Mereka pun pergi dari hotel itu bersama team lainnya ke Universitas itu yang berjarak sekitar lima kilometer dari hotel tempat mereka menginap.
“Sudah nggak usah di hubungi itu orang putus saja, lebih baik kamu sama pemuda yang satu ini, tapi kudengar orang ini perfeksionis banget kalah-kalah kamu yang selengekan begini,” ucap Dafa sekali lagi membuat Tari ingin marah dengannya.“Aha ... aku ada ide bagaimana kita buat taruhan, jika kamu bisa menaklukkan hati itu orang berarti uang gajiku sebulan aku kasih ke kamu, tetapi jika pemuda itu jutek, cool, tidak menanggapi kamu sebagai wanita berarti gajimu selama sebulan untukku, bagaimana kamu terima tantanganku?” tanya Dafa bersemangat.“Emhh ... boleh juga usul kamu, lagian sudah lama kita tidak main seperti ini, aku jadi penasaran banget sama orang ini sebegitu tampan kah dia sehingga banyak yang memujinya?” tanya balik Tari yang penasaran.“Kata orang sih dia sangat tampan dan jutek banget, tetapi dia sangat patuh kepada ibunya, dia sangat menghormati dan menyayanginya, pokoknya si Ammar mu itu kalah nggak ada apa-apanya, tampanan orang ini,” jawab Daffa lagi.“Sepertinya kamu banyak tahu tentang orang ini, memang kamu kenal sama orang ini?” tanya Tari sembari mengecek ponselnya yang dari tadi tidak bisa dihubungi.“Ya iyalah, sebelum kita wawancarai seseorang kita harus tahu dulu watak si orang yang akan kita kupas habis, takutnya nanti pas kita live orangnya nggak bersahabat sama kita,” jawab Dafa menjelaskan.“Oke aku terima tantanganmu, jangan panggil aku Mentari Khairunnafiza jika tidak bisa menaklukkan seorang pria dengan pesonaku yang imut,” ucapnya dengan bangga.“Belum tentu Say, nanti kita buktikan saja omonganmu itu benar atau tidak.”“Aku nggak sabar bisa mendapatkan gajimu walau hanya sebulan bisa buat tambahan untuk menuju ke pelaminan,” lanjutnya lagi sembari sudah mengkhayal kalau Tari sudah menerima kekalahannya.“Baiklah, kita lihat saja nanti siapa yang menang aku atau kamu,” ucap Tari bersemangat lagi.Dafa sangat senang ketika melihat Tari tidak terlalu memikirkan kakaknya untuk sementara waktu setelah acara ini selesai.Dafa tersenyum melihat Tari yang kembali ceria seperti biasanya, dan berharap kalau dia bisa menaklukkan pemuda itu ketimbang berpacaran dengan Ammar seorang anak band yang nggak jelas menurut Dafa.Wajahnya memang tampan tetapi lebih tampan pemuda yang akan Tari wawancarai nanti di kampus itu.Takdir akan mempertemukan mereka, kalau sebenarnya pemuda misterius itu adalah calon kakak iparnya.Tari belum tahu kejutan apa nanti setelah pulang ke Jakarta, dia hanya tahu kalau kakaknya sangat membutuhkan dirinya.Tari belum tahu bagaimana keadaan kakaknya sekarang, tetapi beberapa menit yang lalu karyawan kepercayaan mbak Lanie memberi kabar kalau kakaknya sudah sedikit membaik.Hal itu membuat Tari sedikit lega, namun dia masih tertidur belum bangun sehingga Tari tidak ingin mengganggunya.Tari ingin menyelesaikan tugas ini secepat mungkin agar bisa pulang dengan segera ke Jakarta. ****Dua puluh menit kemudian sampailah mereka di Universitas itu, semua sudah disiapkan secara detail di area lapangan kampus.Tari melihat takjub suasana kampus itu yang sangat bersahabat, kampus yang begitu luas dengan desain yang cukup memanjakan mata.Udara pagi sangat menyejukkan, pemandangan yang asri menambah keindahan kota ini.Semua sedang sibuk mengatur semuanya dari tempat acara sampai makanan yang disajikan.Mereka disambut oleh pihak panitia yang menyelenggarakan acara tersebut.“Selamat pagi Mas, Mbak.”“Selamat pagi Pak.”“Mari silakan duduk.”“Terima kasih Pak.”“Wah persiapannya banyak ya Pak, semua saya lihat sibuk dengan tugasnya masing-masing,” tanya Tari sembari memperhatikan suasana kampus yang sudah ramai jam tujuh pagi.“Iya Mbak, maklum yang kami undang adalah pengusaha besar dan seorang pemuda single yang tampan,” jawab Pak Syamsudin selaku ketua panitia acara tersebut dengan tersenyum.“Jadi dari segi acara sampai urusan perut harus semua tertata rapi, maklum orang yang kami undang sangat perfeksionis, jadi semuanya harus kelihatan rapi dan bersih.“Oh ... gitu...”“Jam berapa kita mulai acaranya Pak?”“Nanti jam sembilan pagi, tetapi seperti Mbak dan Mas lihat sudah banyak peserta yang ikut mengambil nomor antrean di sana, untungnya kami mengadakan acara ini di luar lapangan, kalau tidak bisa meludak kalau di dalam,” jawabnya lagi bersemangat. “Pemuda ini sangat digandrungi oleh setiap wanita, cuma yaitu dia terlalu dingin kalau untuk begituan tetapi kalau masalah ilmu dia itu tidak pelit katanya siapa saja bisa mempelajarinya yang penting ada niat di dalam hati, pasti bisa terwujud,” jelas Pak Syamsudin bersemangat. “Tuh benar kan yang aku bilang kalau orang ini sangat oke banget, kamu kan suka yang berbau seperti ini, sebuah tantangan yang sulit ditaklukkan tapi mudah bagimu iya kan Mentari Khairunnafiza?” ejek Dafa tersenyum kemenangan.“Siapa namanya Pak, apakah orangnya sudah datang?” tanya Tari yang mulai penasaran kembali.“Mungkin sebentar lagi orangnya datang biasanya satu jam sebelum acara beliau sudah datang.”“Oh ya Mbak Tari satu lagi yang harus saya sampaikan jangan sampai Mbaknya mengungkit masalah orang tuanya terutama tentang papahnya, dan masalah kehidupan pribadinya.”“Apalagi masalah wanita, soalnya saya dengar kalau Fajar Ali Wardana, SE sedang dijodohkan sama mamanya, mungkin setelah acara selesai beliau langsung balik ke Jakarta,” jelas Pak Syamsudin.‘Wah sama dong Pak, setelah selesai kami juga mau pulang ke Jakarta, jangan-jangan kita satu pesawat lagi sama dia, Tar!” sahut Dafa tambah bersemangat.“Memang dia dijodohkan sama siapa Pak?” tanya Tari penasaran.“Duh dari tadi penasaran melulu, bentar lagi orangnya datang, kita harus siap-siap dulu, tuh lihat sudah banyak keringat di keningmu, nanti malah ifil si Fajar lihat kamu, ayuk segarkan dulu dirimu biar nggak gugup saat wawancarai calon suamimu ups salah maksudnya Pak Fajar!” jawabnya semringah.Tari hanya menganggapnya angin lalu, dia tidak ingin orang seperti Fajar menjadi suaminya kelak.“Aku punya suami seperti itu bisa gila aku menghadapinya setiap hari, lebih baik seperti Bang Ammar yang romantis,” jawabnya tak mau kalah.“Ammar romantis dari mananya, buktinya sekarang dia susah di hubungi, jangan-jangan dia sama cewek lain, ucap Dafa cengengesan.“Sudah ah, aku mau siap-siap dulu, capek aku ladeni kamu terus,” sahut Tari sembari meninggalkan Dafa menuju ruang ganti pakaian yang sudah disediakan oleh pihak penyelenggara.Saat Tari pergi menuju ruang ganti, tiba-tiba dia dikagetkan dengan ada suara yang memanggil dia dengan kasar.“Hey kamu!” teriak pemuda itu.Tari menoleh ke sana kemari tetapi tidak ada orang satu pun, hanya dia dan pemuda itu.Tari pun menghampiri pemuda jangkung itu dengan cepat.“Maaf Mas panggil saya?” tanyanya dengan sopan.“Ya iyalah saya panggil kamu, memang kamu lihat ada orang lain selain kita,” hardiknya dengan mata melotot.“Sabar Sayang semua pasti akan baik-baik saja, aku saya yang menandatangani formulir itu,” ucap Fajar dengan lembut.Tari tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu, suaranya tercekat dan tubuhnya kaku, hanya linangan air mata yang selalu mengalir.Fajar lalu menandatangani formulir persetujuan operasi untuk Ibu Arumi. Dia pun memberitahukan kepada maminya kalau sahabatnya itu mengalami kecelakaan.Namun, Sayang tidak ada tiket yang cepat untuk datang ke Jakarta, sehingga dia harus menundanya sehari lagi. Setelah selesai menandatanginya formulir itu Fajar dan Udin pergi ke kamar jenazah untuk memastikan apakah itu benar Lili atau bukan. Sementara itu Fikri, Tante Zahra dan Farrel menemani Tari yang sedari tadi tidak berhenti menangis di pelukan Tante Zahra.Selang setengah jam berlalu akhirnya Bu Arumi masuk ruang operasi setelah prosedur semuanya sudah lengkap. Semua tampak tegang menunggu di luar kamar operasi. Udin dan Fikri sudah menyelesaikan semua administrasi dan pengurusan
“Istri saya adalah salah satu anak Pak Handoko yang saya nikahi,” ucap Fajar membuat Bu Zahra terkejut sekaligus bahagia.“Apa maksud kam?”“Mentari Khairunnafiza adalah istri saya Bu.”“Dan di mana Lanie, apakah dia sudah menikah juga?” “Maaf Bu, Lanie sudah meninggal empat bulan yang lalu karena sakit jantung.”“Apa, Innalilahi waiinalihi Raji’un, kok bisa Nak Fajar, apakah mereka tidak tahu ?” tanyanya masih penasaran.“Assalamu’alaikum!” Suara seorang wanita yang lembut berhasil mengalihkan perhatian mereka.Tari terpaku begitu juga dengan Bu Zahra pandangan mereka bertemu, Bu Zahra beranjak dari tempat duduk berdiri, memperhatikan wajah itu yang sangat dia kenal walaupun sudah belasan tahun, terasa bulir-bulir air mata mereka bertemu dan berpelukan.“Tari, ya Allah Sayang akhirnya kita bertemu lagi? Apa kabarmu Nduk, kamu sekarang semakin cantik dan kata Mas ini kamu sudah menikah dengannya?” “Ya Allah, Tante nggak menyangka kalau kamu sudah secantik ini dan suamimu juga sa
“Pesanan Bos minta di belikan roti , katanya tadi pagi nggak sarapan,” ucap Joko sedikit berbisik.“Ya mau bagaimana sarapannya berbeda mana bisa kenyang?” protes Fikri menimpali.“Ah elo, kayak nggak pernah menjadi pengantin baru saja, Bos kan lagi jatuh cinta mungkin kalau Bos lihat batu seperti roti kali ya, atau kalau kita ganti roti itu jadi busa kasihan kalau batu kan keras, hihihi” ledeknya sambil cekikikan diikuti yang lain. Udin berinisiatif mengambilkan piring keluar bersama Joko.“Jo, kamu beli di mana itu roti, mahal nggak sih?” tanya Udin penasaran.Dekat warung sini, tadi sih saya coba satu enak banget dan kata pemilik warung itu, roti yang selalu di titipkan di warungnya selalu laris dan banyak peminatnya dan yang saya dengar dari pemilik warung itu juga kalau ibu yang membuat roti ini bisa menyekolahkan anaknya sampai kuliah loh, Pak Udin,” jelas Joko bersemangat.“Oh ya jadi penasaran, ya sudah ambilkan piring dulu buat Bos, saya juga mau coba seberapa enak itu roti
“Kan cocok dengan kamu, Mas?” “Lah kenapa Sayang, itu kan panggilan kesayangan, berarti Tari sudah mulai sayang dong sama kamu, iya kan Tari?”“Uhuk ...uhuk ... “Tari tersedak dan Fajar berlari mengambilkan segelas air putih dan memberikannya kepada Tari.“Kamu nggak apa-apa, Sayang?” Bu Nia sangat khawatir.“Nggak apa-apa, Mami hanya batuk saja,” jawabnya pelan.“Ya sudah Mami pergi ke kamar dulu sudah mengantuk, dan kamu Fajar jangan membuat Tari sedih atau menangis, kalau sampai itu terjadi Mami akan menghukummu,” ancam Bu Nia.“Dan kamu Sayang, jika Panda besarmu ini susah diatur dan membuatmu marah dan menangis, kasih tahu Mami ya,” lanjutnya lagi.“Iya Mami.”Bu Nia bergegas pergi ke kamar, dia ingin anak dan menantunya lebih banyak waktu berdua agar saling menumbuhkan saling cinta.Fajar masih saja menatap laptopnya, tanpa melihat Tari kembali.“Mas bisa bantu kan?”“Ya ... tergantung.” “Tergantung apa memang?” “Tergantung pembayarannya.”“Maksudnya?”“Ayolah Sayang, s
“Mami, cepat katakan siapa yang sudah membuat Mami seperti ini?”“Udin, Fikri, apa kerja kalian, kenapa Mami menangis?” tanyanya dengan nada tinggi.“Lah kok kita sih Bos, seharian kan kita berdua ikut kerja sama Bos, dan bukannya ini hari Minggu ya Bos, kok rapi banget mau ke mana, Bos? Sedangkan nggak jadwal apa pun hari ini?” celetuk Udin saat melihat Fajar berpakaian tapi dan formal setiap pergi kerja.“Apa hari Minggu ...kenapa nggak bilang dari tadi sih, dan kamu Tari kenapa nggak kasih tahu kalau hari ini hari Minggu?” celetuknya kesal.“Duh Den Fajar segitunya efek tadi malam ya, sampai-sampai lupa sama hari,” goda Mbok Surti ikut tersenyum.Seketika Tari dan Fajar salah tingkah di buatnya, kedua pipi mereka kembali merona dan Bu Nia pun segera memeluk Fajar.Momen kebersamaan yang ditunjukkan oleh ibu dan anak itu membuat Tari merasa iri, dia tidak pernah pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya terlebih dari mamahnya sendiri.Bu Nia menyadari kalau Tari pasti meras
Menjelang subuh Tari terbangun, tetapi saat dia ingin pergi ke kamar mandi dia pun merasa kaget karena ada seorang pria di ranjang itu tanpa memakai apa pun. Rasa perih dan pegal di sekujur tubuh membuatnya bingung. Melihat seisi ruangan kamar itu juga berantakan.“Aduh ada apa denganku, kenapa semua tubuhku terasa remuk sekali dan augh ... kenapa perih dan sakit?” “Apa yang terjadi sebenarnya?”Tari menatap wajah itu dengan saksama lebih dekat ...lebih dekat lagi dan ...“Mas Pa—Panda?” “Mas bangun ...cepatan bangun kenapa kamu tidur nggak pakai baju sih?” “Apaan sih, Sayang, Mas masih ngantuk nih tadi malam kamu liar banget sih, seperti singa kelaparan, Mas kewalahan makanya capek banget, bentar lagi ya?” jawabnya pelan tanpa membuka matanya.“Terus apa yang kita lakukan tadi malam ya? Dan kenapa Mas nggak pakai baju?” tanyanya bingung.Mendengar pertanyaan istrinya barusan membuat Fajar semakin ingin memeluknya dan tersenyum bahagia.“Bukan nggak pakai baju lagi Sayang, di baw
Sesuai rencana semula Bu Nia sudah membeli obat itu. Hari ini Fajar pulang cepat karena di hari Sabtu. Pekerjaannya pun tidak terlalu banyak sehingga dia ingin sekali pulang cepat.Begitu juga dengan Tari yang pulang cepat karena merasa sedikit pusing dan tidak enak badan.Bu Nia yang sudah tahu kebiasaan anaknya untuk minum teh setelah makan malam, dengan racikan tangan Bu Nia, secara diam-diam telah memasukkan obat itu. Mbok Surti yang merupakan asisten rumah tangganya pun ikut andil dalam rencana ini.“Mbok, pokoknya setelah saya pergi selama seminggu ini usahakan Mbok mencampurkan obat ini ke minuman mereka, saya tidak sabar untuk bisa mempunyai cucu dari mereka.”“Bu, tetapi apakah ini tidak berbahaya untuk kesehatan mereka, nanti kalau over dosis bagaimana?” tanya Mbok Surti khawatir.“Kita kan memberikan kepada mereka itu dosis kecil lagian cuma untuk seminggu saja, yang penting mereka sudah menyatu, dan saling terbuka, mereka itu gengsinya aja di gede in , mereka sama-sama
“Terus kenapa Mas juga langsung tidur dan tidak membangunkan aku, dan kenapa tangan Mas sudah melingkar di pinggangku tanpa seizin yang punya?” tanya balik Tari tak mau kalah dengan Fajar.“Tetap kamu yang salah pokoknya, sudah nggak usah di bahas.” “Oh ya sudah mau magrib aku mandi duluan atau kamu mau mandi bareng sama suamimu yang tampan ini?” Fajar kembali mengandalkan jurusnya untuk membuat Tari salah tingkah.Dan tepat sasaran wajah Tari kembali memerah seperti tomat, dia tidak menyangka pria yang fi hadapannya ini ternyata tidak sedingin yang dia bayangkan.Dengan wajah melongo dan terdiam, kesempatan Fajar kembali mencium bibir ranum Tari seketika membuat wanita cantik itu terkejut.“Mas ... apaan sih, nyosor melulu dasar mesum akurat,” ucap tari kesal.“Kenapa, salah cium istri sendiri itu lebih pahala ketimbang cium wanita lain, kamu mau aku gandengan dengan wanita lain mungkin Clara misalnya,” ledek Fajar tersenyum.“Dengar ya awas saja kamu mendekati wanita itu, aku bisa
Sampai di rumah Fajar, Tari langsung di sambut oleh beberapa pelayan rumah dengan ramah. Mbok Darmi asisten rumah tangga itu pun segera mengantar majikannya menuju kamar Fajar yang ada di lantai dua.“Istrinya Den Fajar cantik banget, kalau aku sih suka yang ini daripada yang menor itu, sudah nggak jelas, pelakor pula.”“Untung saja Den Fajar nggak jadi menikah dengan wanita itu, kau nggak habis kita di makan hidup-hidup sama dia,” ucap salah satu pelayan rumah itu dengan berbisik-bisik.“Benar juga sih, syukur Alhamdulillah deh kalau begitu,” sahut yang lainnya.“Ayo Neng, Mbok tunjukan kamar Den Fajar,” ucapnya sembari tersenyum.“Terima kasih, Mbok,” sahutnya sembari mengikuti Mbok Darmi dan menaiki anak tangga perlahan-lahan, sedangkan Udin membawakan koper Tari dan mengikuti mereka.Tari memasuki ruangan kamar yang begitu luas, dia pun tidak menyangka kamar seorang Fajar Ali Wardana begitu apik , rapi dan bersih.Semua perabotan di dalamnya pun tersusun dengan rapi tanpa ad