Home / Romansa / Menikahi CEO Dingin / bab 4 - Godaan Malam Pertama

Share

bab 4 - Godaan Malam Pertama

Author: Bunda kembar
last update Last Updated: 2024-03-24 08:00:18

Godaan Malam Pertama

Bunga mondar-mandir didepan meja rias, Ia sudah berada didalam kamar pengantinnya. Kamar itu dihias sedemikian rupa, ada kelopak mawar bertaburan di atas tempat tidur yang ditata dan disusun begitu rapi membentuk lambang hati.

Lilin ada di dalam ruangan itu menimbulkan aroma khas terapi yang begitu menenangkan hati, andai saja hari ini ia menikah dengan orang yang disayanginya, mungkin akan berbeda.

Suasana ini akan begitu romantis untuk keduanya, namun sayang, gadis itu menikah dengan lelaki yang tak pernah dikenalnya dan tak pernah dibayangkan olehnya.

Acara pernikahan telah selesai diadakan, Bunga meminta untuk ke kamar terlebih dahulu dan ia di antar oleh sang Ibu.

Bunga begitu gelisah kala Joana mengingatkan tugasnya sebagai seorang Istri. Ia pun mengingat hari ini adalah malam pertamanya,

Mengingat akan hal itu malah semakin membuat Bunga gugup dan menggigiti ujung kukunya tanpa sadar.

Bunga bukan orang munafik yang tidak mengetahui apa saja yang di lakukan oleh sepasang suami istri di malam pengantin, tapi jika boleh jujur Bunga saat ini benar-benar tidak mau, atau lebih tepat nya ia belum siap sama sekali jika harus melakukan hal itu.

Karena tidak ada rasa cinta dan sayang diantara keduanya dia belum siap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.

Apalagi ini semua terjadi dalam jangka waktu yang terlalu mendadak, membuat Bunga sama sekali tidak bisa berfikir jernih.

Untuk mengatasi rasa gugupnya, Bunga mencoba menarik napas sebanyak tiga kali. Setelahnya Bunga mulai duduk didepan meja rias.

Ia mengambil toner lalu membersihkan wajahnya dari hiasan make up, serta melepas manik-manik yang menghiasi rambutnya.

Kemudian Bunga melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk merendam tubuhnya didalam bathtub dengan air hangat.

Dia sengaja berendam air hangat agar bisa merilekskan sekujur tubuhnya yang terasa pegal seharian ini.

Bunga melepaskan gaun pengantin yang melekat di tubuhnya, dengan sedikit bersusah payah, tapi untunglah gaun itu bisa terlepas sehingga ia tidak harus meminta bantuan pada Alvaro, untuk membantunya melepaskan gaun pengantin.

Seperti drama yang sering ia tonton setiap hari, ia gemar sekali menonton drama Korea, ia bisa menghabiskan waktu seharian hanya untuk menonton drama kesukaannya itu.

Ketika sedang asik berendam ia menginggat lagi perkataan Alvaro, saat ia selesai mengucap ijab qobul, ia berbicara pada Bunga membisikan ke telinganya.

“Meskipun kita menikah bukan atas dasar cinta tapi menurutku pernikahan itu bukan sekedar mainan belaka, aku akan tetap memperlakukanmu layaknya seorang istri, dan melakukan kewajibanku sebagai seorang suami, dan kuharap kau melakukan hal yang sebaliknya.”

‘Tidak akan ada perceraian, tidak akan ada perceraian’ Bunga terus saja mengulang kata-kata itu, mencoba mencerna arti dari kalimat itu.

Bahkan ia tak menyadari saat pintu kamar mandinya terbuka, karena ia lupa mengunci pintu tersebut.

Lalu muncullah sosok Alvaro di depannya dengan balutan handuk melekat di pinggang lelaki itu.

Bunga membuka matanya yang terpejam, ia merasa seperti ada yang memperhatikannya saat ini.

Ia sontak merasa kaget melotot ke arah Alvaro, yang saat itu sedang berdiri tegap di depan pintu kamar mandi, Alvaro tengah memperhatikan tubuh Bunga dengan tatapan yang sulit di artikan, dan ekspresi yang sulit di mengerti oleh Bunga.

‘bodoh! Bagaimana mungkin aku lupa mengunci pintu kamar mandi saat akan masuk,’ batin gadis itu, ia merasa sangat malu.

Semburat merah muncul di wajahnya, Bunga meringkuk di dalam bathtub dan sialnya lagi air busa didalam bathtub itu telah habis menyisakan sedikit busa untuk menutupi tubuh polos Bunga.

“Sial, dia pria normal pantas saja ia tak berkedip saat melihatku, dasar bodoh! Bodoh!” rutuk gadis itu.

Alvaro tertegun melihat pemandangan yang ada di depannya, melihat Bunga dengan tubuh polosnya membuat jiwa lelaki itu meronta ronta, bagaimanapun ia adalah lelaki normal.

Alvaro tersadar dari lamunannya kala Bunga menatap kearahnya dengan tajam.

“Hem ... Maaf aku tidak tahu jika di dalam ada orang, aku tak mendengar suara air, dan juga pintu kamar mandi yang tidak di kunci,” ucap Alvaro ia berkata dengan suara yang agak serak, serta pandangan matanya yang tidak fokus.

Lelaki itu mencoba mengalihkan pandangan matanya dari tubuh polos Bunga yang tidak tertutup busa sabun.

“Lalu untuk apa kau berdiri saja disana, cepat keluar, apa kau tidak malu melihatku seperti ini?” tanpa sadar Bunga mengucapkan itu karena untuk menutupi rasa malunya.

Tak menunggu waktu lama Alvaro lalu melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi dengan menutup pintu dengan suara keras hinggap menimbulkan bunyi berdebum cukup kencang.

‘Apakah dia sedang marah padaku?’ Bunga mencoba menghilangkan fikirannya, dan segera membilas tubuhnya dengan air bersih, ia mengguyur tubuhnya dibawah shower, lalu segera mengenakan handuk.

Lagi-lagi dia lupa membawa pakaian ganti saat masuk ke kamar mandi. Ia sempat bingung bagaimana caranya ia keluar, gadis itu masih belum bisa menghilangkan rasa malunya tadi dan sekarang ia melakukan hal bodoh lagi.

‘Bunga bodoh, kenapa kau begitu ceroboh.’ Entah sudah berapa kali ia maki dirinya sendiri karena sikapnya hari ini.

Akhirnya Bunga membuka pintu kamar mandi sedikit lalu mengintip untuk memastikan bahwa tidak ada orang disana.

Gadis itu memberanikan diri keluar dan melihat ke seluruh kamar, memastikan bahwa Alvaro tak ada di kamar itu, kamar yang mulai hari ini resmi di tempati oleh mereka berdua untuk merayakan malam pengantin mereka.

Sedangkan Alvaro dia langsung keluar dari kamar itu dan pergi ke kamar Leo. Alvaro memang menyewa dua kamar. Dia sengaja meminta Leo untuk tetap tinggal dengan ya jika sewaktu waktu dirinya membutuhkan bantuan. Seperti halnya saat ini. Tak salah jika dia meminta Leo untuk menemaninya.

Alvaro langsung masuk ke dalam kamar yang tak jauh dr kamar pengantinya dia langsung masuk begitu Leo membuka pintu.

“Jangan bertanya apapun Leo, atau kamu ku pecat.”

Baru saja Leo ingin bersuara namun Alvaro sudah lebih dulu melarang. Lelaki itu langsung nyelonong saja masuk ke kamar mandi.

Alvaro kini tengah mengguyur tubuhnya dengan air dingin di kamar mandi, untuk menetralkan tubuhnya dan meredam sesuatu yang telah bangkit dari dalam dirinya.

Hasrat lelakinya terpancing kala tanpa sengaja ia melihat lekuk tubuh Bunga yang bisa ia lihat dengan jelas dibawah air tanpa tertutupi busa.

Lelaki itu memejamkan kedua matanya, mencoba menghilangkan bayangan tubuh polos Bunga, yang seakan bergentayangan didalam otak ya, pikiran kotor mulai singgah dalam dirinya.

Setelah dirasa cukup Alvaro menyudahi acara mandinya, ia segera mengenakan piama tidurnya, lelaki itu lalu berjalan kembali ke arah kamarnya

Lelaki itu berfikir bahwa Bunga saat ini sudah tertidur dalam kamar tersebut. Ia langsung masuk kedalam kamar itu.

Betapa tertegun nya dia saat melihat Bunga tengah memilih baju di depan lemari, gadis itu masih mengenakan handuk putih yang melilit tubuhnya.

Handuk yang panjangnya hanya sebatas pertengahan pahanya saja.

Pikiran Alvaro pun kembali mengingat saat Bunga meringkuk di dalam bathtub, dengan susah payah Alvaro mencoba menelan air ludahnya.

Saat melihat Bunga sedikit berjinjit mengambil pakaiannya dibagian atas, lagi-lagi mata Alvaro fokus pada kaki jenjang Bunga yang putih mulus tanpa adanya bulu halus.

Tatapannya terus menjalar keatas dan melihat ke arah handuk Bunga sedikit terangkat keatas saat Bunga berjinjit tadi.

Memperlihatkan paha putih mulusnya yang seakan ingin dielus oleh Alvaro. Ia pun melihat kebagian yang berisi dan bohay

Membuat Alvaro membayangkan bagaimana rasanya jika ia meremas kedua pantat itu untuk memperdalam saat ia mulai memasukinya.

Fantasi liar lelaki itu mulai semakin parah saat Bunga membungkukkan badannya, mengambil pakaian yang telah jatuh ke bawah.

Alvaro hanya dapat meneguk salivanya dengan susah payah, saat melihat handuk Bunga yang terangkat ke atas dan memperlihatkan bagian pantatnya.

Posisi Bunga yang membelakangi Alvaro saat ini, membuat lelaki itu dapat melihat bagian inti Bunga yang terlihat dengan jelas, hasratnya sebagai seorang lelaki normal bangkit.

Lelaki itu semakin tak terkendali, tapi ia berusaha untuk mengontrol dirinya, agar tidak langsung datang dan menyerang Bunga saat ini juga, karena ia tahu Bunga gadis baik-baik dan ia tahu betul gadis itu belum siap akan pernikahannya.

Ia belum menerima sepenuhnya pernikahan mereka, Alvaro pun tak ingin memaksakan kehendak dirinya pada Bunga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi CEO Dingin    Dia yang tau segalanya

    Bunga berjalan keluarrumah mengikuti Alvaro. Jantungnya terasa berdetak lebih kencang. Bunga melihatAlvaro seolah kurang menyukai idenya untuk membawa Sarah ke rumah mereka.“Apa kali ini kaubersedia naik mobilku saja? Aku ingin bicara,” ujar Alvaro ketika mereka sampaidi depan rumah. Bunga lekas menganggukkan kepalanya. Kekhawatiran merasukipikiran Bunga. Tak mungkin lagi Bunga menolak keinginan Alvaro.Alvaro membuka pintumobilnya, dia menanti Bunga masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Alvaro bergegasmasuk ke dalam mobil dan langsung menyalakan mesinnya. Bunga melihat ketegangandi wajah suaminya. Dia merasa takut sekali.“Sayang, apa akusalah?” tanya Bunga memberanikan diri bertanya pada Alvaro. Mobil yangdikemudikan Alvaro baru saja keluar dari gerbang mansion.Alvaro menarik nafaspanjang begitu Bunga mengajukan pertanyaan. “Aku tidak mengerti, Sayang. Tapi,bagaimana mungkin kau memutuskan mengajak Ibu tinggal bersama kita dalamsekejap mata? Kau bahkan tidak membicarakannya denganku

  • Menikahi CEO Dingin    bab 82 Nggak ada kesepakatan

    Bunga mengajak Alvaro ke ruang keluarga. Dia sedikit tidak nyaman membicarakan itu di depan pelayan mereka. “Tidak apa, Sayang. Coba kita lihat nanti. Mereka akan memberikan detail biaya untuk pembayarannya kan?” ujar Bunga.Bunga mencoba membesarkan hati Alvaro. Dia tak mau Alvaro banyak berpikir mengenai biaya perawatan Sarah. Alvaro duduk di sofa bersama Bunga. Dia tahu kalau di antara ego yang dimiliki Bunga pada soal pekerjaan, namun di sisi lain Bunga selalu memiliki toleransi yang besar, terutama kepada keluarga Alvaro.“Kalau begitu, besok kita sekalian menjemput Ibu saat makan siang,” ujar Alvaro. Bunga mengangguk, sebenarnya ini kesempatan bagi Bunga untuk mengatakan tentang pengumuman pernikahan mereka. Namun, Bunga merasa ini saat yang kurang tepat. Alvaro sedang berpikir keras mengenai Sarah.‘Sepertinya lebih baik menunggu saat yang lebih tepat. Apa lagi nanti yang akan dikatakan Al kalau aku tiba-tiba Bunga meminta pengumuman pernikahan?’ Sebagai CEO, Alvaro tentu tak b

  • Menikahi CEO Dingin    Bab 81 Mana Alvaro yang dulu?

    Sudah beberapa hari Alvaro membisu. Perlahan kekesalannya pada Bunga sedikit berkurang. Namun tetap saja, sekarang Alvaro memilih untuk tidak banyak berbicara di kantor kepada Bunga. Dia tak pernah mendatangi ruang kantor Bunga kalau sedang tidak benar-benar ada perlunya. Alvaro juga tak pernah lagi berbicara bahkan mencoba menyapa Bunga ketika berada di area parkir.Setiap pagi, Alvaro pergi lebih awal untuk membesuk Sarah. Sore harinya, Alvaro juga mampir ke rumah sakit terlebih dulu sebelum pulang. Dia membebaskan Bunga, Bunga bisa ikut ke rumah sakit sepulang kerja ataupun pagi. Tentu saja dengan mobil yang berbeda. Alvaro tak pernah bertanya ataupun komplain kepada Bunga mengenai pergi dan pulang dari kantor pada mobil yang berbeda lagi. Selebihnya? Sikap Alvaro sudah mulai kembali lembut pada Bunga ketika berada di rumah.“Sayang, apa kau masih marah padaku?” tanya Bunga seusai makan malam. Mereka sedang duduk santai di ruang keluarga, memandang televisi namun sebenarnya mereka

  • Menikahi CEO Dingin    Bab 80 Mendadak Cuek

    Tok! Tok! Tok!Bunga terkejut mendengar ketukan. Di pintu ruangan kantornya. Bunga secepatnya menghapus air mata yang menetes di pipinya. Dia tidak tahu siapa yang ada di depan pintunya.Sebelum Bunga berkata ‘masuk’ pintu sudah membuka. Alvaro muncul di pintu membawa kotak makanan yang tadi dibelikan Bunga. “Boleh menumpang makan?” tanya Alvaro. Bunga hanya bisa mengangguk pasrah.Alvaro masuk ke dalam ruangan Bunga. Dia mengerutkan keningnya ketika melihat mata Bunga yang tampak sembab. “Kenapa, Sayang?” tanya Alvaro tidak tega dengan sang istri yang tampak bersedih.“Kenapa kau makan disini? Itu hanya akan memperparah keadaan,” ujar Bunga. Alvaro duduk di sofa dan menaruh makanannya di meja.“Apa kau mau aku makan bersama Flora di ruanganku sementara mau disini? Ada Leo yang sedang menemaninya makan sekarang.” Alvaro berjalan ke depan meja Bunga. Sekali lagi memperhatikan dengan cermat wajah cantik Bunga yang tampak begitu bersedih.“Apa yang terjadi padamu, Sayang?” tanya Alvaro.

  • Menikahi CEO Dingin    Bab 79 Gosip Beredar

    Gosip beredarBunga terperangah, rasa hatinya ingin sekali keluar dari mobil dan berlari mengejar mobil Alvaro. Bunga melihat mobil Alvaro keluar menuju pintu gerbang rumah sakit. Sekarang Bunga menjadi salah tingkah. Apakah dia harus keluar dan tetap membesuk Sarah, atau Bunga harus pergi ke kantor saja dan menenangkan diri?Rasanya tak mungkin Bunga mengejar mobil Alvaro. Itu hanya akan membuatnya malu. “Kemana dia bersama gadis itu?” desah Bunga. Sekali lagi Bunga merasa sangat membutuhkan Nabila.Bunga melirik ke jam yang ada di dashboard mobil. Perasaannya terasa hampa, benar-benar hampa. “Mungkin Nabila sedang di jalan, aku tidak mau mengganggunya,” gumam Bunga sekali lagi.Bunga kemudian memutuskan untuk langsung pergi menuju kantor. Dia tidak jadi membesuk Sarah. Bunga tidak ingin Sarah bertanya macam-macam kepadanya nanti kalau tahu dia datang sendiri tanpa Alvaro.Sampai di tempat parkir di kantor, Bunga kembali melihat jam. Jam kerja belum dimulai, dia masih datang terlalu

  • Menikahi CEO Dingin    bab 78 nasehat Sahabat

    Nasehat SahabatAlvaro membelakangi Bunga, dia mematikan lampu duduk di atas nakas. Bunga tahu kalau tak ada kesempatan baginya. Di sisi lain, Bunga merasa dirinya ditolak oleh Alvaro. “Sayang kenapa sih?” ujar Bunga. Dia merasa tak nyaman pada penolakan Alvaro. Bunga merasa malu.“Tidak malam ini, Sayang. Itu bukan hal yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Kau harus mengerti itu. Tidurlah, selamat malam.”Bunga mencelos, dia tak tahu apa lagi yang bisa dilakukannya untuk membuat Alvaro kembali seperti biasanya. Lama sekali Bunga terbaring dalam diam di samping Alvaro yang membelakanginya. Sesekali dia masih melihat punggung Alvaro. Berjuta perasaan berkecamuk di dalam pikiran Bunga. Perasaan malu, tak nyaman, sedih, juga kesal karena Alvaro tak mau lagi memahami perasaannya.Pagi harinya, Alvaro pun bangun lebih dulu. Dia bersiap dengan pakaian kantor. Ketika Bunga membuka mata, Alvaro sudah rapi. Bunga sampai terkejut, menyangka dia sedang kesiangan. “Oh, jam berapa ini?”“Mas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status