Home / Romansa / Menikahi Asisten Sang Presdir / 4 | Mendadak Dipromosikan

Share

4 | Mendadak Dipromosikan

last update Last Updated: 2024-06-27 14:22:35

<luna, maaf saya tidak bisa mengantarmu>

<ada keperluan yang harus saya urus pagi-pagi>

Saat membaca dua pesan tersebut, Luna yang baru bangun tidur hanya mengedik. Namun saat kesadarannya terkumpul, dia menyadari bahwa jatah cuti berdukanya sudah habis.

Itu berarti, Luna akan kembali menjalani realitanya sebagai staf housekeeping.

*

Jarak dari apartemen ke hotel tempat Luna bekerja hanya sekitar satu kilometer. Meski demikian, jalan panjang yang memisahkan kedua tempat itu mengharuskannya mengambil jasa ojek online karena sedang malas berdesakan di LRT.

Sesampainya di hotel, Luna bergegas memutari gedung utama menuju pintu yang berada di dekat basement. Rute yang umum diambil staf housekeeping agar cepat sampai ke area kerja untuk mempersiapkan perlengkapan. Setelah berpapasan dengan beberapa rekannya, Luna sampai di ruang karyawan dan langsung disambut pelukan dari Dini serta Brenda.

“Kangen banget sama looo,” pekik Brenda setelah mememberikan pelukan erat. “Padahal enggak sampai seminggu cutinya, tapi lo kayak pergi berbulan-bulan.”

“Apaan, sih, Nda. Aku cuti juga bukan buat senang-senang.” Luna mengambil seragam dari loker. “Selama aku pergi, kerjaan aman, kan?”

“Tenang, anak magang yang gantiin kamu kemarin ternyata bisa diandalkan.” Kali ini, Dini yang menanggapi. “Oh ya, kami juga turut berdukacita, Luna. Sori enggak bisa ngelayat.”

Luna mengangguk paham, lalu mendekap kedua sahabatnya. “Makasih udah bantu aku juga selama aku pergi kemarin.”

“Bentar, satu lagi.” Brenda merunduk agar suaranya tak bocor keluar. “Apa bener lo juga… udah nikah sama asisten presdir kita?”

Seketika, Luna mematung. Walau Galuh tak memintanya dan Rayyi menyembunyikan pernikahan, rasanya aneh mendengar rekan kerjanya menanyakan hal tersebut. Memberi konfirmasi pun semestinya mudah seandainya pria yang dinikahinya bukan Rayyi.

Alih-alih menjawab, Luna malah berdeham sambil menyeret kedua temannya ke pojok ruangan. “Kalian dapat kabar itu dari siapa?”

“Bu Fatma, orang HRD,” sahut Brenda. “Tahu sendiri gimana lemesnya mulut dia kalau dapet kabar karyawan nikah atau cerai. Asisten presdir kita itu minggu lalu ambil cuti buat akad dan katanya lo pakai alasan yang sama.”

Perlukah Luna melaporkan Bu Fatma pada Galuh? Mungkin lain kali saat situasi dan kondisinya kondusif.

“Ya, kami….” Saat Luna memperlihatkan cincin di jari manisnya, Brenda dan Dini memekik histeris. “Omong-omong, namanya Rayyi.”

Kedua perempuan itu menggumamkan ‘oooh’ rendah sambil melempar tatapan usil pada Luna. Mereka sudah bersiap memberondongnya dengan macam-macam pertanyaan sebelum pintu terbuka lebar; menampakkan sosok Maryam, floor supervisor mereka yang berdecak tak percaya mendapati bawahannya yang sibuk bergosip.

“Ngapain kalian masih di sini? Sana kerja, ada banyak kamar yang belum dibersihkan,” bentaknya. “Luna, sebelum bertugas, ikut saya dulu ke ruangan manajer.”

*

“Sebentar, saya dipromosikan jadi supervisor?”

“Benar, kamu nanti yang menemani Bu Maryam. Ada masa percobaan dulu untuk menilai performamu sebelum resmi mengisi posisi tersebut.”

Luna mengerjap, lalu menoleh ke arah Maryam yang duduk di belakang. Sebagus itukah kinerjanya sampai manajer housekeeping mempromosikannya meski baru dua tahun bekerja?

“Untuk sementara, kamu pakai seragam lama dulu,” sang manajer melanjutkan. “Sebelum bekerja, tolong panggilkan Brenda dan karyawan magang yang menggantikanmu akhir pekan kemarin ke ruangan saya.”

Dengan langkah gontai, Luna berjalan beriringan bersama Maryam. Biasanya pada momen-momen seperti ini, dia akan langsung mengabari Dikta. Tangannya bahkan sudah merogoh ponsel di saku celana sebelum menyadari kenyataan yang menamparnya.

Bisa saja Luna menghubungi Puspa, tetapi dia urung kala membayangkan responsnya yang kurang antusias.

“Kamu barangkali familier dengan jobdesc saya,” Maryam mengajaknya berkeliling di lantai tempatnya bekerja untuk memulai latihan. “Floor supervisor punya tanggung jawab besar untuk menjaga kebersihan kamar sesuai standar dan prosedur hotel. Kita juga perlu memastikan para tamu nyaman menginap. Paham?”

Luna mengangguk cepat. “Lalu, apa Ibu punya aturan khusus yang perlu saya lakukan?”

Entah mengapa, senyum penuh arti yang tersungging di wajahnya mengintimidasi Luna. “Saya dengar, kamu baru menikah dengan asisten presdir. Selamat, ya. Tapi, saya harap kamu tetap profesional meski suamimu bekerja di sini juga.”

Pesan tersirat dalam ucapan itu dapat langsung Luna pahami. Seandainya Maryam tahu dia dan Rayyi bukan tipe pasutri baru yang tak bisa saling berjauhan....

"Satu lagi, saya kurang suka karyawan yang bentar-bentar cek ponsel, bentar-bentar terima telepon selama bekerja,” Maryam menegaskan. “Jadi, tolong, aktifkan mode Silent atau sekalian matikan selama kamu bertugas. Sudah paham sampai di sini, Luna?”

*

<aku harap kamu menikmati posisi barumu>

Kala membaca pengirim pesan tersebut, Luna serta-merta mendengkus. Apa kemampuan berpikirknya belum benar-benar pulih? Tentu saja hanya Galuh yang punya kuasa dan akses untuk meminta departemen housekeeping mempromosikannya.

<mas seharusnya enggak usah melangkah sejauh ini>

<aku nyaman bekerja sebagai housekeeper>

Tak lama berselang, ponselnya bergetar. Galuh malah meneleponnya.

“Angkat, dong. Siapa tahu suami lo pengen kangen-kangenan,” celetuk Brenda yang disambut kekehan Dini. “Kami maklum, pengantin baru maunya nempel mulu. Asal jangan bertingkah nyebelin aja.”

Tanpa pikir panjang, Luna menekan tombol Reject dan menyalakan mode Airplane. “Ih, Rayyi bukan tipe cowok cringe. Lagian aku juga harus fokus adaptasi sama posisi baru.”

Brenda dan Dini saling bertukar pandang. “Kalau lo resmi jadi supervisor, apa kita masih bisa kongko bareng?”

“Bisalah, cuma mungkin… enggak bakal sebebas dulu.”

Benar saja. Luna menghabiskan sisa waktu kerjanya dengan mengamati Maryam. Sesekali, dia membantu sambil mencoba menerapkan skill yang diperlukan sebagai floor supervisor. Kesibukan tersebut berhasil mengalihkan atensinya sampai tak menyadari jam pulang kerjanya ikuti bergeser.

“Besok pagi, tolong datang lebih awal,” pesan Maryam sebelum pulang. “Cek kamar-kamar yang akan ditempati tamu dari luar negeri yang akan menghadiri konferensi.”

Luna menyanggupi lewat anggukan, lalu bersandar di loker untuk istirahat sejenak. Dia berharap saat bangun besok pagi tubuhnya tak akan ngilu dan sakit.

Pintu yang mendadak terbuka seketika mengejutkan Luna. Dia lantas berdiri; bersiap-siap seandainya Maryam yang datang untuk ‘setor’ tumpukan tugas. Namun, kala kepala Rayyi menyembul dari balik pintu, perempuan itu mengembuskan napas lega.

“Ternyata benar kata teman-temanmu, kamu masih di sini.” Pria itu menunggunya di ambang pintu. “Ayo, saya antar kamu pulang.”

Ajakan itu terdengar konyol di telinganya. “Kamu bisa pulang duluan, enggak perlu tunggu aku. Lagian, aku masih harus beres-beres.”

Sang lawan bicara mengulas senyum kikuk. Dia menoleh sebentar ke luar untuk mengecek situasi, lalu menghampiri Luna yang lanjut beristirahat.

“Pak Galuh yang meminta saya menemuimu,” Rayyi menyampaikannya sembali menunduk. “Katanya, saya harus menemanimu, termasuk antar jemput kerja sampai belanja.”

“Mas Galuh bilang gitu ke kamu?” Tawa getirnya mengejutkan Rayyi. “Padahal harusnya kamu yang melakukan tugas-tugas tadi buat dia.”

“Sebagai asisten pribadi, sudah jadi tanggung jawab saya mengikuti arahan Pak Galuh.”

“Termasuk mengiyakan permintaannya buat menikahiku?”

Hening. Rayyi memilih bergeming di tempat duduknya, sementara Luna mengemas barang bawaannya dan berganti pakaian. Selain gaji bulanan yang besar, adakah penawaran lain dari Galuh yang membuat pria itu begitu manut?

“Jangan terlalu memikirkan pertanyaanku tadi. Aku enggak peduli sama kesepakatanmu dan Mas Galuh.” Ucapan itu berhasil menarik Rayyi dari lamunan. Pria itu mengangguk, lalu beranjak dari kursinya. “Tapi next time kalau ketemu dia, tolong bilang enggak perlu kasih bantuan berlebih atau rahasianya malah cepat terbongkar.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    39 | Bertemu Kawan Lama

    “Di mana Luna?”“Saya kurang tahu, Pak. Saya keluar apartemen sebelum dia bangun.”“Kamu tahu hari ini jadwalnya belanja bulanan?”“Ya, saya pasang reminder-nya dan berencana mengantar Luna setelah—”“Tidak perlu. Tadi aku telepon Luna dan dia sudah berangkat ke mal.”“Maaf, Pak. Lain kali—”“Mulai bulan depan, aku yang akan menemani Luna belanja. Next time, tahan dia di apartemen sampai aku datang.”Rayyi memandangi layar ponsel sejenak begitu Galuh mengakhiri percakapan. Syukurnya, dia mengikuti saran Luna. Di sisi lain, sikap Galuh membuatnya gusar meninggalkan Luna sendirian.‘Sebaiknya saya berjaga-jaga di sekitar mal.’ Karena belum bisa mengakses jalan utama yang masih dijejali ratusan pelari. Mengikuti arahan peta digital, dia membawa mobil menuju belokan yang akan menembus bagian belakang gedung pusat perbelanjaan.Rupanya, bukan hanya Rayyi yang mengakses jalur alternatif tersebut. Namun, kadung masuk, pria itu cuma bisa sabar dan menunggu antrean mengurai. Sesekali, matanya

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    38 | Mengatur Kebohongan

    Untuk kali pertama setelah sekian minggu, Luna dapat menarik napas lega di akhir pekan.Jam menunjukkan pukul delapan pagi saat Luna bangun. Disingkapnya tirai untuk membiarkan cahaya matahari masuk. Sambil meneguk air mineral, dia membuka kulkas untuk mengecek stok bahan makanan dan—“Huh, udah hampir habis?” Kemudian, Luna mengecek kalender dinding. “Pantesan, udah jadwalnya aku belanja bulanan.”Selepas mandi dan berganti pakaian, Luna bergegas mengambil sepotong roti buat mengganjal lapar. ‘Brunch di luar aja nanti,’ batinnya.Langkahnya terhenti kala melewati pintu sekat. Rayyi pasti sudah bangun sejak sebelum waktu Subuh. Namun, untuk memastikan, Luna memilih memeriksa dan bisa sekalian pamit kalau pria itu belum pergi.“Eh, pagi,” sapa Luna kikuk kala beradu pandang dengan Rayyi yang tengah sarapan. Menilai dari pakaiannya, dia juga seperti akan pergi. “Aku cuma mau pamit belanja bulanan. Mungkin pulang sekitar jam makan siang.”“Sebentar.” Rayyi beranjak, lalu masuk ke kamar u

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    37 | Tarikan Luna

    Rayyi baru masuk mobil kala menerima pesan tersebut. Dari foto yang Galuh lampirkan, dia melihat Luna dan Naura yang duduk di restoran hotel. Jaraknya agak jauh; menyulitkannya mengecek raut wajah mereka.Namun, kalau Galuh sampai curiga, bisa dipastikan Naura membahas sesuatu yang tak mau didengar suaminya.“Rayyi!” Panjang umur, Luna muncul dari pintu keluar. Perempuan itu mempercepat larinya hingga berhasil masuk mobil. “Syukurlah kamu belum pulang.”“Apa semua pekerjaanmu sudah selesai?”Luna menyeringai kikuk. “Aku izin pulang lebih cepat. Untungnya ada Brenda yang mau beresin sisa kerjaanku.”Dari ekor mata, Rayyi menangkap bakmie pemberiannya dalam tas Luna. Itu berarti, Luna sengaja izin supaya bisa pulang bersamanya. Sensasi hangat seketika menjalari pipi Rayyi, tetapi cepat-cepat pria itu membawa mobilnya keluar basement.Ada misi lain yang harus segera dia jalankan.*Tak ada percakapan yang mengisi perj

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    36 | Kecurigaan Naura

    Luna akhirnya dapat mengembuskan napas lega kala masuk ke lift. Mengutus pengunjung dari luar negeri kerap menguras energi, apalagi saat bahasa menjadi salah satu kendala. Syukurnya salah satu dari wisatawan Belanda yang bermalam fasih berbahasa Inggris meski sama-sama terbata.Barangkali hanya kelelahan, tetapi pesan Brenda membuat matanya berkaca-kaca. Belakangan Luna makin kesulitan bertemu kedua sahabatnya, bahkan buat sekadar tegur sapa. Perhatian simpel ini bak pengingat bila mereka belum melupakannya.Tak sampai semenit, Brenda membalas.Ding!Luna termenung sesaat kala pintu lift terbuka. Sepanjang hari nyaris tak berpapasan, Rayyi malah sempat mampir buat membelikan camilan. Bukan perkara yang perlu dia pusingkan, tetapi mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan…“Eh, Luna?” Suara perempuan itu mengejutkannya. “Benar, kan, Luna? Istrinya Rayyi.”‘Aduh, kenapa juga aku harus melamun?’Di hadapannya, Naura melambai sembari mengembangkan senyum. Namun, sosok di belak

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    35 | Menjaga Jarak

    “Maaf, Bapak malah menyusahkanmu, Rayyi. Seandainya Bapak lebih hati-hati dan teliti, masa depanmu tak bakal suram.”Kala Guntur ditangkap atas tuduhan penggelapan dana, Rayyi merasa kehilangan pijakan untuk melangkah. Tanpa sosok ibu yang telah lama lesap dalam kehidupan, hari-harinya terasa hampa. Bahkan pekerjaan sebagai asisten pribadi Galuh yang penghasilannya menggiurkan tak serta-merta memperbaiki suasana hati.Karena satu-satunya yang Rayyi inginkan adalah membebaskan Guntur. Jauh dalam lubuk hati, pria itu yakin ayahnya hanya dijebak.Maka wajar bila Rayyi mengambil tawaran Galuh untuk jadi suami sementara Luna. Toh, dia sudah terlalu kebal untuk jatuh cinta. Namun, semestinya dia juga mengingat pesan Guntur sebelum dijebloskan ke dalam penjara:“Jangan ulangi kesalahan Bapak,” katanya. “Saat berurusan dengan orang-orang beduit, tetap pertahankan akal dan nuranimu. Imbangi langkah mereka supaya kamu tak gampang ditekan.”Kata-kata itu terngiang kala Rayyi memutuskan menyematk

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    34 | Harta, Tahta, Wanita

    ‘Mas Galuh kenapa makin nekat, sih?’Kedatangan Galuh saat Rayyi mengantar Puspa ke stasiun tak hanya mengejutkan Luna. Perempuan itu was-was tamunya bakal bertindak macam-macam. Apalagi kemarin dia tak sungkan menyentuhnya walau hanya berbeda ruangan dengan sang ibu.“Ngapain kamu di sini, Mas?” Luna sadar pertanyaan itu terdengar bodoh, terutama saat Galuh mengeluarkan sesuatu dari kantung celana.“Kamu lupa aku yang membeli properti ini?” Pria itu menunjukkan kunci cadangan unit apartemen. “Aku bisa leluasa menemuimu tanpa perlu minta akses pada Rayyi.”Jika hal ini terjadi tahun lalu, Luna tak bakal memprotes. Justru dia akan menyambut Galuh dengan penuh suka cita karena mereka punya waktu bersama lebih banyak.Namun, tekanan yang Galuh berikan padanya—mungkin juga pada Rayyi tanpa sepengetahuannya—mulai mengganggu. Membayangkan Naura yang tengah hamil anak kedua saat suaminya bersama perempuan terasa salah walau selama ini Luna yang jadi prioritas pria itu.“Hari ini aku mau isti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status