Share

Menikah untuk Uang
Menikah untuk Uang
Penulis: Orekyu

Prolog

Penulis: Orekyu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-11 22:28:32

"Mana barangku?"

Tangan besar itu terulur ke depan. Sedang seseorang dengan tubuh mungil sudah menanti dalam diam.

Kepalanya terbungkus topi. Terlalu rapat hingga cahaya remang tak sanggup menggambarkan seperti apa wajahnya. Gang ini terlalu sempit dan bau. Sinar surya bahkan enggan masuk ke dalamnya.

"Berikan dulu uangku." Si pemilik tubuh ringki bersuara: itu pelan, serak, datar, dan sama sekali tidak memiliki binar semangat.

Meski bergumam kasar, tetapi pria besar itu tetap merongoh saku celana dengan gelisah. Tangannya meremas beberapa lembar uang lantas melemparnya ke arah lawan bicaranya. "Berikan!"

Si sosok mungil mendengkus lalu membuka tas kecil yang sejak awal tersampir di bahunya. Begitu dia mendapati apa yang dicarinya, hal sama pun dia lakukan; melemparkan barang milik pelanggan besar yang angkuh.

Kendati tubuhnya kecil dan tidak berisi, tetapi dia tidak pernah merasa takut berhadapan dengan pria semacam ini.

Mereka tidak akan berani menyentuhnya selama mata itu masih mengawasi.

Rahang si pria besar tampak mengeras. Tangannya terangkat hendak melayangkan satu pukulan telak kepada sosok mungil yang terlalu berani itu, tetapi dari jarak jauh, suara tembakan tiba-tiba terdengar memekakkan. Tentu saja, itu sebuah peringatan.

Kontan wajah si pria besar mengerut penuh ketakutan. Tanpa pikir panjang dia bergegas meninggalkan tempat itu dengan keringat dingin.

Dia jelas tidak ingin mati sia-sia di tangan pemilik kawasan sesat tersebut.

***

"Berapa yang kamu dapat?"

Ruangan di tempat ini cukup terang jika dibandingkan dengan gang sebelumnya, tempat di mana dia biasa menjual apa yang seharusnya dijual kepada pelanggan kotor.

Si sosok mungil tidak membalas. Dia bahkan tidak menoleh ketika pria yang paling ditakuti di wilayah ini sedang duduk di sebelahnya—pria bertopeng yang tidak pernah ada yang tahu seperti apa wajahnya—termasuk si ringkih. "Aku bertanya dan sudah seharusnya kamu menjawab."

"Tidak banyak."

Dia melepaskan tas kecilnya, lalu membiarkan si penguasa membuka dan menilai isinya. Bibir pria itu tersinggung menawan. "Bagus."

Kemudian tatapannya berhenti tepat kepada sosok di sampingnya. Tanpa beban jemarinya bergerak mengusap wajah kecil itu begitu mendapati noda debu di sana. "Aku sudah bilang jangan pulang dalam keadaan kotor."

Si mungil mendengkus. "Aku sudah kotor luar dalam." Dia lalu beranjak menuju ruangan lain di dalam sana tanpa rasa takut.

Begitu pintu terbuka, dekorasi kamar dengan nuansa putih beradu cokelat lekas menyambut kedua bola matanya.

Ada kasur kecil di sudut, tanpa pikir panjang dia merebahkan diri dengan kasar sementara tangan menumpu menutupi mata.

"Tidak ada kemewahan," gumamnya.

***

"Kenapa tempatku harus dipindahkan?"

"Di sini tidak aman lagi, polisi sudah tahu." Si pria bertopeng mendengkus sementara kepulan asap rokok mengudara di sekelilingnya. "Aku tidak mau mengambil risiko kamu tertangkap."

Si mungil menghela napas. "Terserah," dan mereka meninggalkan tempat itu tanpa banyak kata.

Matahari terlalu terik begitu dia menginjakkan kaki di kota ini. Rasanya menyengat mengingat selama ini dia hampir kekurangan cahaya, sebab lokasi awalnya begitu gelap.

Sosok mungil dengan topi khas yang selalu membungkus kepalanya itu kemudian mendongak, menatap langit biru dengan manik memicing.

Dia berpikir, kapan terakhir kali dirinya menatap angkasa?

Begitu netra gelapnya mengitari sekeliling, orang-orang berjalan silih berganti.

Tempat ini terlalu ramai dan karenanya dia merasa sedikit pusing. Untuk sesaat dia menunduk, berniat membatasi pandangnya dengan keramaian. Tempat ini asing dan dia tidak menyukainya.

Kapan dia bisa kaya?

Ini mulai terasa melelahkan.

"Permisi, apa kamu lapar?"

Suara itu lembut. Ada kehangatan begitu gemanya sampai di telinga si sosok mungil.

Lantaran penasaran dengan pemilik suara yang baru saja menegur dan menganggapnya pengemis, dia kontan mendongak.

Tetapi alih-alih mendapati wajah perempuan di hadapannya, maniknya justru memicing tepat setelah cahaya kuat menyerang netranya dengan kemilau terang.

Berikutnya, dia tersentak terkejut saat pekikan keras yang terdengar sedikit ragu kembali menyapanya.

"Astaga, apa kamu Kinan?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikah untuk Uang   Berubah Liar

    "Di mana Kinan?" Trian tidak bisa menahan diri untuk bertanya saat mendapati Joko keluar dari dalam pos jaga, sementara dirinya tengah berdiri di teras villa. Ini sudah pukul 19 : 13 pm saat dia berhasil menginjakkan kaki di lantai kayu villa dan masuk dengan tergesa, tetapi sialnya, dia justru tidak menjumpai Kinan di manapun. Di sisi lain, Joko bergegas menghampiri pria tampan itu dengan raut wajah terkejut. Pasalnya, setahunya Trian baru akan pulang dua hari lagi. Lalu bagaimana bisa dia ada di sini? Bahkan sudah berdiri sembari menatapnya dengan raut menyelidik. "Bos?" Joko mencoba memastikan, namun saat melihat Trian melangkah menuruni tangga, Joko seketika berdiri tegap di hadapan pria itu. "Ini benar-benar, Bos?" tanyanya setengah tidak percaya. Joko menggaruk alis saat berkata, "loh, kok sudah pulang?" Trian tidak menanggapi perkataan pria besar itu, sebaliknya dia justru kembali menanyakan keberadaan Kinan. Wajahnya terlihat keruh, tampaknya efek lelah membuat emosinya

  • Menikah untuk Uang   Orang Dalam

    Tatiana melangkah maju ke pinggiran kolam. Tatapannya lurus, sinis, dan tampaknya wanita itu tidak berniat memutus kontak matanya dengan Kinan. Dagunya diangkat tinggi seolah dia ingin menunjukkan kuasa atas diri Kinan. Baginya, Kinan bukan lah tandingan. Perempuan muda itu hanya debu kecil yang perlu dia singkirkan, cepat atau lambat.Sepulang dari New York, Tatiana tidak bisa menahan diri untuk segera menjumpai perempuan satu ini. Tentu saja untuk memberinya kejut ringan.Dan sepertinya, rencana wanita itu berhasil sebab kini Kinan cukup terkejut saat melihatnya muncul dengan tiba-tiba. Setahu Kinan, Trian pernah berkata jika tempat ini tidak diketahui oleh siapapun, terutama papa dan mamanya.Lalu, bagaimana Tatiana bisa ada di sini? Berdiri menatapnya dengan keangkuhannya yang menjijikkan.Sesaat kemudian, Kinan menarik napas. "Aku tidak akan bertanya bagaimana caramu masuk, sebab semua pencuri memang

  • Menikah untuk Uang   Sosok Lain

    "Sebaiknya kamu pulang." Tatiana menoleh ketika suara Trian yang berat terdengar dari arah samping. Dia baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut terlilit handuk, sementara Trian, pria itu sedang tiduran di atas ranjang. Wajahnya tidak menunjukkan mimik berarti, hanya saja, tatapannya lurus menghunus ke arah telepon genggam di tangannya. Tatiana tidak menjawab. Sebaliknya, dia bergerak mendekati pria itu dengan wajah resah. Dia duduk di pinggiran ranjang sembari meraih tangan Trian. Dia berkata dengan wajah muram, "Sayang, kenapa aku harus pulang? Aku juga sudah izin sama Papamu. Tenang saja, dia tidak akan tahu, apalagi curiga," katanya. Trian menoleh. Mendadak Tatiana terkejut tatkala Trian bergerak melepas tangannya. Tidak kasar, tetapi wanita itu sunggu merasa tersinggung. Bagaimana bisa Trian bertindak seperti itu? pikirnya. Selama ini, Trian sangat suka dibelai olehnya. "Aku punya banyak pekerjaan di sini. Kalau kam

  • Menikah untuk Uang   Menyukai Perempuan Jalang

    Dua hari. Kinan mengulang jangka waktu itu di dalam benaknya. Benar, sudah selama itulah Trian bertandang ke luar negeri dan meninggalkannya bersama para pengawal.Awalnya Kinan pikir hidupnya akan tenang tanpa kehadiran pria itu, mengingat saat Trian tidak pulang beberapa hari belakangan karena urusan kantor, Kinan benar-benar merasa bahagia. Saking senangnya, dia sampai ingin melakukan syukuran.Kalau saja dia tidak berbaik hati menyerahkan kembali telepon genggam milik Bagas, kemungkinan Trian tidak akan banting setir kembali ke villa, setelah mendengar rencananya yang ingin membangun kolam renang.Tetapi, semua sudah telanjur terjadi. Trian semakin bertingkah aneh dan menjengkelkan. Kinan bahkan tidak berhenti merinding begitu mengingat hal-hal mengerikan yang telah dilakukan pria itu. Berdoa saja, Trian hanya sedang linglung karena ditimbun beban pekerjaan, karena itulah dia bertingkah kesurupan.

  • Menikah untuk Uang   Perilaku Aneh

    "Astaga!" Kinan memekik. Maniknya melotot terkejut tatkala mendapati satu sorot tajam terang-terangan tengah mengawasinya. Perempuan itu baru saja akan bangun. Dia bahkan baru hendak merenggangkan otot-otot tubuhnya, tetapi begitu membuka mata, sosok Trian sudah berbaring miring menghadapnya sembari mengamatinya. Menjauh sedikit, Kinan memejamkan mata saat berkata, "Padahal aku ingin memulai pagi dengan melihat kolam renang ku." Dia menggerutu sembari menggertakkan gigi. "Ish! Kenapa harus mukamu yang pertama kulihat," ujarnya, tanpa dosa. Trian tersenyum miring. Posisinya masih sama, dan tampaknya pria itu tidak berniat mengubahnya dalam waktu dekat. Begitu mendapati Kinan hendak bangkit dari pembaringan, dia menahannya dan menariknya kembali untuk terbaring. Trian mengabaikan saat Kinan melotot ke arahnya. Lelaki itu tidak akan terpengaruh dengan raut wajah Kinan yang hendak memarahinya. Toh, wajah p

  • Menikah untuk Uang   Harus Bagaimana?

    Sejak pagi ketegangan melanda suasana kantor. Tidak ada pergerakan lain selain hilir mudik para pekerja yang bergerak menjalankan tugas. Nyatanya, hal ini sudah berlangsung selama beberapa hari belakangan. Selepas dari Bali, mendadak penjualan produk menurun drastis. Timbulnya artikel dan pemberitaan mengenai minuman sehat yang Eco.T. Grup kelola memiliki kandungan berbahaya, memaksa penarikan barang secara besar-besaran. Kendati masalah dengan kepolisian sudah berhasil ditangani. Tetapi, kerugian besar yang tak terelakkan tidak bisa ditarik ulang. Rugi tetaplah rugi. Mengingat bagaimana jayanya perusahaan besar itu, beberapa pesaing tentu akan menjatuhkan. Meski artikel itu hanyalah salah satu akalan musuh, tetapi dia berhasil menimbulkan kerugian besar di pihak Trian. Bukan main peningnya kepala pria itu. Tetapi berkat kemampuannya, dibantu para pekerja handal yang kepercayaannya tak perlu diintip, T

  • Menikah untuk Uang   Masalah Kolam Renang

    Ketika Kinan terbangun lalu membuka mata, sudah ada Bagas dan Joko di hadapannya. Kinan pikir dia sedang bermimpi mendapati kedua perinya itu, jika saja Bagas tidak mendekat sembari menyinggungkan satu senyum lebar hingga giginya terlihat. Perempuan itu terduduk dengan wajah malas. Tampak sekali magnet matras masih bekerja untuk menariknya kembali berbaring. "Mbak sudah bangun?" Kinan mengangguk meski tidak mendongak menatap Bagas. Sementara maniknya memicing sesaat setelah Joko yang berdiri menghalangi cahaya dari pintu masuk, berpindah dan kini terduduk menyamai posisinya. Maniknya yang besar berpendar begitu menatap Kinan. Sejurus kemudian, tatapan khawatir dia layangkan ketika bibirnya mengucap, "Aduh," Joko menarik Bagas mendekat, memaksa pria itu ikut berjongkok di sebelahnya. Joko melanjutkan, "lihat, Gas. Leher Mbak Kinan jadi merah karena tidur di matras." Telunjuknya mengarah tepat ke a

  • Menikah untuk Uang   Harapan Palsu

    "Pokoknya, malam ini kamu tidur di sini." Trian menarik Kinan hingga memasuki gudang di bawah bukit villa tidak jauh dari rumah para penjaga. Keributan itu cukup keras hingga beberapa kawanan hitam menyeruak keluar dan berdiri sembari berbisik menatap pasangan itu. Sama sekali tidak ada yang menduga bila Trian akan menarik istrinya hingga ke tempat ini. Namun dipikir berulang kali pun, mengingat bagaimana sikap Trian selama ini, bukan hal lumrah bila kejadian seperti ini akan terjadi. Napas Trian berhembus tidak stabil. Emosinya benar-benar di puncak dan dia tidak bisa mengendalikannya dengan baik. Sementara di sisi lain, Kinan justru tidak bereaksi. Perempuan itu terdiam sembari mengamati kondisi gudang dalam diam. Tempat ini tidak begitu buruk. Hanya ada beberapa debu yang bersarang di tumpukan-tumpukan barang tak terpakai yang belum dibuang. "Kamu dengar aku, kan?" Trian bertanya. Maniknya menyorot Kinan den

  • Menikah untuk Uang   Hukuman

    Sebagai bayaran karena tidak berhasil mengelilingi Bali, Kinan melepas kekecewaan dengan hal lain. Sepertinya, mengunjungi wahana bermain dengan Devi dan Dion bukan ide yang buruk. Untuk memacu adrenalin, perempuan itu mencoba memainkan wahana roller coaster. Mengingat Devi tidak bisa bergerak banyak dan diharuskan memonitor kondisi jantung selama mengandung, wanita itu memilih untuk tidak ikut bermain. Alhasil, mau tudak mau, Kinan harus puas duduk dengan Dion dan merelakan pria itu untuk bermain bersamanya. Kinan pikir, Dion adalah salah satu pria pemberani yang tidak akan mempan dengan wahana semacam ini, tetapi tidak seperti yang Kinan bayangkan pria itu justru tampak bagai orang kehilangan akal. Dion berteriak keras tepat setelah wahana begerak dan meluncur turun; menukik tajam bagai bilah pedang yang hendak membelah daging. Kinan akui jantungnya bedetak lebih keras dan dia tahu dirinya sedang men

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status