Share

Menikahi CEO Duda
Menikahi CEO Duda
Penulis: Tagetesnim

BAB 1

Penulis: Tagetesnim
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-10 22:56:44

"Jangan terlalu gugup, Sayang. Rileks. Jangan sampai membuat kesalahan."

Luna, gadis dengan balutan gaun pengantin berwarna putih, tersenyum kecil menanggapi ucapan ayahnya. Dia melirik pada tangan ayahnya yang sesekali saling bertaut agak gemetar.

"Pi, mungkin seharusnya aku yang mengatakan hal itu padamu," tandas Luna.

Wanita itu menarik tangan Okta, ayahnya. Menepuk-nepuk pelan punggung tangan Okta yang sudah mulai mengkeriput. Luna tahu, ayahnya bahkan lebih gugup daripada dirinya saat ini.

Okta tersenyum canggung. "Apakah sikap Papi terlalu kentara?" tanyanya.

Luna mengangguk pelan. "Iya. Papi terlihat begitu jelas sedang merasa gugup." Dia tersenyum, melirik pada tas kecilnya di atas meja rias. "Mau minum pil penenang?" tawarnya kemudian. Ingat bahwa dia memiliki benda itu untuk berjaga-jaga.

"Memang boleh?"

Luna terkekeh pelan mendengar pertanyaan spontan yang diajukan oleh ayahnya. Pada saat seperti ini, entah mengapa Luna merasa bahwa ayahnya lebih kekanakkan daripada dirinya sendiri.

"Tentu boleh, Papiiii. Tidak ada yang melarang sama sekali," gumam Luna. Dia merogoh tas kecil miliknya dan mengeluarkan sebuah botol kecil berisi obat penenang yang diresepkan oleh dokter pribadinya.

Luna memberikan satu butir pil yang dia ambil dari botol tersebut pada ayahnya. Memperhatikan setiap gerak-gerik yang ayahnya lakukan saat meminum pil tersebut. Tiba-tiba saja, Luna teringat akan kenangan masa lalu dengan pria paruh baya tersebut. Kenangan yang terasa baru saja terjadi kemarin hari, saat dirinya merengek tidak mau naik ke panggung untuk memperoleh penghargaan yang hendak diberikan padanya sebagai murid terbaik.

Luna kecil saat itu kesal karena ayahnya tidak datang di hari perpisahan Taman Kanak-Kanak. Dia tidak ingin naik ke podium meski wali kelas terus membujuk. Semakin dipaksa, semakin Luna enggan. Bahkan Vika, ibunya, sudah tidak bisa melakukan penawaran apa pun lagi dengannya. Luna terus kekeh ingin kehadiran ayahnya saat itu juga. Untunglah, sesaat sebelum Vika hendak naik mewakili Luna, Okta datang. Lekas saja Luna berhambur ke pelukan lelaki itu, memintanya untuk naik ke atas panggung bersama.

Lebih daripada Luna, pada saat itu, justru Okta yang gugup bukan main. Di saat Luna menyampaikan pidato singkatnya, Okta hanya berdiri diam dengan tangis yang hampir pecah.

Luna pernah bertanya pada ibunya, "Bagaimana bisa Papi berakhir menjadi seorang pimpinan perusahaan besar, sementara Papi memiliki demam panggung seperti itu?"

Vika yang kebetulan dulu adalah sekretaris pribadi Okta menjawab dengan seulas senyum hangat yang membuat Luna merasa damai, "Papi kamu hebat dalam pekerjaannya. Dia selalu menyampaikan isi kepalanya dengan lugas, entah saat rapat, persentasi, atau saat berbicara dengan siapa pun. Dia luwes berkomunikasi serta selalu percaya diri. Tapi jika itu menyangkut tentang kamu dan kakakmu, sayangnya, dia tidak pernah sepercaya diri itu."

"Kenapa?" Luna bingung dengan jawaban yang diberikan Vika.

"Sebab dia terlalu mencintai kalian berdua," gumam Vika, mengelus rambut Luna yang tengah tertidur di pangkuannya. "Dia tidak takut salah dalam pekerjaannya, tetapi takut salah dalam hal mendidik dan membesarkan anaknya. Baginya, kalian berdua adalah hal paling berharga yang dia miliki. Hal yang selalu membuatnya antusias sekaligus takut."

Mungkin sejak saat itu, Luna mulai berpikir bahwa ayahnya lebih hebat daripada superhero apa pun yang pernah dia tonton. Ayahnya harus dihormati, lebih dari siapa pun manusia berpengaruh di dunia ini. Ayahnya adalah cinta pertama baginya. Sosok yang menjadi inspirasi, sosok yang takkan tergantikan.

"Sudah merasa lebih baik?" tanya Luna, menerima botol air mineral yang baru saja ditenggak oleh Okta.

Okta mengangguk seraya mengusap peluh yang membasahi dahi. "Ya, Papi baik-baik saja," jawabnya. Namun Luna masih bisa melihat kegugupan di wajahnya.

"Pi," panggil Luna. "Liam adalah pria yang baik. Papi mengenalnya sejak dia kecil. Dia menghormati Papi dan selalu menjagaku sejak dulu. Jangan terlalu mengkhawatirkan apa pun. Pada akhirnya aku jatuh pada pelukan lelaki yang Papi pilihkan sendiri untukku, bukan?"

Sepasang mata Okta berkaca-kaca. Sampai akhirnya, buliran bening jatuh di pipi lelaki itu. "Papi hanya tidak mengira bahwa sudah saatnya Papi melepaskan tanggung jawab atasmu pada pria lain, Sayang. Rasanya baru kemarin Papi menggendong bayi kecil yang menangis keras di rumah sakit. Mengajarimu berjalan, membawamu keliling kota, lalu membersamaimu setiap kali kamu lulus dari sekolah."

Hati Luna tercubit mendengar ucapan Okta. Pernikahan anak perempuan selalu menyisakan kesedihan yang terasa lebih pekat untuk seorang ayah.

Tak terasa, tetes demi tetes air mata akhirnya jatuh di wajah Luna. Sama seperti Okta, Luna juga merasakan hal serupa. Perasaan sedih, hampa, kosong, dan takut kehilangan semua momen kebersamaan yang dulu mereka lakukan semakin menyelimuti hati keduanya.

Luna berdiri dari duduknya. Lekas memeluk tubuh tegap Okta. "Aku masih anak Papi meski statusku sudah menjadi istri Liam, bukannya begitu?" hibur Luna pada ayahnya, serta pada dirinya sendiri.

Okta mengangguk. Balas memeluk tubuh putrinya yang terbalut gaun putih panjang yang terlihat menawan dan pas di tubuh Luna. Namun momen syahdu tersebut harus terinterupsi saat seseorang tiba-tiba saja membuka pintu dengan sekali gebrakan. Cale, kakak Luna.

"Cale, kau baik-baik saja, eh?" Okta bertanya setelah mengatasi keterkejutannya.

Pria dengan tuxedo hitam di ambang pintu berdiri diam. Wajahnya menyiratkan berbagai hal, tetapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir ranumnya. Tentu saja, hal itu membuat perasaan Luna dan Okta seketika menjadi tak karuan. Mereka berdua mulai berpikir hal yang tidak-tidak. Lalu benar saja, Cale selanjutnya mengatakan hal paling mengejutkan yang pernah Luna dan Okta dengar. Hal yang sama sekali tidak pernah mereka harapkan serta bayangkan.

"Liam tidak ada. Dia kabur dari pernikahan."

Jantung Luna rasanya berhenti berdenyut untuk sesaat. Isi kepalanya mendadak kosong. Luna bagaikan dihantam oleh badai saat tengah tenang.

"Jangan mengatakan hal yang tidak masuk akal, Cale!" pekik Okta, lekas menangkis ucapan Cale. "Papi tahu kamu selalu mengganggu adikmu. Tapi ini bukan waktu yang tepat. Dewasalah!"

Okta mengira bahwa Cale mempermainkan mereka. Namun Luna tahu bahwa hal itu bukan akal-akalan Cale. Bahkan sesaat setelah Cale datang, Luna sudah mulai memikirkan kemungkinan terburuk yang akan dia dengar. Kemungkinan yang baru saja dia pikirkan beberapa saat lalu, ketika pikirannya tiba-tiba berkelana pada hari saat dia melihat Liam bersama dengan wanita lain.

Saat Cale hanya diam tak merespons kembali ucapannya, Okta tampaknya tahu bahwa sesuatu yang salah benar-benar terjadi. Lelaki itu lantas dengan secepat kilat meninggalkan ruang tunggu.

Luna sendiri tidak bisa hanya berdiri diam. Dia menyusul ayahnya, bersama Cale yang dengan segera mendampingi dirinya seraya membawakan ekor gaun Luna.

Terdengar keributan di ballroom hotel tempat acara dilaksanakan. Begitu tiba, Luna tahu itu adalah ayahnya. Namun yang mengejutkan, secara tiba-tiba, dia melihat pemandangan yang membuat dirinya seketika akan tumbang.

"Papi!" jerit Luna keras, menghampiri pria paruh baya yang jatuh pingsan di kerumunan.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikahi CEO Duda   BAB 41

    Pikiran Luna seketika kosong. Tiba-tiba saja, saat ini dia duduk di hadapan Liam dan Nic, dengan suka rela. Oh, padahal sebelumnya dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mulai membatasi interaksi dengan mereka berdua. Namun yang terjadi malah sebaliknya.Sementara itu, Nic mengamati dua orang dewasa si sekitarnya. Jelas terlihat situasi yang canggung di antara mereka, dan Nic harus mencari cara untuk mencairkan kecanggungan tersebut."Aunty," panggil Nic.Luna menatap bocah tampan yang wajahnya amat menyerupai Liam. Benar-benar hampir keseluruhan wajahnya diwarisi anak tersebut dari ayahnya."Dad membelikan sesuatu untukmu," gumam Nic kembali dengan senyuman lebarnya. Anak tersebut lantas menoleh ke arah ayahnya, seolah memberikan kode kepada Liam. Mengerti apa yang Nic katakan, Liam segera mengeluarkan sesuatu dari dalam saku kemejanya. Sebuah kotak beludru yang bisa Luna tebak isinya."Nic yang mengusulkan aku memberikan ini padamu." Liam mengatakan hal tersebut seolah-olah

  • Menikahi CEO Duda   BAB 40

    BAB 40 Firasat Cale tidak pernah salah. Setiap kali dia merasa sesuatu terjadi, maka memang benar ada yang terjadi. Namun sesungguhnya, Cale tidak berharap firasat buruknya menjadi kenyataan. Sejauh ini, dia hanya ingin hidupnya baik-baik saja. Cukup. Namun, takdir tak pernah sejalan dengan alur yang dia inginkan. Seperti saat ini, saat tiba-tiba dia duduk berhadapan dengan Levin di kafetaria rumah sakit. “Apa kabar, Cale?” Pertanyaan yang seharusnya tak pernah terucap dari bibir Levin terdengar, membuat Cale menghela napas pelan seraya membuang pandang ke mana pun, asal bukan pada wajah Levin di hadapannya. Levin lantas terkekeh sumbang beberapa lama kemudian. Mungkin sadar bahwa pertanyaan yang dia ajukan terlalu konyol meskipun hanya untuk basa-basi. “Aku tidak sengaja melihatmu di meja administrasi tadi, lalu mengikutimu. Tahu, kau pasti akan mengabaikan aku jika aku memanggilmu di jalan,” tandas Levin kembali. Matanya masih menatap Cale lurus, membaca ekspresi wajah lela

  • Menikahi CEO Duda   BAB 39

    Pertunangan Luna dan Liam terjadi begitu saja beberapa waktu setelahnya. Cale berkali-kali bertanya pada Liam, bagaimana menurutnya mengenai pertunangan ini, dan berkali-kali pula Liam menjawab dengan mengambang. Cale tidak mendapat jawaban pasti, apakah ini benar atas dasar keputusannya dari hati yang tulus atau tidak. Cale sampai tidak tahu bagaimana harus menyikapi semuanya."Kau sudah resmi menjadi tunangan adikku sekarang," pungkas Cale saat itu. Sehari setelah acara pertunangan yang meriah selesai digelar.Liam, dengan wajah yang terlihat tidak senang tapi juga tidak sedih itu mengangguk ringan. "Pada akhirnya kau sudah memutuskan?" tanya Cale.Namun diamnya Liam justru membuat Cale agak cemas. Terlebih, saat menangkap ekspresi kebingungan yang mampir di wajahnya."Liam, kau tahu betul bahwa Luna adalah adik kesayanganku, bukan?" Cale menatapnya dengan serius.Liam menelan saliva dengan susah payah. Tampak sulit bagi lelaki itu untuk menjawab. Cale juga sedikitnya tahu bahwa bel

  • Menikahi CEO Duda   LOHA!

    HALO! Di sini ada orang, kan? Coba absen dulu di bawah, biar aku tahu!:) Ehm. Kalian nemu cerita ini di mana? Terus, kenapa bisa suka dan ngikutin cerita MENIKAHI CEO DUDA sampai sejauh ini? Tokoh favoritnya siapa? Tokoh yang bikin kalian penasaran, ada? Atau tokoh yang bikin kalian sebel? O ya, aku mau tanya juga, sejauh ini ceritanya membingungkan kah? Terutama di bab sebelumnya? Itu kayak flashback, ya, tapi dituliskan tidak secara gamblang sebagai flashback. Atau apakah ceritanya bertele-tele? Tolong jawabannya supaya aku bisa berbenah dan bab selanjutnya akan lebih baik. Terima kasih! Masukan dari kalian semua sangat berarti buatku!^^ dan maaf sebelumnya karena aku pernah jarang update huhuhu.

  • Menikahi CEO Duda   BAB 38

    Cale, Liam, dan Levin, berteman sejak mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Membuat mereka dekat bak saudara. Apalagi orang tua mereka merupakan rekan bisnis. Terutama orang tua Liam dan Cale yang juga saling mengenal secara pribadi sejak lama. Saat kuliah, meski mereka memilih kampus dan jurusan berbeda, tidak lantas membuat hubungan ketiganya menjadi renggang. Mereka masih sering berkumpul, bahkan membawa teman dekat mereka yang lain, seperti Dylan dan Calvin.Calvin bilang, mereka itu adalah takdir. Cale yang dewasa, Liam yang cerdas, Levin yang dingin tetapi selalu dapat diandalkan, Dylan si biang onar, dan Calvin yang pelawak. Mereka ada untuk saling melengkapi satu sama lain. Meski hubungan ketiganya cukup erat, bukan berarti mereka tidak pernah bermasalah. Sesekali mereka bertengkar. Dari pertengkaran kecil hingga nyaris besar, semuanya pernah terjadi. Dan yang paling sering berseteru adalah Dylan dan Levin. Karakter mereka yang berbanding terbalik seratus delapan pu

  • Menikahi CEO Duda   BAB 37

    Cale menatap anaknya yang kini tengah terlelap dengan Bianca di atas ranjang rumah sakit. Sementara dirinya baru saja menyelesaikan pekerjaan kantor yang dia kerjakan sambil menunggu istrinya. Lelaki itu merapikan meja lalu berjalan mendekat pada Aurora. Anak tersebut tampaknya begitu kepanasan, sehingga keringat membuat kening dan rambutnya basah. Ia yakin, begitu bangun nanti, rambut anak tersebut akan berubah sangat lepek dan dia harus membuatnya keramas. Cale tersenyum kecil. Meski agak lelah karena dia harus bekerja seraya mengurus Bianca, tetapi lelah tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bisa menemani secara langsung setiap perkembangan kesehatan Bianca dan calon bayi di perut wanita itu. "Selamat malam, Sayang." Cale mengecup kening Bianca dengan sayang. Siapa pun yang menyaksikan hal itu, pastinya akan bisa merasakan sebesar apa perasaan yang dipunya lelaki itu atas istrinya. "Lekas sembuh. Maaf, kau tidak bisa berbagi kesakitanmu denganku. Jika saja bisa, aku

  • Menikahi CEO Duda   BAB 36

    Liam turun dari mobil dan menggendong Nic begitu mereka tiba di depan gedung apartemen. Sementara, Luna sudah Liam antarkan pulang. Tidak, lebih tepatnya, wanita itu memintanya menurunkan ia di perempatan jalan. Mungkin, saking tidak inginnya dia berurusan dengan Liam kembali, Luna sampai takut lelaki itu mengetahui tempat tinggalnya sekarang. "Dad!" teriakkan tiba-tiba yang dilakukan oleh Nic membuat Liam terkejut. "Dino-ku!" lanjut Nic keras. Liam segera menurunkan Nic dari gendongan. Seketika tercengang melihat bocah itu berlari kembali ke mobil sambil menggedor pintu kendaraan beroda empat tersebut, meminta Liam membukakn pintunya untuknya. "Tenang, Nic. Sabar!" pungkas Liam, lekas-lekas membuka kunci mobil. Nic segera masuk dan mengambil sebuah boneka dinosaurus yang baru pertama kali Liam lihat. Boneka dinosaurus yang sejak beberapa waktu lalu selalu berada di pelukan putra kecilnya. "Dino!" Nic bergumam senang sekaligus lega, sebab boneka yang dia pikir hilang tersebut

  • Menikahi CEO Duda   BAB 35

    "Shit!" Umpatan Antonio terdengar pelan. Pria itu menyeka ujung bibirnya yang berdarah, lantas mengangkat wajah dan tersenyum miring melihat Luna sudah berada di sisi Liam. Luna sendiri masih begitu terkejut dengan apa yang terjadi, sehingga ketika Liam mulai maju dan hendak memukul Antonio kembali, Luna lekas menahannya. Terlebih, saat anak buah Antonio tiba-tiba berdatangan dari setiap pintu. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Liam kini berada di genggaman orang-orang suruhan Antonio. Pun dengan Luna. "Berengsek! Lepaskan kami," geram Luna. Dia mengempaskan keras tangan besar yang memegangi lengannya. Namun biar bagaimana pun, tenaganya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka. Tawa kecil Antonio terdengar. "Bukankah barusan kau sudah menyerahkan wanita ini padaku agar anakmu bebas? Lalu apa-apaan ini?" tanya lelaki itu. Liam berdecih dengan sepasang mata yang masih menatap Antonio dengan tajam. "Dan kau pikir aku akan menyerahkannya begitu saja? Pada pria bajingan sepert

  • Menikahi CEO Duda   BAB 34

    Luna dan Levin berdiri dengan harap-harap cemas. Pasalnya, Liam benar-benar sudah kehilangan akal. Bagaimana bisa dia masuk ke dalam kandang musuh tanpa perlindungan apa pun dan hanya seorang diri? "Dia akan baik-baik saja, bukan?" tanya Luna, melirik pada Levin dengan perasaan cemas yang dia sembunyikan. Namun bagaimana pun, Levin dapat melihat kegusaran yang dia rasa, lebih dari siapa pun. "Tenang saja. Kita tidak datang sendirian. Aku sudah membawa beberapa orang untuk berjaga-jaga," tandas Levin. Meski begitu, dia juga merasakan kecemasan yang sama. Luna menghela napas dalam. Duduk di kap mobil sambil mengurut pangkal hidungnya yang terasa agak kaku. Perasaan khawatir yang teramat membuat wanita itu lelah. Hingga ... Bug! Brak! Sebuah kegaduhan terjadi. Dalam waktu sepersekian detik, Luna tiba-tiba saja sudah berada di genggaman dua lelaki berpakaian serba hitam dengan gelang naga di tangan mereka. "Shit!" Levin mengumpat, sementara Luna menelan ludah sebab salah seorang pria

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status