Siang itu terik matahari menyinari bumi, Rena yang baru pulang kuliah, berjalan dengan kaki terpincang-pincang. Wajahnya terlihat meringis, menahan nyeri yang ada di kakinya.
"Ya ampun, Nak! Kenapa dengan dirimu? Apa yang terjadi?" teriak ayah Rena penuh rasa khawatir.
"Tidak apa, ayah! Tadi saat menolong nenek tua menyebrang jalan, ada pengendara mobil ngebut. Aku sedikit terkejut dan jatuh, lalu kakiku terkilir!" ucap Rena menjelaskan.
"Kenapa tidak hati-hati? Bagaimana jika kamu sampai celaka? Bukankah itu berbahaya?" teriak ibu cemas.
"Memangnya aku yang salah? Laki-laki itu yang membawa mobil ngebut. Huh... Laki-laki menyebalkan!" ucap Rena kesal.
"Kau kenal dengannya?" tanya ayah.
"Siapa? Pengendara ugal-ugalan itu?"
"Iya. Kau mengenalnya?" tanya ayah penasaran.
"Tidak. Aku tidak mengenalnya! Tapi dia bilang namanya Raihan," ucap Rena sambil mengusap kakinya yang terkilir.
"Raihan? Apa jangan-jangan majikan ditempat ibu bekerja!" ucap ayah sambil menoleh ke arah istrinya.
"Mana mungkin ayah! Nama Raihan itu banyak, mana mungkin majikan ibu," ucap ibu sambil tersenyum.
"Majikan? Ibu bekerja? Dimana? Sejak kapan?" tanya Rena dengan banyak pertanyaan.
"Ibu baru mulai bekerja kemarin! Jadi pelayan di rumah mewah. Gajinya lumayan, bisa membantu biaya kuliahmu, Nak!" ucap ibu sambil memeluk anak perempuannya itu.
"Apa hanya kuliah kak Rena saja yang penting untuk Ibu? Bagaimana dengan kuliahku, Bu?" ucap Hana kesal.
"Nak, maafkan ibu dan ayah! Uang kami belum cukup untuk membiayai kuliahmu. Nanti setelah Kakakmu selesai kuliah, kamu pasti akan kuliah juga!" ucap ibu sambil tersenyum.
"Baiklah. Aku sadar betul aku anak pungut kalian!" ucap Hana cemberut.
"Hei, adikku yang cantik! Kenapa kamu marah? Siapa yang bilang kamu anak pungut?" ucap Rena sambil mencubit pipi adiknya.
"Kata Kak Rian. Aku anak pungut, makanya wajah aku dengan kalian berbeda!" ucap Hana.
"Siapa bilang? Kamu percaya dengan kakakmu Rian? Dia itu suka berbicara asal saja, tidak usah diperdulikan!" ucap ibu sambil mengusap rambut Hana.
"Aku sedih sekali, bu! Kak Rian selalu bilang aku anak pungut, aku merasa adik yang tidak dianggap!" ucap Hana sambil memeluk ibunya.
"Sudahlah Hana, adik kesayanganku! Biar nanti aku yang memberi pelajaran pada Rian. Lihat saja, aku akan balas dendam!" ucap Rena dengan wajah kesal.
Seketika Hana tersenyum menatap ke arah Rena, ada perlindungan kuat dari Rena untuk adiknya Hana. Rian memang satu-satunya anak laki-laki yang dimiliki oleh ibu Wina dan bapak Lukman. Hanya saja tingkahnya berubah sejak bergabung dengan geng motor. Dia suka sekali berbuat ulah, melakukan hal buruk diluar rumah, bahkan kini Rian sudah satu bulan tidak pulang ke rumah.
"Nak, kamu bisa menolong ibu hari ini?" tanya ibu pada Rena.
"Membantu apa?"
"Ikut ibu ke tempat majikan ibu sebentar! Tadi nyonya besar di rumah itu meminta ibu membuat kue. Tiba-tiba saja ibu ingat, jika kamu pandai membuat kue enak!" ucap ibu Rena sambil tersenyum.
"Aku? Tidak! Kenapa harus aku?" ucap Rena menolak.
"Tapi ibu percaya, pemilik rumah pasti menyukai kue buatanmu!"
"Ibu bukankah tadi kamu bilang mereka orang kaya raya? Mana mungkin mereka suka dengan kue buatanku! Mereka bisa dengan mudah membeli kue di toko yang mahal dan enak. Kenapa repot-repot membuat sendiri!" ucap Rena sambil memegangi kakinya yang sakit.
"Benar juga! Untuk apa mereka repot-repot membuat jika mereka bisa membeli kue itu sendiri di toko!" ucap ayah.
"Lagipula kakiku masih sakit!" ucap Rena menatap sendu pada ibunya.
"Baiklah. Jika kau tidak mau menolong ibu, tidak apa-apa! Mungkin ini akhir dari pekerjaan ibu sebagai pelayan di rumah besar itu!" ucap ibu dengan wajah sedih.
"Hahaha ... Ibumu drama, Rena! Lebih baik kamu turuti keinginannya!" bisik ayah pada anak perempuannya itu.
"Baiklah!" ucap Rena pelan.
Jam menunjukkan pukul 1 siang, Rena dan ibunya sudah sampai di rumah besar milik keluarga Raihan. Rena berjalan pelan memasuki rumah mewah itu. Sesekali matanya menatap tajam ke arah rumah mewah yang dia masuki.
"Besar sekali rumahnya, Bu? Berapa pelayan yang ada disini, Bu?" bisik Rena takjub.
"Ada delapan pelayan! Kamu bisa bayangkan, seberapa kaya majikan ibu?"
"Untuk apa aku membayangkan? Aku juga tidak mungkin menjadi nyonya rumah ini, kan!" tawa Rena.
"St... Jangan lancang! Kamu tidak tahu, tuan muda rumah ini adalah seorang duda tampan. Ingat ya, jangan berani menggodanya! Jika itu terjadi, maka bersiaplah dipecat!" ancam ibu.
"Aku tidak berminat menikahi seorang duda!" tawa Rena sambil berjalan menuju dapur.
Rena menatap dapur besar yang ada dirumah itu, ada beberapa pelayan yang sedang sibuk memasak makanan di sana. Rena berjalan pelan mengikuti langkah ibunya. Walau kakinya masih nyeri, namun Rena berusaha membuat kue bolu yang enak.
Bahan-bahan membuat kue sudah siap di meja. Terlihat Rena sudah lihai membuat kue. Hanya dalam hitungan menit, kue itu siap untuk dipanggang di oven.
Setelah selesai membuat bolu pelangi dan bolu coklat, Rena menyajikan kue itu di meja makan. Sementara sebagian lagi disimpan di dapur agar para pelayan juga dapat menyicipi kue buatannya.
"Ibu, sepertinya tugasku sudah selesai! Aku pulang ya!" ucap Rena sambil berjalan keluar dari dapur.
Ada seorang anak laki-laki yang duduk di kursi meja makan. Anak itu terlihat lahap memakan kue buatan Rena. Rena tersenyum, lalu mendekat ke arah anak itu.
"Hai, kamu pasti anak pemilik rumah ini ya? Bagaimana, apa kau suka dengan kue buatanku?" tanya Rena sambil duduk di samping anak itu.
"Kamu siapa? Kenapa aku baru lihat kau disini, Kak?" tanya Alif, anak dari Raihan itu.
"Aku memang bukan pelayan rumah ini. Tapi, ibuku yang bekerja sebagai pelayan rumah ini. Siapa namamu?" tanya Rena sambil tersenyum.
"Aku Alif, siapa namamu, kak?"
"Aku Rena!"
"Baiklah, aku panggil kak Rena. Boleh?" tanya Alif sambil memakan kembali kue yang ada di tangannya.
"Asal jangan panggil Mama, aku tidak masalah!" tawa Rena membuat Alif ikut tertawa.
"Kamu benar-benar cantik. Apa kamu sudah punya pacar kak?" tanya Alif sambil tersenyum menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.
"Apa? Kamu menggodaku ya? Aku ini sudah besar, kamu tidak boleh berpacaran denganku!" tawa Rena sambil mencubit lembut pipi Alif.
"Bukan pacar untukku, tapi pacar untuk ayahku!" ucapnya dengan senyum polosnya.
Sontak Rena menatap tajam ke arah anak itu, dia memperhatikan anak itu dengan seksama.
'Jadi Alif anak dari duda pemilik rumah ini? Ya Tuhan, lebih baik aku segera pulang, sebelum aku benar-benar bertemu dengan Ayah anak ini!' batin Rena dalam hati.
Rena berdiri dari duduknya, merasa tidak nyaman dengan ucapan Alif tentang ayahnya, membuat Rena berdiri dan keluar dari rumah itu.
"Apa-apaan? Masa anak berumur 6 tahun ingin menjodohkan aku dengan ayahnya!" gerutu Rena sambil berjalan keluar dari pintu gerbang.
Saat dia berdiri menunggu angkutan umum di luar gerbang rumah itu, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di depan gerbang. Sontak membuat Rena kaget dan segera menyingkir dari tempatnya berdiri.
Raihan yang melihat Rena ada didepan rumahnya, langsung menghentikan mobilnya. Dengan cepat Raihan keluar dari mobil hitam miliknya itu.
"Gadis itu? Dia ada di depan rumahku?" gumam Raihan sambil berjalan keluar dari mobilnya.
Rena yang melihat laki-laki itu mendekat ke arahnya, dia terlihat panik. Lalu Rena memutuskan untuk naik taksi yang lewat di hadapannya. Rena berhasil melarikan diri dari Raihan.
"Huh... Jadi laki-laki yang hampir menabrakku kemarin adalah duda yang dimaksud ibu? Ya Tuhan, kenapa aku harus lari seperti maling?" gerutu Rena dari dalam mobil taksi.
Sementara Raihan melamun, menatap kepergian gadis itu.
"Kenapa gadis itu menghindariku? Ada apa? Apa aku terlihat menakutkan untuknya?" ucap Raihan sambil mengusap wajahnya yang berkeringat.
Raihan masuk ke dalam rumahnya dengan pikiran yang terisi penuh dengan wanita itu.
"Rena... Aku benar-benar ingin mengenal wanita itu!" gumam Raihan dalam hati.
Dengan wajah kesal wanita itu menggerutu, saat security membawanya keluar dari rumah Raihan. Dita tidak habis pikir, jika kali ini rencananya gagal untuk menggoda Raihan. Tujuan utama Dita mendekati Raihan adalah untuk mengambil alih semua harta milik Raihan. Dita tidak pernah tulus mendekati Raihan, dia hanya ingin memanfaatkan Alif sebagai jembatan merebut harta milik mantan suaminya itu. Saat security datang untuk mengusir Dita, tiba-tiba Alif datang dan menatap ibunya yang tengah menangis. Dita mendekat ke arah Alif, berharap anaknya bisa memaafkan dia. Tentu tujuannya adalah menjadikan Alif sebagai batu loncatan mendapatkan kekuasaan Raihan.Namun di luar dugaan, Alif bukannya merasa iba malah dia terlihat menikmati hal yang dialami ibunya. Perasaan seorang anak kecil saat melihat ibu kandungnya, tentu akan merasa senang. Tapi ibu kandung Alif ini berbeda, dia tidak mengharapkan Alif dari awal melahirkannya dan Alif tahu itu. Justru Alif menganggap, jika semua hal buruk yang dia
Keesokan harinya, Raihan membuka mata menatap sang istri masih terlelap di dalam tidur. Raihan memainkan jemari tangannya di wajah Rena. Terlihat Rena beberapa kali merasa terganggu dengan hal yang dilakukan Raihan. Dia menggeliat, dan menepis tangan Raihan, tapi Rena masih menutup rapat matanya. "Jangan ganggu aku, aku masih ngantuk!" keluh Rena dengan mata yang enggan terbuka. Raihan tertawa mengecup setiap bagian inci wajah Rena dengan lebih menggoda. Rena dengan wajah kesal membuka matanya. Memandang ke arah suaminya yang terlihat senang menatap ekspresi kesal wajah Rena. "Kamu suka selalu menggangguku, apa tidak punya pekerjaan lain?" ucap Rena kesal. "Kamu lihat dirimu. Ini sudah siang, tapi kamu belum bangun juga. Aku sebagai seorang suami akan berangkat ke kantor, tapi istrinya justru belum bangun dari tempat tidur. Menurutmu apakah ini masuk akal?" ucap Raihan tersenyum senang. "Kenapa harus membangunkanku? Jika kamu butuh air hangat untuk mandi, kamu bisa sediakan sendi
Rena dipaksa oleh Raihan masuk ke dalam mobil. Dia tidak berani menolak saat suaminya mau ngajak dia ke sebuah hotel. Hotel mewah dengan gedung 30 lantai. Rena memandangi gedung mewah itu dengan mengikuti langkah suaminya. Sampai di depan kamar hotel, Rena masuk bersama Raihan. Tanpa ada aba-aba suaminya itu langsung menyerang Rena dengan penuh nafsu. Rena tahu betul, ini adalah salah satu cara Raihan untuk melakukan serangan balik dari istrinya. Hingga Rena hanya bisa menutup matanya melihat kebuasan suaminya.Raihan mendorong tubuh Rena hingga jatuh di atas tempat tidur. Dress berwarna putih yang Rena pakai tersibak hingga terlihat bagian bawah tubuh Rena. Dengan gerakan cepat Rena menarik dress itu agar menutupi celana dalamnya yang terlihat."Apa yang kamu lihat? Matamu langsung melotot seperti itu, melihat hal seperti ini!" oceh Rena kesal."Kenapa ditutup, nanti juga pasti akan kubuka lagi! Jangan bilang, jika kamu masih malu padaku setelah menikah hampir satu bulan? Apa yang m
Air mata Rena membasahi jas yang dikenakan Raihan. Terlihat kesedihan yang mendalam dari tatapan mata Rena pada Raihan. Isak tangis masih terdengar, membuat Raihan merasa bersalah mengucapkan kata-kata kasar pada istrinya itu. "Maafkan aku! Tidak seharusnya aku meneriakimu seperti tadi. Aku khilaf, maafkan aku!" ucap Raihan mengusap lembut wajah Rena."Kamu jahat! Kamu bisa mengencani banyak wanita tapi kenapa aku tidak? Kamu bisa menempel pada banyak wanita, kenapa aku tidak? Kamu terus mengaturku ini dan itu, tapi pernahkah kamu bercermin untuk menghargaiku sedikit saja? Oh tidak, pria kaya raya sepertimu tidak akan menghargai orang lain. Kamu bisa melakukan apapun, karena kamu punya segalanya dan mampu membeli harga diri orang lain, termasuk harga diri istrimu sendiri!" teriak Rena kesal.Raihan tak bicara, dia menatap istrinya lekat, Raihan merasa sangat bersalah karena membuat istrinya marah padanya saat itu. CUP ...Raihan mengecup bibir Rena, Raihan juga menghapus air mata ya
Rena tersenyum dan akhirnya mengiyakan apa yang dikatakan Raihan padanya. Kini Rena mulai belajar menjadi wakil CEO didampingi oleh sang suami. Rena terlihat bersungguh-sungguh dalam mempelajari setiap hal yang diperintahkan oleh Raihan dan tugasnya sebagai wakil CEO. Tapi saat Rena benar-benar sedang serius, Raihan justru malah menggoda istrinya. Dia terlihat senang memberikan banyak pekerjaan yang bukan pekerjaan Rena sebagai wakil CEO. Rena diminta untuk menulis nama panjang Raihan di kertas seratus lembar. Tak hanya itu Rena diminta untuk memajang foto Reyhan disebelah mejanya. Walaupun terlihat pekerjaannya cukup aneh, tapi Rena berusaha untuk tidak melawan. Dia mengerjakan setiap pekerjaan yang diperintahkan oleh Raihan tanpa perdebatan. Padahal Rena tahu betul jika sang suami saat ini tengah mengerjainya. "Sudah selesai belum, pekerjaan yang barusan aku berikan? Setelah selesai kamu bisa memulai tugas yang lain. Di sini ada beberapa tumpukan dokumen yang harus kamu periksa. H
Raihan tersenyum ke arah Rena, mengecup kening istrinya penuh cinta. Terlihat begitu takut jika kehamilan akan menyiksa sang istri."Jika kamu belum siap, aku bisa menunggu!" ucap Raihan pelan."Kenapa? Tadi kamu yang paling antusias? Sekarang tiba-tiba kamu berubah jadi khawatir seperti itu. Apa yang kamu pikirkan? Tidak mau aku mengandung anakmu? Apa aku tidak layak?" ucap Rena kesal."Hei, tajam sekali mulutmu ini! Aku melakukan itu karena mengkhawatirkan keadaanmu. Aku baru menyadari jika proses memiliki anak butuh perjuangan saat melahirkan. Aku tidak tega jika kamu harus merasakan sakit itu!" "Bodoh sekali! Aku ini wanita. Aku mau punya anak dari rahimku sendiri. Percayalah, aku pasti kuat!" ucap Rena memeluk tubuh Raihan."Benarkah? Kamu sudah siap untuk hal itu?" "Tenang saja, aku sudah siap!" ucap Rena sambil tersenyum.Beberapa hari kemudian, Rena kembali bekerja di kantor Raihan. Dia terlihat serius mengerjakan tugas dari manager Ana tentang desain kantor Amazong. Anggist