Malam pengantin
Alvaro mencoba menepis hasratnya mencoba membuyarkan khayalannya, namun pemikiran gilanya berkata lain.Lelaki itu membayangkan bagaimana jika saat ini, dirinya langsung datang mendekat pada Bunga dan menghampiri tubuhnya, memeluk wanita itu dari belakang dengan erat serta memberikan beberapa kecupan ringan.Ia mengecup di area bahu dan lehernya, mungkin dengan meninggalkan beberapa kissmark sebagai bentuk tanda kepemilikan.Lalu kecupannya menjalar ke atas kebagian cuping telinganya bermain-main di daerah itu untuk meninggalkan rasa geli membangkitkan hasrat kewanitaannya.Alvaro membalikkan tubuh Bunga memberi kecupan di seluruh wajahnya, tangan Bunga refleks melingkar di leher Alvaro.Alvaro begitu bersemangat kala mendapat respon dari Bunga, ia lantas mencium bibir ranum Gadis itu yang sedari tadi sudah menggodanya.Lelaki itu melumat dalam bibir ranum Bunga membelit lidahnya semakin dalam dan panas. Tangannya tak tinggal diam , mulai menjalar melepas handuk putih yang di kenakan Bunga.Tangannya menjalar ke perut mulus Bunga dan mengusapnya dengan lembut, lalu naik ke atas menuju dua buah gundukan kembar Bunga yang begitu kenyal, padat dan berisi.‘Agrrr ... Shit!!! Bagaimana mungkin aku membayangkan sejauh itu dengannya? Aku harus segera keluar dari kamar ini, sebelum aku benar-benar menyerangnya, karena aku tahu kemungkinan dia belum siap untuk melayaniku dan melakukan kewajibannya, sebagai seorang istri kepadaku.’Bunga sedang menunggu Alvaro saat ini di kamar itu. Entah sudah berapa lama ia menunggu, tapi Alvaro tak kunjung kembali juga.Membuat Bunga merasa khawatir cemas sekaligus lega, khawatir dan cemas jika lelaki itu benar-benar marah padanya, dan lega karena ia sedikit terbebas dari kewajibannya sebagai seorang istri, walaupun ia lolos hanya untuk malam ini saja.“Apakah mungkin dia marah gara-gara kejadian di kamar mandi tadi? Aku sungguh tak sengaja berkata keras padanya.”Bunga yang masih menunggu akhirnya memutuskan untuk tidur terlebih dahulu, ia sungguh sudah sangat lelah seharian ini, akibat proses pernikahan mendadak yang tentunya menguras tenaga.Hampir pukul 03.00 dini hari, Alvaro kembali ke kamarnya. Ia melihat Bunga sudah tertidur dengan lelap, ia pun tidak terlalu mengharapkan Bunga akan menunggu ia kembali kekamarnya.Perlahan Alvaro membenarkan posisi tidur Bunga, ia menaikkan selimut untuk dikenakan oleh wanita tersebut.Selimut itu ia tarik sampai ke dagu Bunga, membungkus seluruh tubuhnya, sebelum ia tidur di samping wanita itu.Alvaro sengaja melakukan itu agar ia tak melakukan hal lebih pada wanita itu sebelum i benar-benar menerima pernikahan mereka.Mengistirahatkan sejenak tubuhnya sebelum besok pagi, ia bersiap untuk membawa Bunga pulang kerumahnya, ia pun tak bisa meninggalkan rapat yang akan di lakukannya besok.‘Aku tahu kamu belum menerima pernikahan ini, tapi semoga saja kamu segera dapat menerima kenyataan ini, aku tak ingin Kakek ku kecewa, semoga pilihannya kali ini benar, aku pun akan berusaha sebaik mungkin untuk jadi suamimu.’Alvaro mengucapkan doa sebelum ia tertidur lelap di samping Bunga.Pagi hari Bunga bangun dari tidurnya, ia sedikit terkejut melihat seorang laki-laki tidur di sampingnya, untung saja dia tak berteriak, dan langsung mengingat bahwa mereka telah menikah kemarin.Bunga lantas bangun dari tempat tidur, berdiri lalu melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi, tak lupa ia mengunci pintu kamar mandi.Gadis itu tak ingin hal kemarin terulang kembali, ia pun segera bergegas mandi dan membersihkan dirinya.Alvaro membuka matanya saat Bunga sudah berada di kamar mandi, ia lantas tersenyum tipis melihat tingkah istrinya.Sebenarnya dia sudah bangun saat Bunga terbangun dan mulai bergerak dari tempat tidur, ia tipe lelaki yang sensitif akan gerakan, sekecil apapun gerakan yang di lakukan gadis itu, ia akan langsung terbangun, sekalipun ia tertidur lelap.Bunga sudah selesai dan ia keluar dari kamar mandi, Alvaro kembali berpura-pura tidur memejamkan kedua matanya.Bunga melirik ke arah ranjang, ia melihat suaminya masih terlelap dalam tidurnya, ia bingung haruskah dia membangunkan suaminya atau dia biarkan saja.‘aku harus apa, bagaimana aku membangunkannya, tapi jika aku tidak membangunkannya ini sudah terlalu siang pasti semua keluarga sudah menunggu di bawah untuk sarapan.’Sedangkan Alvaro ia sengaja tak bangun, lelaki itu ingin melihat sejauh mana tindakan wanita itu, dengan ragu Bunga mendekat kearah Alvaro, melihat wajah polos lelaki itu saat terlelap.‘tampan.’ Satu kata itu berhasil lolos dari bibir mungilnya.Alvaro mendengar itu, ia ingin tertawa namun ditahannya, lelaki itu merasa senang karena Bunga diam-diam memperhatikannya.“Hey ... Bangun! Ini sudah siang,” ucap Bunga namun tak sadar respon dari lelaki itu, ia kesal sudah berkali-kali membangunkannya tak juga lelaki itu bangun.Bunga memberanikan diri untuk memegang pergelangan tangan Alvaro lalu menggoyang-goyangkan lengannya mencoba membangunkan kembali lelaki itu.Alvaro pura-pura membuka matanya, mengucek kedua matanya dan menguap.“Sudah jam berapa ini?” tanya lelaki itu sambil melihat ke arah Bunga.“Jam 8 pagi,” jawab gadis itu sambil menundukkan kepalanya, ia tak ingin menatap wajah Alvaro.Alvaro lalu bangun dan beranjak dari tempat tidur berjalan ke arah kamar mandi, ia segera membersihkan diri, sedangkan Bunga, menyiapkan pakaian untuk suaminya itu.Tak lama kemudian Alvaro keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk yang melilit di bagian pinggang dengan mengusap rambut basahnya menggunakan handuk kecil.Bunga sempat terpesona melihat pemandangan di depan matanya, tubuh sixpack, dengan perut bak roti sobek, begitu menggoda, lelaki itu berjalan mendekat ke arah Bunga.Bunga mulai gugup saat Alvaro sudah berada di dekatnya, ia lantas menundukkan kepalanya, Alvaro gemas sekali melihat tingkah Bunga, ia pun tersenyum.Bunga lantas berdiri mencoba menjaga jarak dari Alvaro, ia seolah tak ingin berdekatan dengan lelaki itu.Alvaro yang tau itu, hanya bisa menghela nafasnya dengan kasar, ia sendiri tak tahu harus mulai dari mana, ia tak begitu mahir dalam mendekatkan diri pada perempuan.Biasanya dia yang selalu di kejar-kejar, ia tak perlu mendekatkan diri, tapi perempuanlah yang mendekat padanya karena ketampanannya yang mampu meluluhkan hati setiap wanita, namun berbeda dengan Bunga.Alvaro tahu betul, Bunga terpaksa, sebuah pernikahan yang mulai atas dasar perjodohan, akan lebih banyak dilakukan dengan keterpaksaan.Cerita perjodohan ini memang sungguh sangat tidak masuk akal, Alvaro bahkan tidak menolak saat sang Kakek memintanya menikah dengan cucu sahabatnya.Begitu juga Bunga, ia juga sadar gadis itu terpaksa menerima perjodohan ini mungkin karena ancamannya, karena Bunga tipe anak yang berbakti pada kedua orang tuanya. Ia akan menurut saja dan tak ingin orang tuanya kesusahan.Mungkin egois cara yang ia lakukan, namun Alvaro tak mau mengecewakan sang kakek, tak jauh beda dengan Bunga, Alvaro begitu menyayangi sang kakek, dan berusaha memberikan yang terbaik untuk Kakeknya.Mereka berdua melangkah keluar kamar, menuju ke restoran hotel yang ada di bawah, untuk sarapan, keluarga mereka pasti sudah menunggu dari tadi.Sarah dan Alexa hanya melirik ketika Bunga mengantar Alvaro menuju ke pintu. “Jangan pulang lama-lama,” rengek Bunga. Alvaro hanya menaikkan alisnya. Dia tidak berencana pulang cepat. Alvaro ingin pulang kembali ke rumah kalau semua orang sudah tertidur.Setelah mengantarkan Alvaro , Bunga kembali ke kamarnya. Sarah sebenarnya memanggil Bunga agar bergabung dengannya dan Alexa, namun Bunga ingin menghubungi Nabila untuk menanyakan hasil investigasi mereka.Sampai di kamar, Bunga langsung mengunci pintunya. Dia mengambil telepon genggamnya dari dalam tas kemudian langsung menghubungi Nabila. “Halo, Bila. Bagaimana?” tanya Bunga penuh harap.“Kami baru saja pulang. Ini masih di jalan. Om Angga mengatakan kalau nota itu memang mencurigakan, tapi semuanya juga ditandatangani oleh seorang dokter senior yang menjadi direksi di rumah sakit. Om Angga mengatakan akan mencoba memeriksa rekam medis dari pasien yang bersangkutan. Tenang saja, Lia. Nan
“Bos, dari pihak rumah sakit itu sendiri mengatakan kalau itu memang nota resmi pembayaran yang ditandatangani oleh salah satu direktur mereka. Jadi itu sah,” ujar Leo. Alvaro mengerutkan keningnya. Dia mendengarkan semua keterangan Leo mengenai pembayaran rumah sakit Sarah. Leo mengatakan kalau mereka tidak berhasil mendapatkan rekam medis Sarah karena itu adalah dokumen pribadi yang hanya bisa diakses oleh pihak internal rumah sakit dan juga pasien yang bersangkutan.“Kau tahu, Leo. Aku tetap merasa ini sangat aneh. Kau ingat ketika Kakek mengalami serangan jantung? Aku yang mengurus Kakek bersamamu saat itu kan? Dan pembayarannya tidak membengkak seperti ini, Leo,” ujar Alvaro . Leo mengangguk membenarkan.“Kita butuh mencari komparasi, Al,” ujar Leo. Alvaro setuju. Dia meminta Leo untuk menghubungi beberapa rumah sakit lainnya, untuk menyelidik dan melakukan perbandingan.Keluar dari ruangan Alvaro , Vanessa menatap ingin tahu. “Tugasmu akan bert
Tok! Tok! Tok!Pintu kantor Bunga diketuk dari luar. Bunga menanti siapa yang akan muncul di balik pintu itu. “Masuk,” ujarnya dari dalam.“Halo, Kakek boleh masuk?” Kakek Bram muncul di pintu. Bunga langsung tersenyum lebar, dia senang melihat lelaki itu datang dengan wajah ceria.“Masuklah, Kek. Aku senang Kakek datang,” jawab Bunga. Volume suara Bunga memang agak dikecilkannya karena menyadari kalau pintu ruangannya terbuka. Mungkin saja ada yang akan mendengarnya.“Oh, kalian masih main sandiwara?” tanya Kakek Bram. Kakek duduk di sofa yang ada di dalam ruangan Bunga.Setelah bersalaman dan mencium tangan orangtua itu, Bunga langsung duduk bersama Kakek Bram. “Kakek sehat?” tanya Bunga. Da merasa malu mengenai sandiwara yang ditanyakan Kakek Bram tadi.“Sehat, Nak. Kakek bisa sampai disini. Rasanya sudah lama sekali tidak bertemu kalian. Tadinya Kakek mau ke rumah kalian saja nanti malam. Tapi, Kakek sudah tidak sabar. L
Bunga kemudian tersenyum. Sarah langsung menutup pintu kamar. Bunga sekarang berpikir bagaimana caranya membujuk Alvaro kembali agar tidak marah kepadanya. Namun, Bunga kehabisan akal. Rasanya dia tak tahu lagi bagaimana membujuk Alvaro agar bisa berdamai. Tak mungkin Bunga memakai cara yang sama dengan tadi. Alvaro pasti kali ini tidak akan membiarkan Bunga berhasil.Bunga ingin kembali ke kamar, namun dia merasa sedikit haus. Karena itu Bunga berjalan ke dapur. Dia ingin mengambil segelas sari jeruk dingin yang ada di dalam kulkas.“Mau apa, Nya?” tanya Bibi yang masih merapikan dapur dan mempersiapkan bahan masakan untuk keesokan hari.“Bi, kenapa belum tidur? Sudah malam, Bi. Istirahat saja, Bibi kan sudah lelah seharian,” ujar Bunga disertai senyuman. Itulah yang membuat pekerja di rumahnya menyayangi Bunga. Bunga selalu ramah dan bersikap baik kepada orang yang bekerja padanya.“Iya, Nya. Sebentar lagi. Bibi hanya mempersiapkan ini saja. Set
Sarah terus mengetuk pintu kamar Alvaro dan Bunga. Kedua insan yang sedang memadu kasih itu terperanjat. Merasa tak nyaman bisa tak menjawab, merasa tak nikmat pula bila menjawab. Bunga masih terdiam sambil menatap Alvaro yang juga ikut terdiam raut wajahnya kini berubah.“Bagaimana ini?” tanya Bunga. Konsentrasinya terganggu. Aksinya tak lagi bisa selaras dengan seluruh gaya yang telah dilakukannya tadi.“Sudahlah, jawab saja. Ibu tak akan diam kalau kau tak menjawab,” bisik Alvaro akhirnya, seolah dia tau.“Kenapa aku?”“Karena kau yang membawa Ibu kemari.”Hening menerpa, Bunga paham kalau Alvaro masih kesal. Ternyata kekesalan itu tersimpan di dalam lubuk hatinya. Sedikit saja ada kesempatan untuk dikeluarkan, Alvaro langsung memuntahkan semua kemarahannya pada Bunga melalui kata-kata sinisnya.Situasi membuat Bunga juga ikut merasakan terpaan emosi. Bunga terdiam, dia berdiri kemudian masuk ke kamar mandi setelah m
Bunga sudah selesai memakai lingerienya, dia berjalan pelan ke sisi Alvaro. ‘Duh, jangan kesini. Please, Diamlah di tempat. Duduk di tempat tidur,’ ujar Alvaro. Tapi, lagi-lagi hanya di dalam hati saja. Sebab di luar, Alvaro masih saja tampak berusaha keras berkonsentrasi pada pekerjaannya. Dia harus bertahan kali ini sekuat tenaga Alvaro mencoba untuk tetap mengerjakan pekerjaannya.“Sayang, kenapa bekerja terus,” sapa Bunga yang duduk di tangan kursi Alvaro. Mau tak mau Alvaro terpaksa melirik ke arahnya. Sungguh cantik dan seksi lingerie itu melekat di tubuh Bunga. Bahannya yang transparan memperlihatkan kalau Bunga tidak memakai apapun di bawah pakaian itu. Alvaro menarik nafas lagi dan menahannya. Bahkan hingga sesak nafas pun Alvaro bertekad menahannya. "Kenapa dia harus duduk di sini, aku jadi bisa melihat semuanya. Tahan ya tahan," gumam Alvaro pada dirinya dalam hati. Dia tak mungkin tidak tergoda tapi dia harus tetap bertahan dan tidak menyerang istrinya