Share

03. Taruhan

Mereka pun pergi dari hotel itu bersama team lainnya ke Universitas itu yang berjarak sekitar lima kilometer dari hotel tempat mereka menginap.

“Sudah nggak usah di hubungi itu orang putus saja, lebih baik kamu sama pemuda yang satu ini, tapi kudengar orang ini perfeksionis banget kalah-kalah kamu yang selengekan begini,” ucap Dafa sekali lagi membuat Tari ingin marah dengannya.

“Aha ... aku ada ide bagaimana kita buat taruhan, jika kamu bisa menaklukkan hati itu orang berarti uang gajiku sebulan aku kasih ke kamu, tetapi jika pemuda itu jutek, cool, tidak menanggapi kamu sebagai wanita berarti gajimu selama sebulan untukku, bagaimana kamu terima tantanganku?” tanya Dafa bersemangat.

“Emhh ... boleh juga usul kamu, lagian sudah lama kita tidak main seperti ini, aku jadi penasaran banget sama orang ini sebegitu tampan kah dia sehingga banyak yang memujinya?” tanya balik Tari yang penasaran.

“Kata orang sih dia sangat tampan dan jutek banget, tetapi dia sangat patuh kepada ibunya, dia sangat menghormati dan menyayanginya, pokoknya si Ammar mu itu kalah nggak ada apa-apanya, tampanan orang ini,” jawab Daffa lagi.

“Sepertinya kamu banyak tahu tentang orang ini, memang kamu kenal sama orang ini?” tanya Tari sembari mengecek ponselnya yang dari tadi tidak bisa dihubungi.

“Ya iyalah, sebelum kita wawancarai seseorang kita harus tahu dulu watak si orang yang akan kita kupas habis, takutnya nanti pas kita live orangnya nggak bersahabat sama kita,” jawab Dafa menjelaskan.

“Oke aku terima tantanganmu, jangan panggil aku Mentari Khairunnafiza jika tidak bisa menaklukkan seorang pria dengan pesonaku yang imut,” ucapnya dengan bangga.

“Belum tentu Say, nanti kita buktikan saja omonganmu itu benar atau tidak.”

“Aku nggak sabar bisa mendapatkan gajimu walau hanya sebulan bisa buat tambahan untuk menuju ke pelaminan,” lanjutnya lagi sembari sudah mengkhayal kalau Tari sudah menerima kekalahannya.

“Baiklah, kita lihat saja nanti siapa yang menang aku atau kamu,” ucap Tari bersemangat lagi.

Dafa sangat senang ketika melihat Tari tidak terlalu memikirkan kakaknya untuk sementara waktu setelah acara ini selesai.

Dafa tersenyum melihat Tari yang kembali ceria seperti biasanya, dan berharap kalau dia bisa menaklukkan pemuda itu ketimbang berpacaran dengan Ammar seorang anak band yang nggak jelas menurut Dafa.

Wajahnya memang tampan tetapi lebih tampan pemuda yang akan Tari wawancarai nanti di kampus itu.

Takdir akan mempertemukan mereka, kalau sebenarnya pemuda misterius itu adalah calon kakak iparnya.

Tari belum tahu kejutan apa nanti setelah pulang ke Jakarta, dia hanya tahu kalau kakaknya sangat membutuhkan dirinya.

Tari belum tahu bagaimana keadaan kakaknya sekarang, tetapi beberapa menit yang lalu karyawan kepercayaan mbak Lanie memberi kabar kalau kakaknya sudah sedikit membaik.

Hal itu membuat Tari sedikit lega, namun dia masih tertidur belum bangun sehingga Tari tidak ingin mengganggunya.

Tari ingin menyelesaikan tugas ini secepat mungkin agar bisa pulang dengan segera ke Jakarta.

 

****

Dua puluh menit kemudian sampailah mereka di Universitas itu, semua sudah disiapkan secara detail di area lapangan kampus.

Tari melihat takjub suasana kampus itu yang sangat bersahabat, kampus yang begitu luas dengan desain yang cukup memanjakan mata.

Udara pagi sangat menyejukkan, pemandangan yang asri menambah keindahan kota ini.

Semua sedang sibuk mengatur semuanya dari tempat acara sampai makanan yang disajikan.

Mereka disambut oleh pihak panitia yang menyelenggarakan acara tersebut.

“Selamat pagi Mas, Mbak.”

“Selamat pagi Pak.”

“Mari silakan duduk.”

“Terima kasih Pak.”

“Wah persiapannya banyak ya Pak, semua saya lihat sibuk dengan tugasnya masing-masing,” tanya Tari sembari memperhatikan suasana kampus yang sudah ramai jam tujuh pagi.

“Iya Mbak, maklum yang kami undang adalah pengusaha besar dan seorang pemuda single yang tampan,” jawab Pak Syamsudin selaku ketua panitia acara tersebut dengan tersenyum.

“Jadi dari segi acara sampai urusan perut harus semua tertata rapi, maklum orang yang kami undang sangat perfeksionis, jadi semuanya harus kelihatan rapi dan bersih.

“Oh ... gitu...”

“Jam berapa kita mulai acaranya Pak?”

“Nanti jam sembilan pagi, tetapi seperti Mbak dan Mas lihat sudah banyak peserta yang ikut mengambil nomor antrean di sana, untungnya kami mengadakan acara ini di luar lapangan, kalau tidak bisa meludak kalau di dalam,” jawabnya lagi bersemangat.

 

“Pemuda ini sangat digandrungi oleh setiap wanita, cuma yaitu dia terlalu dingin kalau untuk begituan tetapi kalau masalah ilmu dia itu tidak pelit katanya siapa saja bisa mempelajarinya yang penting ada niat di dalam hati, pasti bisa terwujud,” jelas Pak Syamsudin bersemangat.

 

“Tuh benar kan yang aku bilang kalau orang ini sangat oke banget, kamu kan suka yang berbau seperti ini, sebuah tantangan yang sulit ditaklukkan tapi mudah bagimu iya kan Mentari Khairunnafiza?” ejek Dafa tersenyum kemenangan.

“Siapa namanya Pak, apakah orangnya sudah datang?” tanya Tari yang mulai penasaran kembali.

“Mungkin sebentar lagi orangnya datang biasanya satu jam sebelum acara beliau sudah datang.”

“Oh ya Mbak Tari satu lagi yang harus saya sampaikan jangan sampai Mbaknya mengungkit masalah orang tuanya terutama tentang papahnya, dan masalah kehidupan pribadinya.”

“Apalagi masalah wanita, soalnya saya dengar kalau Fajar Ali Wardana, SE sedang dijodohkan sama mamanya, mungkin setelah acara selesai beliau langsung balik ke Jakarta,” jelas Pak Syamsudin.

‘Wah sama dong Pak, setelah selesai kami juga mau pulang ke Jakarta, jangan-jangan kita satu pesawat lagi sama dia, Tar!” sahut Dafa tambah bersemangat.

“Memang dia dijodohkan sama siapa Pak?” tanya Tari penasaran.

“Duh dari tadi penasaran melulu, bentar lagi orangnya datang, kita harus siap-siap dulu, tuh lihat sudah banyak keringat di keningmu, nanti malah ifil si Fajar lihat kamu, ayuk segarkan dulu dirimu biar nggak gugup saat wawancarai calon suamimu ups salah maksudnya Pak Fajar!” jawabnya semringah.

Tari hanya menganggapnya angin lalu, dia tidak ingin orang seperti Fajar menjadi suaminya kelak.

“Aku punya suami seperti itu bisa gila aku menghadapinya setiap hari, lebih baik seperti Bang Ammar yang romantis,” jawabnya tak mau kalah.

“Ammar romantis dari mananya, buktinya sekarang dia susah di hubungi, jangan-jangan dia sama cewek lain, ucap Dafa cengengesan.

“Sudah ah, aku mau siap-siap dulu, capek aku ladeni kamu terus,” sahut Tari sembari meninggalkan Dafa menuju ruang ganti pakaian yang sudah disediakan oleh pihak penyelenggara.

Saat Tari pergi menuju ruang ganti, tiba-tiba dia dikagetkan dengan ada suara yang memanggil dia dengan kasar.

“Hey kamu!” teriak pemuda itu.

Tari menoleh ke sana kemari tetapi tidak ada orang satu pun, hanya dia dan pemuda itu.

Tari pun menghampiri pemuda jangkung itu dengan cepat.

“Maaf Mas panggil saya?” tanyanya dengan sopan.

“Ya iyalah saya panggil kamu, memang kamu lihat ada orang lain selain kita,” hardiknya dengan mata melotot.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status