Saat cinta mulai bersemi, di situlah tempat untuk bisa berserah diri, pasrah dan meminta yang terbaik kepada sang Maha Kuasa. Cinta sejati adalah dia yang bisa selalu membuat kita nyaman dan tentram. Namun apa yang akan terjadi jika cinta yang ditunggu-tunggu justru menjadi siluet? Bahkan cinta yang ditunggu-tunggu hanya menjadi bayang semu?
Menikah bukan soal cinta atau mencintai, tapi soal membangun komitmen. Jika keduanya sudah memilih dan berkomitmen untuk mengarungi bahtera rumah tangga, maka mereka harus saling berpengangan dan saling menjaga komitmen tersebut.
Pagi itu, mentari mulai menampakan diri, langit biru seolah menggariskan siluet pembeda di antara siluet lainnya. Angin sepoi-sepoi turut mengiringi alunan merdu suara kicau burung yang kian bernyanyi, sayup-sayup terdengar suara gemercik air mengalir seolah membuat ikan-ikan di dalam kolam terus bernyanyi.
Entah bisikan setan atau malaikat pada saat itu, pertengkaran kembali menyelimuti pernikahan mereka. Bahkan kekerasan dalam rumah tangga. Al menarik lengan Zee dan membenturkan kepala Zee ke tembok sebanyak tiga kali. Darah segar mengalir di pelipis Zee. Sontak Brian menangis karena kaget mendengar teriakan Zee. Sebagai seorang Ibu ia tak menghiraukan rasa sakitnya dan langsung menggendong Brian yang ternyata jatuh dari tempat tidurnya. Sakit Zee semakin mendalam, bukan karena darah segar yang mengalir di pelipisnya, Zee sudah terbiasa menahan pilu baik karena tamparan Al maupun pukulannya. Namun kini rasa sakit Zee kian mendalam saat Brian jatuh bersamaan dengan teriakan Zee saat pertengkaran itu terjadi.
“Aku sudah tidak tahan dengan ini semua mas. Sampai kapan kau akan memperlakukan aku seperti ini? Bahkan saat kau menjalin hubungan kembali dengan perempuan lain, akupun diam. Tapi kini Brian sudah menjadi korban!” Ujar Zee sambil menahan isak tangis dan memeluk Brian.
“Lalu apa maumu hah?” Al mulai mengibarkan bendera perang sambil menunjuk Zee dengan telunjuk kanannya.
“Aku mau, kau tinggalkan perempuan itu atau tinggalkan aku sementara kau tak akan pernah melihat Brian lagi.” Zee tak kalah mengibarkan bendera perang dengan memberikan pilihan yang menurutnya ia pasti akan menang.
“Baik, jika itu maumu, aku talak kamu sekarang juga!”
Duarrr... berasa tersambar petir di siang bolong. Nampaknya Brian tak dapat menjadi alasan mereka untuk bisa bersatu lagi. Al jauh lebih memilih perempuan itu.
Gemuruh getar suara hati Zee kian menghiasi pagi yang indah, sesak di dadanya begitu terasa, rumah tangga yang sudah ia bangun dari 0 kini hanya tinggal butiran debu, Zee memang sering diperlakukan tidak adil oleh suaminya. Bagaimana tidak? Ia selalu dibanding-bandingkan dengan wanita lain yang bukan makhromnya. Bahkan ia selalu dipandang sebelah mata oleh suami dan ibu mertuanya. Belum lagi kegiatan perdukunan yang kerap kali menjadi hiasan dalam rumah tangga mereka. Bahkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sudah menjadi hal yang biasa bagi Alvendra.
Ya Allah, beginikah akhir kisah cintaku? Cinta yang betul-betul kubangun dari nol, rumah tangga yang kubangun dengan peluh keringat dan cinta meski penderitaan kian mendera, kini semuanya berakhir dengan rasa sakit yang tiada tara. Gumam Zee dalam hati.
"Terima kasih kau sudah menalakku mas. Paling tidak kau sudah membebaskan aku dari semua penderitaan ini." Tutur Zee sambil menahan isak tangis.
"Kalo begitu, sekarang juga aku minta kau kemasi barang-barangmu, dan angkat kaki dari rumahku juga." Sambung Zee saat Alvendra hendak menggendong anaknya yang masih berusia 15 bulan.
Tanpa sepatah kata pun Alvendra segera bergegas membereskan semua barang-barangnya dan meninggalkan Brian. Sementara Zee hanya bisa memandangi buah hatinya dengan penuh iba, sesekali pikirannya menerobos menerawang jauh.
Zaifa biasa dipanggil Zee dengan nama lengkap Belinda Idelina Zaifa yang berarti wanita cantik, berhati mulia dan tangguh (27 tahun). Kulitnya putih, hidungnya mancung, memiliki dua lesung pipi yang membuat parasnya menjadi terlihat semakin menawan. Rambutnya panjang dan hitam pekat, tingginya semampai. Tatapannya tajam meski sorot matanya tetap terlihat redup. Mungkin karena dibalik sorot matanya menyimpan sekelumit kisah yang sulit di tebak. Kelembutan hatinya membuat tak sedikit menarik perhatian pria di sekelilingnya.Zee memang sosok wanita yang tegar dan kuat. Banyak sekali impian dan cita-cita yang sudah ia gantungkan, keinginannya menjadi dosen di salah satu kampus ternama di kotanya membuat pijakannya semakin mantap dan kuat.Zee merupakan gadis yang sangat rajin dan pantang menyerah. Selain cantik, ia juga piawai dalam bidang public speaking sehingga dapat menarik perhatian investor. Hal ini tentu membuat Bagas sang direktur perusahaan terkesima meli
Kita memang tak pernah tahu kapan cinta itu datang dan pergi. Pun tak bisa mengusir atau menjamahnya dengan sesuka hati. Kenyataan pahit yang hampir merenggut nyawa Bagas menjadi tamparan keras. Pandangan Bagas menerobos menerawang jauh, mencoba menelisik kembali apa yang pernah ia alami."Kecelakaan maut itu membuat seluruh wajahku rusak parah. Akibatnya aku harus menjalani perawatan di London selama empat bulan lebih. Hanya ada dua pilihan usai kecelakaan itu. Aku bertahan seperti Bagas yang mereka kenal dengan wajah yang tak jelas bentuknya. Atau aku menjalani operasi plastik guna mengobati luka diwajahku, meski aku harus menerima kenyataan jika ternyata operasi plastik ini merubah total seluruh wajahku."Zee terbelenggu mendengar penjelasan Alvendra."Berbulan-bulan aku menyendiri, mencoba beradaptasi dengan wajah baru namun teman-temanku tak percaya jika aku adalah Bagas yang mereka kenal. Sebagian besar mengira jika Bagas telah meninggal atas kecel
Menikah tak hanya menyatukan dua insan, namun juga dua keluarga. Menyatukan dua insan yang berbeda prinsip bukanlah hal yang mudah. Proses adaptasi terkadang menimbulkan percekcokan, entah itu karena hal-hal sepele berbau kecurigaan, kurangnya komunikasi, hingga kehadiran pihak-pihak tertentu yang dicurigai menjadi orang ketiga dalam tali percintaan yang mereka jalin.Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang memungkinkan perubahan dan pertumbuhan pada individu dan cara mereka mengekspresikan cinta mereka. Lelah itu biasa, kecewa itu wajar namun percayalah dalam pernikahan bukan tentang seberapa kali engkau lelah dan kecewa, tetapi tentang seberapa lama dan kuat engkau bertahan.Pagi itu... sayup-sayup terdengar suara burung berkicau merdu, seolah mewakili Zee dan Alvendra selaku pengantin baru, Meski satu bulan telah berlalu, namun aura-aura pengantin baru masih menghiasi rona wajah mereka."Sayang gajiku bulan ini kamu yang pegang ya." Ucap Alvendra sambil memb
Malam itu begitu indah, kemerlap lampu clubing beserta seisinya membuat jiwa Alvendra meraung-raung. Sungguh ia sangat merindukan suasana ini. Pandangannya menyebar, mengamati setiap sudut ruangan itu."Hai guys, long time no see." Sapa Alvendra kepada teman-temannya."Eh ada pengantin baru." Jawab Gio meledek."Mana istri lo Al? Ajakin ke sini dong. Hahaha." Sambung Keke."Ah mana mau dia ke clubing. Dia mah mainnya ke perpustakaan, ke masjid atau ke sekolah. Hahaha." Jawab Alvendra."Gila lu Al, Pengantin baru bukanya lembur malah kluyuran ke sini. " Jawab Rendi sambil tertawa geli."Ah biasa aja kali. Gue kangen sama lu lu pada." Jawab Alvendra sambil menikmati secangkir kopi.Alvendra memang sosok yang tak suka diatur, moody person, and easy going. Sikap coolnya memang kerap kali membuat gadis-gadis penasaran dengan Alvendra. Tak heran jika sejak dulu dia sering gonta ganti pacar, sehingga saat menikahi Zee usianya sudah terlampau
Kelut kemelut langit yang seolah takut menghadapi kenyataan. Takut menitikkan air hujan. Hanyalah gerimis dan kabut yang berani menyapa pagi ini. Tak ada burung yang berkicau seperti biasanya. Hanyalah hembusan angin dingin yang berani menyapa Zee di bibir pintu."Assalamualaikum." Sapa Alvendra di ambang pintu sambil melepaskan sepatunya."Waalaikum salam. Alhamdulillah akhirnya kau pulang juga." Zee begitu gembira melihat suaminya sudah kembali setelah semalaman sulit dihubungi."Sayang, udah sarapan? aku udah bikinin kamu tongseng loh. Spesial. Makananan kesukaan mu kan?" Ujar Zee sambil memeluk Alvendra."Aku masih kenyang. Habis makan bubur ayam tadi sama Rio." Jawab Alvendra singkat.Rio memang adik Alvendra yang cukup patuh. Kebiasaannya tak berubah yakni membelikan bubur ayam untuk orang satu rumah sebagai menu sarapan favorit keluarga mereka.Melihat wajah Alvendra yang masih terlihat kesal, Zee semakin bersemangat untuk menunjukan hasil
Nud...nud... Alvendra nampak cemas dan menunggu Martini mengangkat telponnya."Hallo ada apa Alvendra?" Jawab Martini di seberang sana."Mah, Zee hamil" Jawab Alvendra singkat."Hamil? Bagus dong. Berati sebentar lagi kau akan menjadi Ayah.""Masalahnya aku belum siap jadi ayah mah. Aku takut diganggu oleh banyak orang""Ssttt gak boleh ngomong gitu. Kamu kan masih punya pegangan dari mbah Tukiem. Gini saja, kamu carikan gunting dan jarum peniti lalu kau berikan kepada istrimu. Kau minta istrimu untuk membawa ke manapun gunting dan jarum itu?""Untuk apa semua ini mah?""Dasar bodoh! Ya untuk melindunginya dari serangan-serangan ghoib!""Oh ya. I know." Jawab Alvendra sambil menggaruk-garukkan kepala yang sebenarnya tidak gatal."Lalu kau cari dua telur ayam kampung beserta bunga tujuh rupa yang direndam di atas air seperti biasanya, dan kau letakkan di bawah tempat tidur kamar kalian." Tambah Martini di ujung
Klinik praktik Dokter Afandi memang sangat luas, terdapat kolam ikan di tengah-tengah ruang tunggu pasien, percikan air dan ikan-ikan emas koi yang terus saling mengejar satu sama lain cukup menghibur hati pasien di sela-sela menunggu antrean periksa.Zee masih duduk termenung mengamati ikan-ikan dalam kolam tersebut. Air terjun di tengah kolam menambah keindahan dan kesejukan bagi siapa pun yang melihatnya. Pandangannya menerobos menerawang jauh, menerka-nerka apa yang telah terjadi. Merangkum kembali semua memori dan membungkusnya dalam ingatan secara sangat rapi. Namun semakin Zee merangkum memori-memori tersebut terlebih saat mengingat kenangan-kenangannya bersama Alvendra sebelum menikah, hal itu justru semakin membuat Zee merasa sakit hati. Ia hanya tertegun saat mendengar kata-kata Alvendra tadi di depan Dokter Afandi.Perasaannya seolah hanyut bersama percikan air yang mengalir di dalam kolam ikan. Terlebih saat angin sepoi-sepoi turut menghampiri dedaunan, karen
Angin kencang begitu menusuk tulang. Biasanya pukul tujuh malam Alvendra masih di kantor, karena usai jam kerja Alvendra biasa lembur dengan tim kerjanya. Alvendra memang sosok pekerja keras, dia rela melakukan apapun demi mendapatkan uang. Makanya tak heran jika dia bisa membeli apa saja yang dia mau.Zee memang terbiasa melakukan apa-apa sendiri, sekalipun ia sedang hamil. Hingga saat ia terkaparpun Alvendra justru meninggalkan Zee, demi apa? Ya tentu saja demi ibunda tercintanya. Selama ini Alvendra memang selalu mengagung-agungkan jika surga di bawah telapak kaki ibu. Namun apakah ia akan tetap mencium bau surga jika ia selalu menyakiti istrinya?“Assalamualaikum.” Ujar Alvendra sambil membuka pintu rumah. Sontak Alvendra kaget melihat Keke yang sudah duduk di samping Martini.“Keke ngapain kamu di sini?” Tanya Alvendra kaget.“Duduk dulu Alvendra.” Pinta Martini.“Hai Alvendra, ” Sapa Keke sambil melempar senyum. Semenjak kejadian malam itu, malam