Share

bab 5 - Malam pengantin

Malam pengantin

Alvaro mencoba menepis hasratnya mencoba membuyarkan khayalannya, namun pemikiran gilanya berkata lain.

Lelaki itu membayangkan bagaimana jika saat ini, dirinya langsung datang mendekat pada Bunga dan menghampiri tubuhnya, memeluk wanita itu dari belakang dengan erat serta memberikan beberapa kecupan ringan.

Ia mengecup di area bahu dan lehernya, mungkin dengan meninggalkan beberapa kissmark sebagai bentuk tanda kepemilikan.

Lalu kecupannya menjalar ke atas kebagian cuping telinganya bermain-main di daerah itu untuk meninggalkan rasa geli membangkitkan hasrat kewanitaannya.

Alvaro membalikkan tubuh Bunga memberi kecupan di seluruh wajahnya, tangan Bunga refleks melingkar di leher Alvaro.

Alvaro begitu bersemangat kala mendapat respon dari Bunga, ia lantas mencium bibir ranum Gadis itu yang sedari tadi sudah menggodanya.

Lelaki itu melumat dalam bibir ranum Bunga membelit lidahnya semakin dalam dan panas. Tangannya tak tinggal diam , mulai menjalar melepas handuk putih yang di kenakan Bunga.

Tangannya menjalar ke perut mulus Bunga dan mengusapnya dengan lembut, lalu naik ke atas menuju dua buah gundukan kembar Bunga yang begitu kenyal, padat dan berisi.

‘Agrrr ... Shit!!! Bagaimana mungkin aku membayangkan sejauh itu dengannya? Aku harus segera keluar dari kamar ini, sebelum aku benar-benar menyerangnya, karena aku tahu kemungkinan dia belum siap untuk melayaniku dan melakukan kewajibannya, sebagai seorang istri kepadaku.’

Bunga sedang menunggu Alvaro saat ini di kamar itu. Entah sudah berapa lama ia menunggu, tapi Alvaro tak kunjung kembali juga.

Membuat Bunga merasa khawatir cemas sekaligus lega, khawatir dan cemas jika lelaki itu benar-benar marah padanya, dan lega karena ia sedikit terbebas dari kewajibannya sebagai seorang istri, walaupun ia lolos hanya untuk malam ini saja.

“Apakah mungkin dia marah gara-gara kejadian di kamar mandi tadi? Aku sungguh tak sengaja berkata keras padanya.”

Bunga yang masih menunggu akhirnya memutuskan untuk tidur terlebih dahulu, ia sungguh sudah sangat lelah seharian ini, akibat proses pernikahan mendadak yang tentunya menguras tenaga.

Hampir pukul 03.00 dini hari, Alvaro kembali ke kamarnya. Ia melihat Bunga sudah tertidur dengan lelap, ia pun tidak terlalu mengharapkan Bunga akan menunggu ia kembali kekamarnya.

Perlahan Alvaro membenarkan posisi tidur Bunga, ia menaikkan selimut untuk dikenakan oleh wanita tersebut.

Selimut itu ia tarik sampai ke dagu Bunga, membungkus seluruh tubuhnya, sebelum ia tidur di samping wanita itu.

Alvaro sengaja melakukan itu agar ia tak melakukan hal lebih pada wanita itu sebelum i benar-benar menerima pernikahan mereka.

Mengistirahatkan sejenak tubuhnya sebelum besok pagi, ia bersiap untuk membawa Bunga pulang kerumahnya, ia pun tak bisa meninggalkan rapat yang akan di lakukannya besok.

‘Aku tahu kamu belum menerima pernikahan ini, tapi semoga saja kamu segera dapat menerima kenyataan ini, aku tak ingin Kakek ku kecewa, semoga pilihannya kali ini benar, aku pun akan berusaha sebaik mungkin untuk jadi suamimu.’

Alvaro mengucapkan doa sebelum ia tertidur lelap di samping Bunga.

Pagi hari Bunga bangun dari tidurnya, ia sedikit terkejut melihat seorang laki-laki tidur di sampingnya, untung saja dia tak berteriak, dan langsung mengingat bahwa mereka telah menikah kemarin.

Bunga lantas bangun dari tempat tidur, berdiri lalu melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi, tak lupa ia mengunci pintu kamar mandi.

Gadis itu tak ingin hal kemarin terulang kembali, ia pun segera bergegas mandi dan membersihkan dirinya.

Alvaro membuka matanya saat Bunga sudah berada di kamar mandi, ia lantas tersenyum tipis melihat tingkah istrinya.

Sebenarnya dia sudah bangun saat Bunga terbangun dan mulai bergerak dari tempat tidur, ia tipe lelaki yang sensitif akan gerakan, sekecil apapun gerakan yang di lakukan gadis itu, ia akan langsung terbangun, sekalipun ia tertidur lelap.

Bunga sudah selesai dan ia keluar dari kamar mandi, Alvaro kembali berpura-pura tidur memejamkan kedua matanya.

Bunga melirik ke arah ranjang, ia melihat suaminya masih terlelap dalam tidurnya, ia bingung haruskah dia membangunkan suaminya atau dia biarkan saja.

‘aku harus apa, bagaimana aku membangunkannya, tapi jika aku tidak membangunkannya ini sudah terlalu siang pasti semua keluarga sudah menunggu di bawah untuk sarapan.’

Sedangkan Alvaro ia sengaja tak bangun, lelaki itu ingin melihat sejauh mana tindakan wanita itu, dengan ragu Bunga mendekat kearah Alvaro, melihat wajah polos lelaki itu saat terlelap.

‘tampan.’ Satu kata itu berhasil lolos dari bibir mungilnya.

Alvaro mendengar itu, ia ingin tertawa namun ditahannya, lelaki itu merasa senang karena Bunga diam-diam memperhatikannya.

“Hey ... Bangun! Ini sudah siang,” ucap Bunga namun tak sadar respon dari lelaki itu, ia kesal sudah berkali-kali membangunkannya tak juga lelaki itu bangun.

Bunga memberanikan diri untuk memegang pergelangan tangan Alvaro lalu menggoyang-goyangkan lengannya mencoba membangunkan kembali lelaki itu.

Alvaro pura-pura membuka matanya, mengucek kedua matanya dan menguap.

“Sudah jam berapa ini?” tanya lelaki itu sambil melihat ke arah Bunga.

“Jam 8 pagi,” jawab gadis itu sambil menundukkan kepalanya, ia tak ingin menatap wajah Alvaro.

Alvaro lalu bangun dan beranjak dari tempat tidur berjalan ke arah kamar mandi, ia segera membersihkan diri, sedangkan Bunga, menyiapkan pakaian untuk suaminya itu.

Tak lama kemudian Alvaro keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk yang melilit di bagian pinggang dengan mengusap rambut basahnya menggunakan handuk kecil.

Bunga sempat terpesona melihat pemandangan di depan matanya, tubuh sixpack, dengan perut bak roti sobek, begitu menggoda, lelaki itu berjalan mendekat ke arah Bunga.

Bunga mulai gugup saat Alvaro sudah berada di dekatnya, ia lantas menundukkan kepalanya, Alvaro gemas sekali melihat tingkah Bunga, ia pun tersenyum.

Bunga lantas berdiri mencoba menjaga jarak dari Alvaro, ia seolah tak ingin berdekatan dengan lelaki itu.

Alvaro yang tau itu, hanya bisa menghela nafasnya dengan kasar, ia sendiri tak tahu harus mulai dari mana, ia tak begitu mahir dalam mendekatkan diri pada perempuan.

Biasanya dia yang selalu di kejar-kejar, ia tak perlu mendekatkan diri, tapi perempuanlah yang mendekat padanya karena ketampanannya yang mampu meluluhkan hati setiap wanita, namun berbeda dengan Bunga.

Alvaro tahu betul, Bunga terpaksa, sebuah pernikahan yang mulai atas dasar perjodohan, akan lebih banyak dilakukan dengan keterpaksaan.

Cerita perjodohan ini memang sungguh sangat tidak masuk akal, Alvaro bahkan tidak menolak saat sang Kakek memintanya menikah dengan cucu sahabatnya.

Begitu juga Bunga, ia juga sadar gadis itu terpaksa menerima perjodohan ini mungkin karena ancamannya, karena Bunga tipe anak yang berbakti pada kedua orang tuanya. Ia akan menurut saja dan tak ingin orang tuanya kesusahan.

Mungkin egois cara yang ia lakukan, namun Alvaro tak mau mengecewakan sang kakek, tak jauh beda dengan Bunga, Alvaro begitu menyayangi sang kakek, dan berusaha memberikan yang terbaik untuk Kakeknya.

Mereka berdua melangkah keluar kamar, menuju ke restoran hotel yang ada di bawah, untuk sarapan, keluarga mereka pasti sudah menunggu dari tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status