Share

Prolog 2

Penulis: ET. Widyastuti
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-30 17:54:36

(Dua minggu sebelumnya)

“Mama nih apa-apaan. Gilang ogah di suruh nikah sama Sekar!” sahut Gilang dengan wajah gusar. 

Bagaimanapun, kredibilitas dan gengsinya dipertaruhkan. Apa kata dunia kalau tahu akhirnya dia bakal menikah dengan tetangganya yang aleman itu. Yang sok-sok aktif ikut organisasi ini itu, tapi ujung-ujungnya dia yang kena getah buat ngurusin. 

“Lha, kamu itu kalau nggak mau dijodohin sama Sekar, ya buruan cari pacar. Umur sudah 25, teman-temanmu juga sudah pada punya calon. Kamu? Dari dulu masih aja sendiri,” ledek Bu Hanum pada anak laki-lakinya itu. 

“Sekar itu sudah mau dilamar sama anaknya temen Bulik Ndari. Kalau kamu ngga buru-buru bisa keduluan. Pasti Pak Lik Sodiq setuju kalau anaknya temen Bulik Ndari ngalamar Sekar. Wong sudah mapan, ganteng pula,” ujar Bu Hanum, sengaja memanas-manasi anaknya. 

“Ya biar saja si Sekar nikah sama dia. Gilang ndak mau. Titik!” ucap Gilang sambil berdiri, pergi meninggalkan mamanya. 

“Ndak usah begitu. Nanti ujung-ujungnya nyesel lho,” ledek Ratih yang tiba-tiba masuk rumah sambil menggendong Mia, keponakan Gilang. 

“Nggak bakalan aku nyesel,” sungut Gilang sambil mendudukkan pant*tnya di sofa ruang depan. 

“Eee, lha jangan begitu. Kalau Sekar jadi kawin duluan, kamu sama siapa? Mama nggak setuju kalau dia sampai kawin duluan!” sahut Bu Hanum dari ruang makan. Kebetulan ruang tamu dan ruang makan di rumah Bu Hanum tanpa sekat. 

“Banyak lah, Ma, yang ngantri,” sahut Gilang seenaknya sambil menyelonjorkan kakinya ke meja. Tangannya tetap aktif memencet-mencet ponselnya. Sedangkan matanya tak lepas dari layar itu. 

“Mana buktinya? Mana?” tanya Bu Hanum sambil mendekat ke arah Gilang. 

“Kalau Sekar sampai menikah dengan laki-laki lain. Kamu harus menikah dulu dengan perempuan lain! Jangan sampai keduluan Sekar. Ingat itu!” kata Bu Hanum sambil menatap tajam ke anak laki-lakinya. 

Gilang hanya melirik sekilas. Mamanya memang begitu. Suka ngancam, tapi tidak ada realisasinya. 

***ETW***

--

Gilang berdiri termangu di bawah pohon jambu di halaman rumah Randi, tetangganya yang usianya jauh lebih muda darinya. Rumah Randi hanya berbatas pagar setinggi dada orang dewasa dengan rumah Sekar. 

Terlihat dari tempat Gilang berdiri, sebuah mobil pajero sport warna hitam terparkir di sana. Gilang memicingkan matanya. Sepertinya dia kenal mobil itu. Tapi, punya siapa? 

“Hai, Mas. Ngapain berdiri disitu? Masuk sini!” tegur Randi, teman main Gilang jaman kecil. Umurnya lebih muda tiga tahun darinya. 

“Kok di rumah Pak Lik Sodiq ada mobil? Punya siapa, Ran?” tanya Gilang penasaran. Di desa mereka, sudah biasa menyebut tetangga dengan panggilan Pak Lik atau Pak De meskipun tak ada hubungan darah. 

Gilang bergegas mendekati Randi yang berdiri di teras. 

“Katanya, sih, calonnya Mba Sekar,” jawab Randi datar. 

“Calonnya Sekar? Memangnya Sekar pulang?”tanya Gilang keheranan.  Sejak lulus kuliah, Sekar bekerja di Jakarta. Sama seperti dirinya, hanya pulang sesekali dalam dalam setahun. Idul Fitri dan Idul Adha. 

“Katanya, sih, Mba Sekarnya nggak ada.” jawab Randi tak acuh. 

Gilang kembali melirik ke halaman rumah Sekar. Seorang pemuda keluar dari rumah bersama seorang ibu seumuran ibunya Sekar. Tiba-tiba Gilang mengingat sesuatu. 

--

***ETW***

“Ma, Sekar nikahnya sama siapa, sih?” tanya Gilang saat masuk ke dalam rumahnya.

Mamanya yang sedang mencuci piring, buru-buru mematikan krannya, lalu mengeringkan tangannya dengan lap dapur. 

“Kenapa? Kamu berubah pikiran?” tanya Bu Hanum penasaran. Ada sedikut senyum mengambang terulas di bibir wanita paruh baya itu.

“Namanya Fajar, bukan?” tanya Gilang tanpa menggubris kata-kata mamanya. 

“Lho, kok kamu tahu? Kamu kepo ya?” seloroh Bu Hanum sok gaul. 

“Bukan begitu, Ma. Gilang tahu Fajar itu seperti apa. Bilang sama Bulik Ndari, nggak usah diterima lamaran si Fajar!” ujar Gilang. 

Gilang masih ingat, dia pernah kena bogem mentahnya Fajar gara-gara salah paham. 

Fajar orangnya posesif dan suka main tangan. Setau Gilang, Fajar adalah pacar Daniar, sekretaris atasannya. 

Saat itu ketika hendak pulang usai jam kantor, Gilang melihat Daniar, masih sibuk menyelesaikan pekerjaan di kantor sendirian. Karena tidak tega, Gilang menemani sampai Daniar selesai. Si*lnya, saat mau keluar kantor, tiba-tiba Fajar sudah berdiri di depan pintu lobi kantornya. Tanpa ba, bi, bu dengan cemburu buta, Fajar langsung menghadiahi bogem mentah. 

Tapi,  Kenapa sekarang ia mau melamar Sekar? 

“Jadi gimana, Le? Kamu aja ya yang nikah sama Sekar. Mama sedih lho, Le, kalo kamu nggak mau,” tiba-tiba suara mamanya membuyarkan lamunannya. 

“Gilang hanya nggak mau kalau Fajar yang melamar Sekar!” sahut Gilang sambil menghilang masuk ke kamarnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Gilang....kalau kamu tak mau Sekar menikahi Fajar,makanya kamu saja yg menikahi Sekar,ya.....
goodnovel comment avatar
Kang Resi
ceritanya bagusss
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 50c

    Gilang dan Sekar sudah siap-siap hendak kembali ke ibukota. Koper sudah dirapikan. Dus berisi oleh-oleh untuk tetangga dan teman kantor pun sudah disiapkan. “Kalian sabar dulu beli rumahnya. Nunggu uang tabungan pensiun Bapak cair,” tutur Ibu Sekar menasehati anak dan menantunya. Gilang menatap mertuanya bergantian. Ada rasa tak enak dengan keduanya. Dia harusnya sudah mandiri, namun, masih saja merepotkan. Bapak mertuanya pun mengangguk saat tatapan mereka saling bertumbukan. Tahun ini, bapak mertua Gilang memasuki masa pensiun. Katanya, nanti tabungan pensiunnya akan turun. Belum tahu pasti jumlahnya berapa. Tapi, kalau buat tambahan uang muka, mungkin lumayan, daripada uang muka yang terlalu kecil karena tabungannya memang belum seberapa. “Nanti kalian pakai tambahan uang muka. Ibu nggak setuju kalau kamu ambil cicilan sekarang dengan DP kecil. Cicilannya terlalu besar. Mas Aji kan dulu juga sudah dibantu buat bayar DP. Sekarang jatahnya Sekar,” tambah Ibu Sekar. Orang tua

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 50b

    “Aku tak bohong. Tadi aku ke sekolah. Acara jam 12 selesai. Aku, Andre dan Faras lalu ke mall baru itu. Saat kami sedang ngopi, tiba-tiba dia datang. Itu hanya kebetulan,” ujar Gilang tanpa diminta. Dia tak peduli apakah Sekar akan mendengarkan atau tidak. Ada penyesalan, meski dia tak dapat menghindar. Bagaimana bisa dia menghindari orang yang datang menyapa, sementara dahulu mereka sangat dekat. Meski tadi Gilang merasa banyak yang berubah dari Sakina, tapi akal sehat Gilang melarang untuk bertanya. Cukup mereka menjadi pribadi dengan pasangan masing-masing. Berbahagia dengan pilihan masing-masing. Pilihan yang sudah diambil, harus dia pertahankan dan perjuangkan sampai titik penghabisan, itu tekad Gilang. “Dik, aku minta maaf. Tapi, kamu harus tahu. Semua sudah berlalu. Dan aku tak mungkin kembali pada masa yang telah lewat. Aku hanya memilihmu. Sekarang kehidupanku sudah ada kamu dan Aidan. Juga anak yang akan kamu lahirkan. Tidak ada tempat lagi bagi orang lain di hatiku,” tut

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 50a

    “Mbak, aku tadi ke mall setelah selesai reuni. Itupun tidak berdua. Ada lima orang. Memang kenapa?” tanya Gilang mencoba memahami arah pembicaraan kakaknya. “Oh, lima orang? Tapi yang tiga entah kemana. Disuruh beli minum dulu barang kali?" Nada suara Ratih terdengar menyindir. "Ck! Kayak anak kecil. Kamu pikir kakak kamu ini bisa kamu bohongi?” Ratih melunak, lalu kembali ia menegaskan kata-katanya. “Mbak, sungguh. Aku nggak bohong. Tadi, aku sama Faras dan Andre juga. Malah, kebetulan saja tadi ketemu sama....” Gilang menghentikan kata-katanya. Tak tega menyebutkan namanya. “Siapa? Mantan?” sambar Ratih. “Astaga, Mbak. Aku nggak punya mantan. Hanya teman saja....” ralat Gilang. Memang, kalau dibilang mantan, dia tidak pernah pacaran dengan Sakina. Hanya ia sempat menyimpan rasa saja. Tak lebih. Itu pun juga baru diketahui setelah masing-masing punya pasangan. Jadi, tidak ada yang perlu dirisaukan. “Terus, tadi kamu ngapain?” selidik Ratih. Gilang menghela napas. “Aku tadi h

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 49c

    “Dik, jalan-jalan yuk!” tiba-tiba Ratih, kakak Gilang, datang saat Sekar sedang ngobrol dengan mama mertuanya.Aidan sedang diasuh oleh kungnya, dibawa naik motor, entah kemana. Enaknya kalau mudik, Sekar tidak repot karena banyak tangan yang membantu mengasuh batitanya. “Kemana, Mbak?” tanya Sekar. Kakak iparnya itu datang sambil membawa Mia, keponakannya, yang kini berusia enam tahun. Mia segera ikut utinya ke dapur karena sudah ingin makan lontong opor buatan utinya. “Ada mall baru, Dik. Kamu belum pernah lihat. Di Jakarta sama di sini kan beda,” rayu Ratih. Mumpung adik iparnya di rumah dan anaknya bisa dititipkan ke ibunya, sepertinya saat yang tepat untuk jalan-jalan, batin Ratih. Ratih pun tinggal tak jauh dari rumah orang tuanya. Hanya beda desa. Jadi, kapan saja dia mau, bisa datang ke rumah orang tuanya.Siang itu, sama dengan Gilang, suami Ratih pun sedang reunian. Makanya Ratih malas di rumah. "Sana, nggak papa. Temani kakakmu. Sesekali kamu juga harus refreshing." Bu

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 49b

    “Buk, Gilang ada tamu. Gilang pulang dulu, nanti kalau Sekar nanya,” ujar Gilang sambil pamit ke mertuanya. Wanita paruh baya itu hanya mengangguk, lalu ia beranjak ke halaman belakang, ikut bermain dengan cucunya. Hanya beberapa langkah, Gilang sudah tiba di rumah orang tuanya. Dua sahabatnya sudah duduk manis di ruang tamu. “Kalian masih betah jomblo aja?” canda Gilang pada kedua temannya. “Nasib lah, wajah pas-pasan sama dompet pas-pasan,” celetuk Andre. Padahal Andre ini seorang karyawan BUMN yang kebetulan penempatan luar jawa. Tentu saja dompetnya tebal. “Kamu kelamaan di hutan sih. Coba sesekali ke kota,” sahut Gilang. “Eh, kamu serius nggak datang reuni sepuluh tahun angkatan kita?” tanya Faras. Wajahnya berubah serius. Gilang sudah lama tidak memonitor perkembangan informasi di grup Wanya. Biasanya, kalau ada yang penting, akan mengirimkan pesan pribadi. Sebenarnya, bukan apa-apa. Angkatannya hampir setiap tahun bikin reuni. Biasanya saat lebaran seperti ini. Tapi, Gi

  • Menikah dengan Tetangga Jutek   Bab 49.a

    Dua tahun kemudianSekar dan Gilang sudah menapaki bahtera rumah tangga dengan seorang anak laki-laki yang kini berusia dua tahun. Cicilan hutang yang selama ini harus dibayar pun akhirnya lunas. Kini, Sekar kembali mengandung anak kedua, meski sebenarnya sudah diplanning setelah Aidan lulus ASI ekslusif. Apa daya, rejeki datang sebelumnya. “Kata Pak Hanif, pemilik rumah mau jual rumah ini. Apa Bunda mau?” tanya Gilang sore itu. Sejak kelahiran Aidan, Gilang turut memanggil Sekar dengan sebutan Bunda. Begitu juga sebaliknya, Sekar memanggil Gilang dengan sebutan Ayah, agar sang anak menirukannya. “Memang dia nawarin harga berapa, Yah?” tanya Sekar sambil mengawasi Aidan yang bermain di lantai. Ruang tamu mereka masih dibiarkan tanpa kursi tamu. Hanya dibentangkan karpet. Mainan Aidan pun memenuhi semua sudut ruang tamu itu. Gilang dan Sekar duduk lesehan di karpet. Sementara Aidan mulai sibuk dengan memasukkan gelang-gelang besar seperti donat yang terbuat dari plastik ke tempat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status