Home / Romansa / Menikahi Asisten Sang Presdir / 5 | Rayyi dan Rahasianya

Share

5 | Rayyi dan Rahasianya

last update Last Updated: 2024-06-27 14:23:27

Ketika tak sengaja menangkap Galuh mengecup pipi Luna di ruang kerjanya, Rayyi tak menduga momen tersebut bakal membawanya pada sebuah kesepakatan besar.

Kadang, Rayyi bertanya-tanya, apakah keputusannya menerima tawaran Galuh untuk menjadi asisten pribadinya adalah sebuah kekeliruan? Salahkah dia mengambilnya demi bertahan hidup, terutama setelah ayahnya ditahan karena kasus korupsi yang menjebaknya sebagai tersangka?

“Mas Rayyi, permisi,” panggil seorang pria berseragam yang tengah mengetuk jendela mobilnya. “Ini area parkir buat petugas. Silakan pindah ke dekat pintu keluar.”

“Oh, maaf. Saya pasti tidak lihat tandanya.” Padahal Rayyi rutin mampir ke sini, tetapi baru sekarang dia melamun sampai salah ambil tempat parkir. Maka setelah membawa mobilnya ke area yang tepat, pria itu meluangkan waktu untuk menyisihkan pikiran-pikiran yang mengusiknya sejak pagi.

Pasalnya, Rayyi tak mau membuat sang ayah cemas.

*

“Waduh, bawa apa kamu hari ini? Apa enggak kebanyakan?”

“Cuma donat sama roti. Bapak bagikan saja sama teman-teman.”

Guntur menyingkirkan bungkusan makanan yang dibawakan Rayyi, lalu mengamati putra semata wayangnya lekat-lekat. “Dari tadi Bapak perhatikan kamu kelihatan khawatir. Sedang ada masalah di kantor?”

Ternyata usaha Rayyi memasang ekspresi wajah datar tak berhasil. “Mungkin kelelahan. Minggu lalu saya harus ikut Pak Galuh dinas ke luar kota.”

“Oooh, pantas. Padahal kalau datang minggu lalu, kamu bakal ketemu sama putrinya Pak Cahyono. Cantik, lho. Seumuran kamu pula,” celoteh sang ayah sambil terkekeh. “Kamu tuh terlalu sibuk sama kerjaan sampai lupa cari pasangan.”

“Saya lebih baik fokus mengurus Bapak,” Rayyi berdalih. “Bapak bilang mau garap lahan sama ternak di kampung begitu keluar dari sini. Saya nanti ikut bantu, ya?”

Pria berkumis tebal di hadapannya menggumam tak setuju. “Kariermu sedang bagus-bagusnya, pertahankan. Kalau mau main ternak nanti saja kalau udah kenyang cari uang.”

Inilah alasan yang menahan Rayyi menceritakan pernikahannya dengan Luna pada Guntur. Sang ayah pasti bakal semakin mendorongnya mengumpulkan uang untuk keluarga. Kemudian, menasehatinya supaya hati-hati mencari klien atau bakal berujung seperti dirinya.

“Pak,” Rayyi mengerling ke arah jam dinding. Waktu besuknya tinggal sepuluh menit lagi. “Kalau saya ajak Bapak pindah ke luar negeri, apa Bapak mau ikut?”

“Lho, ke mana? Kenapa kita harus pergi dari Indonesia?”

‘Karena saya tidak mau berurusan lagi dengan Pak Galuh maupun Luna saat pernikahan kontrak ini selesai,’ batinnya.

“Ke Jepang,” jawabnya cepat. “Ada—ada teman yang menawari pekerjaan di sana. Tempatnya juga di pinggiran kota. Kita beli rumah sama lahan. Bapak bisa bertani di sana sambil ketemu WNI yang sudah lama menetap.”

Sekali lagi, Guntur mengeluarkan gumaman protes. “Rayyi, Bapak masih sehat bugar, enggak bakal sakit-sakitan ditinggal lama. Toh di kampung ada teman-teman lama Bapak yang siap bantu. Kalau kamu mau lanjut berkarier di Jepang, berangkat saja. Bapak enggak mau menghalangi cita-citamu.”

Ternyata, pendirian Guntur belum tergoyahkan. Sayang, Rayyi belum bisa membagikan alasannya mengajak sang ayah pergi jauh.

Seorang petugas menghampiri meja mereka; mengingatkan jam besuk yang hampir habis. Rayyi lantas memutuskan berpamitan pada Guntur. Pria paruh baya itu, seperti biasa, memberikan pelukan hangat yang selalu menjadi penyemangatnya.

“Bapak enggak tahu masalah apa yang belum pengen kamu ceritakan,” bisik sang ayah yang mengejutkan Rayyi. “Satu yang pasti, jangan lupa berdoa dan ibadah, ya, Nak?”

*

<selamat siang, pak, mobil sudah siap>

<asistan bu naura juga bilang mereka sedang di jalan menuju restoran>

Rayyi membukakan pintu penumpang kala Galuh berjalan keluar dari lobi utama hotel. Sudah menjadi rutinitas bagi sang presdir muda untuk menikmati santap siang bersama istri, kadang keluarga besar, di awal bulan.

Meski seringnya ditujukan untuk kunjungan bisnis ke restoran rekanan, mereka sesekali memanfaatkannya untuk menjaga imej sebagai power couple di depan para klien.

“Bagaimana kabar Luna?” tanya Galuh begitu mobil meluncur meninggalkan hotel. “Sepertinya dia masih marah gara-gara aku promosikan.”

“Terakhir dia titip pesan untuk tidak memberi pertolongan berlebih.”

“Berlebih?” Pria di belakangnya tergelak singkat. “Kinerjanya memang bagus. Kurasa dua tahun adalah waktu yang cukup untuk mengangkatnya jadi supervisor. Aku juga jadi punya wadah untuk memberikan bantuan finansial.”

Seperti inikah tipe pria yang membuat Luna bersedia menunggu bertahun-tahun? Barangkali gara-gara belum pernah kasmaran sampai lupa logika, Rayyi tak bisa memahami cara seseorang mencintai secara, mengutip tim content creator di hotel, ugal-ugalan.

“Kamu sendiri bagaimana, Rayyi, tidak canggung tinggal di apartemen bersama Luna?”

“Sejauh ini, kami bisa hidup berdampingan.” Lagi pula, mereka hanya bertemu saat hendak pergi dan pulang kerja.

“Lalu, apa kabar ayahmu? Kamu masih rutin menjenguknya?”

Rayyi bersyukur mereka sedang berada di lampu merah. Kalau tidak, dia bakal kehilangan fokus menyetir. Apalagi pria itu tahu saat menyinggung kondisi Guntur, Galuh sebenarnya ingin memastikan hal lain.

Kepatuhannya dalam menjalani perjanjian.

“Bapak sehat, tadi pagi saya mampir untuk kasih makanan.” Untuk menanggap pertanyaan tersebut, Rayyi pun harus tenang. “Sejauh ini, dia belum pernah sakit parah.”

“Syukurlah, kamu juga tidak mau ada kejadian-kejadian buruk menimpanya sebelum bebas, kan?” Tepukan yang Galuh berikan di pundaknya nyaris memecah konsentrasi Rayyi. “Ingat, hanya dua tahun dan, sesuai kesepakatan, aku akan bantu ayahmu keluar lebih cepat.”

*

Tujuh tahun bekerja sebagai asisten pribadi Galuh melatih Rayyi membiasakan diri menghadapi berbagai hal. Dari kehidupan old money yang jarang tersorot publik. Pengelolaan bisnis yang profitnya terus mengalir sampai tujuh turunan. Sampai mengikuti tata cara fine dining supaya tak dianggap norak.

Oh, tentu ada banyak intrik rumah tangga yang disaksikan langsung oleh Rayyi. Namun, dia tak pernah menduga bakal diseret masuk menjadi salah satu pemain dramanya.

“Rayyi, apa kabar?” Seorang perempuan berpostur tinggi semampai bak model tersenyum menghampirinya. Dialah Naura Argadana, istri Galuh. “Aku dengar kamu menikah weekend kemarin. Selamat, ya!”

“Terima kasih, Bu Naura.” Sebanyak apa telinga yang mendengar dan mulut yang menyebarkan kabar tersebut? “Maaf, saya dan istri tidak sempat mengundang keluarga Ibu.”

No problem, aku paham kalian mungkin pengen bikin acara yang intimate. Tapi,” Naura mengisyaratkan asistennya membawakan sebuah kantung berpita emas, “kalian tetap harus terima hadiah ini. Bisa dipakai kapan saja asal sebut namaku.”

Dari bahan kantungnya saja, Rayyi dapat membayangkan harga hadiahnya yang pasti melampaui penghasilannya selama setahun. “Saya—saya jadi merepotkan.’

“Hmm, bukannya suamiku yang sering bikin kamu repot?” Gurauan itu tanpa Naura sadari menancap ke ulu hati Rayyi. “By the way, don’t tell him about this gift, okay? Semuanya aku yang siapkan, Galuh enggak terlibat.”

Syukurnya, Galuh pergi bersama Naura selepas makan siang; memberi kesempatan pada Rayyi membawa bingkisan tersebut ke apartemen. Mulanya dia ingin memberitahu Luna perihal hadiah tersebut sebelum teringat sejarah hubungannya dengan Galuh.

Perempuan mana yang mau menerima hadiah dari istri pria yang dicintainya?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    39 | Bertemu Kawan Lama

    “Di mana Luna?”“Saya kurang tahu, Pak. Saya keluar apartemen sebelum dia bangun.”“Kamu tahu hari ini jadwalnya belanja bulanan?”“Ya, saya pasang reminder-nya dan berencana mengantar Luna setelah—”“Tidak perlu. Tadi aku telepon Luna dan dia sudah berangkat ke mal.”“Maaf, Pak. Lain kali—”“Mulai bulan depan, aku yang akan menemani Luna belanja. Next time, tahan dia di apartemen sampai aku datang.”Rayyi memandangi layar ponsel sejenak begitu Galuh mengakhiri percakapan. Syukurnya, dia mengikuti saran Luna. Di sisi lain, sikap Galuh membuatnya gusar meninggalkan Luna sendirian.‘Sebaiknya saya berjaga-jaga di sekitar mal.’ Karena belum bisa mengakses jalan utama yang masih dijejali ratusan pelari. Mengikuti arahan peta digital, dia membawa mobil menuju belokan yang akan menembus bagian belakang gedung pusat perbelanjaan.Rupanya, bukan hanya Rayyi yang mengakses jalur alternatif tersebut. Namun, kadung masuk, pria itu cuma bisa sabar dan menunggu antrean mengurai. Sesekali, matanya

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    38 | Mengatur Kebohongan

    Untuk kali pertama setelah sekian minggu, Luna dapat menarik napas lega di akhir pekan.Jam menunjukkan pukul delapan pagi saat Luna bangun. Disingkapnya tirai untuk membiarkan cahaya matahari masuk. Sambil meneguk air mineral, dia membuka kulkas untuk mengecek stok bahan makanan dan—“Huh, udah hampir habis?” Kemudian, Luna mengecek kalender dinding. “Pantesan, udah jadwalnya aku belanja bulanan.”Selepas mandi dan berganti pakaian, Luna bergegas mengambil sepotong roti buat mengganjal lapar. ‘Brunch di luar aja nanti,’ batinnya.Langkahnya terhenti kala melewati pintu sekat. Rayyi pasti sudah bangun sejak sebelum waktu Subuh. Namun, untuk memastikan, Luna memilih memeriksa dan bisa sekalian pamit kalau pria itu belum pergi.“Eh, pagi,” sapa Luna kikuk kala beradu pandang dengan Rayyi yang tengah sarapan. Menilai dari pakaiannya, dia juga seperti akan pergi. “Aku cuma mau pamit belanja bulanan. Mungkin pulang sekitar jam makan siang.”“Sebentar.” Rayyi beranjak, lalu masuk ke kamar u

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    37 | Tarikan Luna

    Rayyi baru masuk mobil kala menerima pesan tersebut. Dari foto yang Galuh lampirkan, dia melihat Luna dan Naura yang duduk di restoran hotel. Jaraknya agak jauh; menyulitkannya mengecek raut wajah mereka.Namun, kalau Galuh sampai curiga, bisa dipastikan Naura membahas sesuatu yang tak mau didengar suaminya.“Rayyi!” Panjang umur, Luna muncul dari pintu keluar. Perempuan itu mempercepat larinya hingga berhasil masuk mobil. “Syukurlah kamu belum pulang.”“Apa semua pekerjaanmu sudah selesai?”Luna menyeringai kikuk. “Aku izin pulang lebih cepat. Untungnya ada Brenda yang mau beresin sisa kerjaanku.”Dari ekor mata, Rayyi menangkap bakmie pemberiannya dalam tas Luna. Itu berarti, Luna sengaja izin supaya bisa pulang bersamanya. Sensasi hangat seketika menjalari pipi Rayyi, tetapi cepat-cepat pria itu membawa mobilnya keluar basement.Ada misi lain yang harus segera dia jalankan.*Tak ada percakapan yang mengisi perj

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    36 | Kecurigaan Naura

    Luna akhirnya dapat mengembuskan napas lega kala masuk ke lift. Mengutus pengunjung dari luar negeri kerap menguras energi, apalagi saat bahasa menjadi salah satu kendala. Syukurnya salah satu dari wisatawan Belanda yang bermalam fasih berbahasa Inggris meski sama-sama terbata.Barangkali hanya kelelahan, tetapi pesan Brenda membuat matanya berkaca-kaca. Belakangan Luna makin kesulitan bertemu kedua sahabatnya, bahkan buat sekadar tegur sapa. Perhatian simpel ini bak pengingat bila mereka belum melupakannya.Tak sampai semenit, Brenda membalas.Ding!Luna termenung sesaat kala pintu lift terbuka. Sepanjang hari nyaris tak berpapasan, Rayyi malah sempat mampir buat membelikan camilan. Bukan perkara yang perlu dia pusingkan, tetapi mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan…“Eh, Luna?” Suara perempuan itu mengejutkannya. “Benar, kan, Luna? Istrinya Rayyi.”‘Aduh, kenapa juga aku harus melamun?’Di hadapannya, Naura melambai sembari mengembangkan senyum. Namun, sosok di belak

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    35 | Menjaga Jarak

    “Maaf, Bapak malah menyusahkanmu, Rayyi. Seandainya Bapak lebih hati-hati dan teliti, masa depanmu tak bakal suram.”Kala Guntur ditangkap atas tuduhan penggelapan dana, Rayyi merasa kehilangan pijakan untuk melangkah. Tanpa sosok ibu yang telah lama lesap dalam kehidupan, hari-harinya terasa hampa. Bahkan pekerjaan sebagai asisten pribadi Galuh yang penghasilannya menggiurkan tak serta-merta memperbaiki suasana hati.Karena satu-satunya yang Rayyi inginkan adalah membebaskan Guntur. Jauh dalam lubuk hati, pria itu yakin ayahnya hanya dijebak.Maka wajar bila Rayyi mengambil tawaran Galuh untuk jadi suami sementara Luna. Toh, dia sudah terlalu kebal untuk jatuh cinta. Namun, semestinya dia juga mengingat pesan Guntur sebelum dijebloskan ke dalam penjara:“Jangan ulangi kesalahan Bapak,” katanya. “Saat berurusan dengan orang-orang beduit, tetap pertahankan akal dan nuranimu. Imbangi langkah mereka supaya kamu tak gampang ditekan.”Kata-kata itu terngiang kala Rayyi memutuskan menyematk

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    34 | Harta, Tahta, Wanita

    ‘Mas Galuh kenapa makin nekat, sih?’Kedatangan Galuh saat Rayyi mengantar Puspa ke stasiun tak hanya mengejutkan Luna. Perempuan itu was-was tamunya bakal bertindak macam-macam. Apalagi kemarin dia tak sungkan menyentuhnya walau hanya berbeda ruangan dengan sang ibu.“Ngapain kamu di sini, Mas?” Luna sadar pertanyaan itu terdengar bodoh, terutama saat Galuh mengeluarkan sesuatu dari kantung celana.“Kamu lupa aku yang membeli properti ini?” Pria itu menunjukkan kunci cadangan unit apartemen. “Aku bisa leluasa menemuimu tanpa perlu minta akses pada Rayyi.”Jika hal ini terjadi tahun lalu, Luna tak bakal memprotes. Justru dia akan menyambut Galuh dengan penuh suka cita karena mereka punya waktu bersama lebih banyak.Namun, tekanan yang Galuh berikan padanya—mungkin juga pada Rayyi tanpa sepengetahuannya—mulai mengganggu. Membayangkan Naura yang tengah hamil anak kedua saat suaminya bersama perempuan terasa salah walau selama ini Luna yang jadi prioritas pria itu.“Hari ini aku mau isti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status