo kita beri Donna kejutan." "Tapi sebentar. " Sergahku segera. "Kenapa?" "Lebih baik kita makan dulu di sini. Kalau kita pergi sekarang ke rumahmu bisa-bisa kita telat makan siang." "Ide bagus." "Mari ke meja prasmanan agar kita bisa memilih sendiri menu apa yang kita mau." Kami berjalan ke meja prasmanan. "Wah nyaman juga kantor ini sampai ada meja prasmanan." "Sebenarnya ini traktiran dari ibuku selama seminggu ke depan." Miko mengangguk. "Tante memang luar biasa." Kemudian aku berbicara agak pelan. "Bahkan Ibuku berniat memesan makanan dari hotel bintang lima tapi aku larang terlalu boros jadi b
Ku perintahkan pada Serena untuk mengundur jam rapat dengan tim hari ini karena ada tamu yang harus ku temui dulu. Dia adalah Takashi, pria keturunan Jepang yang sudah lama tinggal di sini. Beliau adalah bos Donna dulu. Kemarin malam setelah aku mendapatkan nomornya aku langsung menghubunginya dan dia berjanji hari ini akan datang ke sini. Lima menit sebelum jam pertemuan Takashi sudah datang ke Daily Health bersama seorang wanita cantik dan seksi yang beliau perkenalkan sebagai Siska. Siska ini merupakan tim IT yang akan mengurusi semua permintaanku tentang pembaharuan Daily Health. Kopi hangat dan kepingan biskuit menemani perbincangan kami pagi ini. Ku rincikan apa ide ku pada Takashi yang ternyata sebaya denganku dan pada Siska yang ku tafsir berusia 29 tahunan. "Ide Anda sangat brilian karen di tahun 2015 ini belum ada website berbasis seperti itu." "Apa ini akan menguntukan dan bernilai?" "Tentu saja jika di maintains dengan baik d
Tiga hari setelah rapat di kantor Daily HealthAku dan Miko berbincang di depan ruangan meeting rumah sakit Happy sebelum memulai meeting perencanaan aplikasi yang akan Daily Health buat dengan dokter-dokter rumah sakit Happy.Ketika itu rombongan direktur utama rumah sakit dan kepala-kepala bagian datang. Aku dan Miko menghentikan pembicaraan dan merapat ke tembok membuka jalan untuk mereka. Pak Hans, kepala direktur yang merupakan seorang dokter jantung anak berhenti ketika sampai di depan kami."Apa kami membuatmu menunggu lama?" Dia menyapa dengan ramah."Tidak dokter Hans, saya belum terlalu lama di sini." Tanganku memberikan isyarat mempersilahkan beliau masuk.Dokter Hans dan rombongan masuk ke ruangan meeting."Ayo Mik," Ajakku."Tidak aku tidak ikut. Kali ini yang diundang hanya para kepala. Masuklah, semoga berhasil! ""Terima kasih, aku masuk duluan."Aku masuk menghampiri kursi kosong di sebelah Serena
Tanganku mengepal. Lalu ku tepis tangannya kasar dan aku melangkah meninggalkan Serena. Dibalik persimpangan lorong itu dua orang dokter dan tiga orang perawat sedang berdiri. Semuanya masih dengan semangat membicarakanku. "Hei Kalian!!" "Andreas!!" Aku berteriak berbarengan dengan Miko yang bertetiak dari ujung lorong. Kelima orang yang membicarakanku juga beralih perhatian kepadaku dan Miko. Dua dokter itu jelas terkejut melihatku sementara para perawat masih nampak bingung. Serena tiba-tiba berdiri dihadapanku. "Pak Andreas mari kita kembali ke Daily Health, masih banyak yang harus kita kerjakan." Serena tegas, sorot matanya seolah memerintah dengan penuh ketegasan yang tidak bisa ku tolak. Aku nurut dan berjalan meninggalkan lorong yang penuh dengan omong kosong itu. *** Aku telah kembali ke Daily Health dengan pikiran yang masih tidak baik-baik saja. Aku tidak pernah menyangka bahwa ada gelombang rasa iri dar
Meski pun ini Minggu pagi tetapi aku dan Serena tidak terdiam diri di rumah. Kami masih harus keluar bertemu dengan pak Jundi, pengacara Daily Health. Pertemuan ini di janjikan semalam saat kami bertemu di acara Launcing. Pak Jundi memberi tahu jika orang-orang yang menggelapkan uang Daily Helath sudah ditangkap lengkap beserta barang bukti yang di dapatkan dari barang-barang di ruangan Sonny dan Natalie sendiri. Pertemuan itu tidak berlangsung lama karena aku sudah mempercayakan kasus ini pada pak Jundi. Aku hanya ingin memastikan langsung kegegabahan Andrew dalam bekerja. Hingga masalah seperti ini saja tidak bisa terdeteksi olehnya dalam tujuh tahun. Setelah aku benar-benar yakin ini merupakan kasus korupsi aku segera bergegas pergi ke klinik dokter Daniel untuk melakukan pengecekan. Sementara itu Serena ku minta untuk pulang ke rumah. "Saya tidak mau meninggalkan Anda sendirian, saya khawatir jika kejadian seperti di rumah sakit terjad
Kami sampai di pintu masuk sebuah apartemen yang menjadi lokasi pertemuan kami dengan Siska. Hari ini pak Badri ku perintahkan untuk libur, lebih tepatnya agar pertemuan ini tidak diketahui oleh siapa pun. Pak Badri sendiri merupakan supir yang ditugaskan oleh Andrew untuk mengantarku, jadi bisa jadi dia melaporkan banyak hal tentang kegiatanku pada Andrew. Serena membunyikan bel, tak berapa lama pintu apartemen terbuka. Siska berpakaian santai dengan kaos oblong warna putih tipis dan rok slim fit di bawah lutut. "Silahkan masuk." "Terima kasih." Ucap serena. Aku membalasnya dengan anggukan santai. Apartemen itu berdesain minimalis. Ketika masuk ruangan langsung terlihat dapur. Lalu ada ruang televisi beserta meja makan. Ketiga tempat itu tak bersekat. Ada dua kamar tidur di ruangan itu dan satu kamar mandi. Siska mengenalkan kami pada dua orang temannya yang berada di sana Helen dan Jonny. "Pak ini Helen seba